Selasa, 24 April 2012

Design Thinking: Langkah kreatif merubah paradigma manajemen konstrain menjadi daya inovasi bagi organisasi sekolah.

Artikel ini sebetulnya sudah saya kirim ke sebuah jurnal tapi kok tidak juga dimuat, akhirnya ya wis lah saya taruksini saja, siapa tahu pembacanya malah lebih banyak dan bermanfaat sehingga saya bisa dapat sedikit tambahan pahala dari usaha yang saya lakukan ini tuk meringankan beban dosa yang saya tanggung dihadapan Ilahi Robbi nantinya. :)





Pendahuluan

Ironi terbesar dalam kehidupan manusia terletak pada permasalahan yang mereka hadapi. Di satu sisi semua orang sangat tidak nyaman, tidak suka dan sangat membenci adanya permasalahan dalam segala urusannya, namun di sisi lain permasalahanlah yang sejauh ini mendorong kemajuan kehidupan manusia sedemikian pesat. Sejarah mencatat penemuan tehnologi baik tehnologi  yang sederhana maupun tehnologi yang maju, semua dipicu dari timbulnya permasalahan.
Tidak jauh berbeda dengan  aspek kehidupan manusia yang lainnya, dalam pendidikan yang namanya kendala, hambatan, permasalahan , problema, konstrain atau apalah namanya juga merupakan menu keseharian bagi para guru dan kepala sekolah serta pengambil keputusan yang lain. Mengingat sebegitu akrabnya dunia pendidikan dengan permasalahan tak heranlah kalau pada dasarnya pemikiran pemikiran manajerial selalu diarahkan pada satu titik pusat, pemecahan masalah (problem solving). Seluruh teori dan analisa manajerial didasarkan pada pengandaian adanya permasalahan. Keyakinan bahwa organisasi dalam hal ini sekolah memiliki tugas tunggal menghancurkan permasalahan dipertegas keluarnya teori hambatan (theory of constraints) yang disuguhkan Dr. Eliyahu M. Goldratt  seperti yang ditulis Dettmer, H. William (1997) dalam bukunya   yang berjudul  Goldratt's Theory of Constraints: A Systems Approach to Continuous Improvement yang dimaksudkan untuk membantu management mengurai permasalahan yang dihadapi sebuah organisasi dalam mencapai tujuan tujuannya secara berkelanjutan.
Teori konstrain yang digagas Goldratt sebetulnya hanyalah puncak gunung es keyakinan kita bahwa apa yang kita harus hadapi dan apa yang harus kita kerjakan adalah permasalahan dan pemecahannya. Jauh sebelum teori itu muncul seluruh ahli manajemen sepakat membuat teori dan menyarankan berbagai macam cara analisa yang kesemuanya, kalau diperhatikan, mengarah pada pendekatan yang langkah awalnya adalah  mencari cari permasalahan. Dengan demikian bisa dipastiakan bahwa sejauh ini didunia dan  seluruh isinya selalu dipandang sebagai masalah yang harus dicarikan jalan keluarnya. Pendakatan manajerial tradisional yang selalu menitik beratkan perhatian pada ada tidaknya permasalahan telah mendorong organisasi dan badan badan  usaha lain untuk menyibukkan diri dengan upaya mencari hambatan dan kekurangan organisasinya. Analisa SWOT yang laris manis diajarkan dibangku bangku sekolah dan perkuliahan dalam hal ini bisa kita pakai sebagai contoh bagaimana selama ini semua organisasi bisnis sibuk mencari kekurangan dan kelemahan diri.
Pencarian kekurangan organisasi baik dalam bentuk kelemahan (weakness) maupun ancaman (threat) (Kotler, 1997) pada umumnya malah membuat sebuah organisasi mengalami ketakutan yang tidak perlu. Fokus pada pemikiran tentang kelemahan kelemahan dan kekurangan organisasi yang ada, pada prakteknya bukan menjadikan organisasi mampu mengerti kondisi riil yang dihadapi dan tahu apa yang harus dilakukan, malah sebaliknya seluruh anggota organisasi dengan jelas mampu melihat kekurangan organisasi dan bukan berusaha menutup kelemahan kelemahan itu tapi malah mulai dapat angin intuk  mengeluhkan kurangnya fasilitas, kurangnya peralatan, kurangnya ketersedian bahan, lambannya aliran kebijakan, kurang tegasnya pimpinan, kurang jelasnya perencanaan dan seterusnya. Pun begitu terjadi di dunia pendidikan dalam managemen sekolah.
Alih alih menemukan kelemahan dan kekurangan sekolah bisa dipakai menjadi acuan penentuan kebijakan sekolah kedepan , kelemahan dan kekurangan sekolah malah menjadi  pelemah keyakinan dan semangat kerja , menghilangkan rasa percaya diri organisasi, tidak bisa melihat dan menghargai kemampuan organisasi, serta memperuncing silang sengketa karena saling tuduh dan melemparkan kesalahan pada pihak lain. Kambing hitam laku keras untuk menangkis tuduhan kinerja yang kurang. Timbul rasa curiga dan saling tidak percaya dan konflik adalah sesuatu yang tidak terhindarkan. Untuk pembuktian thesis ini, tolong dijawab adakah dimuka bumi ini organisasi yang kosong dari keluhan dan konflik? Mungkin kearah inilah saran agar kita selalu mempunyai fikiran positif (positive thinking)(Carnegie, 1948) itu bermakna.
Kebuntuan pendekatan manajemen tradisional dengan cara pandang pemecahan masalah ini, dipenghujung akhir abad 20 dan diawal abad 21 mendorong sekelompok jenius untuk mencoba memandang kerja sebuah organisai dengan cara yang lebih elegan, manusiawi dan lebih proporsional. Dengan kepeloporan Tim Brown, seorang CEO dari IDEO, sebuah lembaga konsultan design, muncullah pandangan baru bagaimana mengelola tantangan organisasi dengan pemikiran kreatif yang tidak mendasarkan lagi pada kelemahan organisasi yang mereka sebut sebagai berfikir design (design thinking)

 Permasalahan.
Seperti yang sudah diuraikan diatas pendekatan organisatoris tradisonal selalu mengandaikan bahwa didepan ada permasalahan dan kita harus mencari solusi terbaik dari permasalahan yang ada. Mudah sekali ditebak bahwa pada akhirnya baik pemikiran maupun solusi yang kita ambil pasti tidak akan pergi telalu jauh dari pokok persoalan yang kita temukan. Pikiran, konsep, visi, daya khayal, kreatifitas kita hanya berputar selingkup permasalahn yang kita temukan.  Kondisi ini akan membuat solusi yang kita hasilkan untuk permasalahan yang ada jadi tidak kreatif dan kebanyakan selalu berbentuk perbaikan dari kondisi yang sebelumnya, jarang sekali solusi dari permasalahan itu berbentuk inovasi manajerial. Ketidakkreatifan kita atas permasalahan organisasi ini sering kali membuat keputusan yang kita ambil tidak tepat dan pada gilirannya akan membuahkan ketidakberhasilan organisasi dalam mewujudkan tujuan (goal) bersamanya. Seluruh proses managerial itu tidak jarang diakhiri dengan penutupan organisasi atau badan usahanya.
Hal ini pernah juga disadari oleh Tim Brown yang dalam sebuah kesempatan menulis apa yang pernah disaksikannya dalam pengalaman managerialnya. Tim brown pernah bertanya kenapa bangunan yang dirancang arsitek jarang yang runtuh, dan jarang ada produk barang yang tidak berfungsi seperti yang diharapkan, tapi kenapa perancangan financial sebuah perusahaan ataupun sebuah Negara bisa ambruk padahal  mereka sama sama melalui proses perancangan (design) yang baik dan meyakinkan? Dan kitapun bisa melanjutkan pertanyaan  pertanyaan tersebut, misalnya; apakah yang salah dalam perancangan financial perusahaan, organisasi sekolah,  atau bahkan negara bila dibanding dengan perancangan sebuah bangunan atau sebuah mobil? Dan bisakah konsep perancangan sebuah bangunan atau perancangan sebuah produk tangible lainya diterapkan pada perancangan financial perusahaan atau perancangan social network, perancangan struktur organisasi, rancang bangun pemasaran desain organisasi, rencana strategis, perencanaan bisnis baru, pengembangan komunitas, perancangan manajemen sekolah dan seterusnya?

Design Thinking

Design thinking adalah sebuah metode berfikir yang mengadopsi cara seorang designer memikirkan dan mengerjakan proses kreatifnya dalam mendesign sesuatu. Perbedaan yang menonjol dari proses berfikirnya seorang designer dibanding proses berfikir pada umunya adalah bahwa dalam proses kreatifnya, designer tidak memulai pemikirannya dengan pendekatan permasalahanya apa (problem -centered approach) melainkan memulai proses kreatifnya melalui empathy terhadap kebutuhan manusia. Design thinking tidak mengajarkan mencari akar permasalahan dan menemukan solusinya, namun secara unik designer dengan empathinya akan mencari kebutuhan mendasar manusia dan sama sekali tidak perlu tahu permasalahannya . Oleh karena itu dalam design thinking seorang pemikir design akan merumuskan kendala yang akan dihadapi dalam proses kreatif dan  inovatifnya secara lebih hati hati. Pemilihan kata dalam merumuskan kendala awal proses kreatif sangat penting agar tidak terjebak pada pemikiran negative. Kalimat “ bagaimana cara memindahkan orang dengan lebih nyaman” akan lebih bagus jadi pilihan dari pada mengatakan  “mobil ini ternyata terlalu keras sehingga penumpang tidak nyaman berkendara”, atau “apa yang dibutuhkan seorang siswa untuk bisa belajar dengan baik?” akan lebih elegan dari pada menyatakan “sekolah ini tidak memeberi rasa nyaman dan aman untuk belajar siswa”.
Dengan begitu jelas bahwa design thinking tidak terfokus pada permasalahan, tapi mengarahkan segenap kemampuan pada upaya mencari solusi agar kehidupan manusia lebih baik, selain itu design thinking juga tidak meributkan bagaimana mencari solusi atas sebuah masalah, tapi mengutamakan tindakan nyata yang cepat untuk mendapatkan solusi bagaimana membuat sejahtera kehidupan manusia. Dalam bekerja pemikir design bukan saja melibatkan pemikiran tapi juga analisa dan bahkan khayalan untuk mencapai tujuannya.
Karena design thinking tidak terfokus pada permasalaham dam kelemahan maka, proses manajerial yang didasarkan pada design thinking ini akan terlihat lebih fleksibel gerak langkahnya. Fleksibilitas berfikir design ini disebabkan karakter karakter positif yang menyertai gaya manajerial anyar ini seperti, pandangan yang lebih obyektif, ketelitian dalam detail, kemampuannya menampung pertanyaan yang paling menggelikan sekalipun, keluasannya dalm menjembatani ide paling konyol sekalipun, keberanian ambil resiko dan kesempatan yang luas akan munculnya ide ide baru yang brilian. Semua hal ini bisa muncul pada pemikiran design karena gaya pemikiran ini tidak terfokus pada masalah  tapi terfokus pada upaya mencari cara mensejahterakan manusia. Jadi pemikiran pemikiran positiflah yang mendominasi prosesnya dan bukan ketakutan seperti saat pikiran terpusat pada permasalahan.
Tentu saja, sebagai sebuah metode berfikir, design thinking dalam berkreasi dan inovasi tidaklah tanpa batasan.  Karena proses berfikir kreatif yang tidak ada rel dan batasannya akan cenderung terlalu tinggi awan dan tidak lagu menginjak bumi sehingga tidak realistis dan tidak bisa diwujudkan. Untuk menjaga kerealistisan ide yang dihasilkan, proses berfikir design mempunya tiga rambu rambu yang harus diperhatikan seperti gambar berikut:



Seperti yang terlihat pada iliustrasi diatas dalam berkreasi dan berinovasi seorang pemikir design akan memulai proses kerjanya berdasarkan tiga hal pokok. Pertama tama seorang pemikir design akan mengobservasi permasalahan yang ada un tuk dikembangkan bukan pada pencarian kekurangan dan kelemahan organisasi tapi permasalahan yang ada akan dilanjutkan pada langkah observasi pasar untuk mencari tahu apa sebenarnya yang dibutuhkan orang untuk menunjang kesejahteraan hidupnya (desirability) setelah kebutuhan pasar ditemukan maka disusunlah rumusan permasalahan yang ada dengan kalimat dan kata kata yang tepat agar tidak terjadi kesalahan implementasinya nanti.
Setelah kebutuhan pasar didapat dan telah terumuskan dengan baik, seorang pemikir design akan segera memikirkan ketersedian tehnologi yang akan mendukung proses kreatif dan inovatifnya (Feasibility) sebab ide yang terlalu tinggi dan tidak punya dukungan tehnologi yang memadahi cenderung akan mubadzir dan tidak bisa diimplementasikan. Dan yang terakhir, seorang pemikir design tidak akan membuat ide yang berada diluar kemampuan financial dan dukungan strategi organisasi (viability). Dengan berpatokan pada tiga hal ini seorang pemikir design akan berkarya mengolah kemampuan kreatif dan inovatifnya. Design thinking mengandaikan semua hal masuk akal dan bisa dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan misi berpikir desain yang berupaya menubah observasi menjadi inspirasi yang selanjutnya inspirasi akan dijadikan produk atau jasa yang diharapakan mampu meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan manusia (Brown, 2008)
Perbandingan Design Thinking dengan Managemen berbasis Konstrain.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya seluruh teori managemen dibuat dengan mengandaikan adanya masalah yang dihadapi organisasi, sehingga seluruh gerak langkah organisasi semua terfokus pada pencarian pemecahan masalah. Hal ini membuat organisasi dan  orang orang yang ada di dalamnya jadi kurang kreatif dan tumpul kemampuan inovasinya. Sementara perekonomian ke depan harus sudah tertumpu pada perekonomian kreatif karena sumber daya alam sudah semakin langka (Toffler, 2004) . Dengan begitu mengandalkan manajemen yang terfokus pada pencarian dan pemecahan masalah akan bermasalah besar di dunia usaha di masa mendatang. Sekolah sebagai sebuah oraganisasi tentu juga akan merasakan hal yang sama. Sepuluh tahun yang lalu boleh jadi organisasi/ sekolah yang menguasai informasilah yang akan Berjaya. Semakin banyak informasi yang didapat makin kokohlah sebuah organisasi usaha/sekolah, oleh karena itu tehnologi informasi yang mampu menyediakan real time information laris manis diborong perusahaan dan sekolah sekolahpun tak ketinggalan menyediakan internet di dalamnya. Namun sekarang berbeda perekonomian sudah bergeser pada kreatifitas. Artinya makin kreatif seseorang atau organisasi makin tangguhlah mereka. Saat perekonomian mengandalkan capital, siapa besar siapa yang kuasa, saat informasi jadi landasan jargon bergeser menjadi siapa cepat siapa dapat. Namun  saat kreatifitas menjadi raja, yang besar dan cepat tidak akan dapat apa apa, yang kreatif dan inovatiflah yang berjaya. Oleh karena itu sudah waktunya menggeser manajemen berbasis pada masalah ke perekonomian yang berbasis pada kreatifitas  seperti yang dipaparkan Daniel  L.  Pink  (2005). Dan sekolah sebagi sebuah organisasi harus juga bergeser pada fenomena perubahan managerial ini.
Theory of Constraints sebagai puncak gunung es managemen berbasis pemecahan masalah, dengan sangat jelas menerangkan bahwa perusahaan itu pasti bermasalah yang digambarkan sebagai mata rantai terlemah (the weakest chain) dan andai mata rantai terlemah itu diperkuatpun, menurut teori ini permasalahanpun akan bergeser karena pasti selalu ada rantai yang paling lemah. Terus kapan kita bisa bebas dari memikirkan masalah?  Kapan pula kita bebas berkarya tanpa dihantui rasa lemah dan bermasalah?
Berbeda dengan pemikiran design yang  menekankan pada kreatifitas. Hal pertama yang dicari permasalahan yang dihadapi perusahaan bukanlah pada permasalahannya itu tetapi pada apa yang sebenarnya di inginkan manusia. Gerak langkahnya bukan ditentukan permasalahannya tapi ditentukan oleh keinginan manusia. Bukan berorientasi pada permasalahan tapi pada manusia dan keinginannya. Fokusnya bukan pada pemecahan masalah tapi pada tindakan dan proses kreatif.
Dalam proses kreatifnya pemikir design akan melalui tiga tahapan pokok inovasi; pencarian ilham (Inspiration), Pengembangan gagasan (Ideation), dan upaya mewujudkan dalam tindakan  (Implementation) (Brown, 2008), yang bisa dijelaskan sebagai berikut:
inspirationinspirasi didapat dari permasalahan atau keinginan orang yang belum terpenuhi, dalam design thinking permasalahan dan hambatan tidak dilihat sebagi permasalahan tapi dilihat sebagi keinginan yang belum terpenuhi  dan dijadikan motivasi atau kesempatan untuk mengasah kreatifitas memenuhi harapan  itu, sehingga hasil akhirnya nanti bukan sekedar bisa mencari solusi bagi permasalahan tersebut tapi bisa menghasilakan inovasi baru. Tahapan ini mengharuskan pemikir design mengeksplorasi keinginan dan harapan orang yang terkait dengan permasalahan yang ada, pemikir design berfikir dengan empathy, mencoba memandang permasalahan dengan sudut pandang orang lain, bukan berfikir tentang solusi atas permasalahan dengan pemikiran sendiri,  kemudian merumuskan arah pemikiran  kreatifnya, membuat pertanyaan pertanyaan, mengumpulkan masukan masukan, membuat sketsa, membangun scenario dan perancangan.
ideationpada langkah kedua ini pemikir design akan melewati tahap dimana proses design thinking sampai pada langkah penelusuran dan pembangkitan gagasan. Setelah beberapa gagasan opsi diketemukan, pemikir design akan memilih yang terbaik untuk dikembangkan dan dibuatkan prototype, setelah prototype tersedia pengujian atas prototype tersebut adalah hal  penting berikutnya yang harus dilakukan. Pengujian model atau prototype  ini jadi tema sentral pemikiran design karena design tinking mempunyai komitmen untuk bekerja semaksimal mungkin untuk kesejahteraan lahir dan bathin manusia. Keseimbangan antara fungsi fungsi praktis dan daya tarik emosional atas inovasi yang akan dimunculkan adalah hal yang penting untuk dipertimbangakan dalam gerak langkah pemikir design.
implementation: langkah terakhirnya adalah memastikan bahwa gagasan yang diolah dan dimodelkan sudah tepat, diterima pasar, dan bisa dibuktikan bahwa prototype yang ada memang handal. Dilangkah terakhir ini pemikir design dituntut mampu mengkomunikasikan temuannya pada seluruh stakeholders bahwa ide itu memang OK dan bisa dilempar ke pasar. 
Dengan begitu secara keseluruhan design thinking akan mengarahkan semua orang jadi kreatif dan inovatif tanpa dibebani masalah rasa tidak percaya diri dan PR yang berat karena selalu dibayang bayangi permasalahan organisasi yang perlu dicarikan solusi.  Untuk memberi gambaran yang lebih jelas dan lebih penuh akan manfaat berfikir design, ada baiknya kita menengok sebentar proses kerja yang ditawarkan Theory of constrains sebagi perbandingan.
Theory of Constrains (Goldratt, 1986) menawarkan langkah solusi dari permasalahan sebagai berikut:
  1.  Mengidentifikasi hambatan; mencari sumber masalah atau kesalahan kebijakan  yang mengahambat oraganisasi menggapai tujuan tujuannya.
  2. Memutuskan bagaimana melenyapakan hambatan dengan meningkatkan kapasitas pada pada proses produksi yang terkendala masalah.
  3. Mengesampingkan semua proses lainnya dalam rangka mendukung keputusan untuk meningkatkan salah satu rantai proses yang terkendala.
  4. Menghilangkan permaslahan yang ada dengan membuat perubahan pada mata rantai proses yang bermasalah.
  5. Kalau dari prose situ ternyata permasalhannya pindah tempat, kembali lagi ke tahap pertama
Dan untuk diketahui, berdasarkan theory of constrains permasalhan itu memang akan pindah tempat. Jadi permasalahan itu langgeng adanya Cuma tempatnya yang berbeda. Dengan pemahaman hidup yang penuh masalah begini, organisasi mampu bertahan tetap hidup saja adalah sebuah keberuntungan, mengingat organisasi tersebut tentu akan berisi orang orang yang tidak percaya diri dan saling menyalahkan atas permasalahan yang selalu timbul. Kemajuan, kreatifitas dan inovasi apa yang bisa diharapkan dari organisasi yang selalu merasa bermasalah?

Kesimpulan.
Di dunia yang sudah tidak mudah lagi mendapatkan sumber sumber daya alamiah, tidak bisa lagi kita menggantungkan proses ekonomi pada bahan mentah dan bahan alam lagi, kalau sebuah sekolah kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan pada bagusnya gedung dan fasilitas. Ekonomi kreatif adalah jawaban atas langkanya bahan bahan mentah tersebut dan pendidikan serta pengajaran yang kreatif lah jawaban dari seluruh permasalahan organisasi sekolah. Untuk bisa membuat sebuah organisasi menjadi organisasi yang kreatif dan inovatif diperlukan sebuah pendekatan mamanjemen yang tepat. Pendekatan manajerial yang tidak berfikir sempit dan menyudutkan anggota organisasi pada jerat merasa bermasalah, merasa ada yang tidak beres baik pada diri anggota tersebut maupun pada organisasi yang menaunginya. Kepercayan yang seperti ini akan mematikan kreatifitas anggota organisasi karena mereka dibuat tidak percaya diri karena merasa memikul kekurangan dan kelemahan. Design thinking menawarkan paradigm baru dalam memandang permasalahan. Dimana permasalahan tidak dipandang sebagi Sesutu yang seram yang harus segera dibasmi, tapi permasalahan dianggap sebagi peluang atau undangan untuk berkarya dengan imaginasinya, dengan kreatifitasnya dan dengan daya inovasinya.
Dengan design thinking kita bisa meramalkan dan memvisualisakan masadepan lewat inovasi. Dengan demikian organisasi ataupun sebuah sekolah mampu menentukan strategi pengembangan dimasa mendatang bukan sekedar bisa menutup kekurangan dimasa kini seperti yang dianjurkan teori kendala. Selain itu dengan inovasi organisasi diharapkan mampu menciptakan pasar pasar baru dari produk produk yang baru juga dan sebuah sekolah mamapu menghasilkan best practices pendidikan dan pengajaran yang terbarukan setiap saat. Dan bahkan tidaklah sulit pemikir design untuk menciptakan model bisnis yang baru, demikin juga seorang guru dengan pemikiran design ini, tentu akan dengan mudah menemukan variasi variasi pengajaran yang baru dan bahkan terobosan baru di dunia pendidikan dan pengajaran.

Kepustakaan.
Brown, T. (2008). Design Thinking. Havard Business Review, 
Carnegie, Dale (1948), Petunjuk hidup tentram dan bahagia, Jakarta , PT Gramedia Pustaka Utama.
Dettmer, H. William. Goldratt's Theory of Constraints: A Systems Approach to Continuous Improvement. Milwaukee, WI: ASQC Quality Press, 1997.
Goldratt, Eliyahu M. (1986). The goal: a process of ongoing improvement. [Croton-on-Hudson, NY]: North River Press
Kottler, Philip (1997) ,  Manajemen Pemasaran, Jakarta , Prenhallindo PT
Pink, D.H. (2005). A Whole New Mind: berpindah dari jaman informasi menuju jaman konseptual. Jakarta. Penerbit Dinastindo

11 komentar:

  1. artikel yang menarik, kami juga punya artikel tentang 'Inovasi Organisasi' silahkan buka link ini
    http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3385/1/LAPORAN%20EKSEKUTIF.pdf
    semoga bermanfaat ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pujiannnya dan terima kasih sudah datang ke blog ini. saya akan coba ikut baca artikel yang ibu maksudkan agar saya juga bisa ambil maanfaatnya. Matur nuwun bu....

      Hapus
  2. Minta izin untuk dijadikan bahan referensi tugas design thingking
    Terima kasih :)

    Blogwalking: duwilestari02.blogspot.co.id

    BalasHapus
    Balasan
    1. silahkan jangan sungkan sungkan, terimakasih kunjungannya....

      Hapus
  3. Salam
    Salam kenal Pa, tulisan bapak luar biasa, sangat menginspirasi, kebetulan saya sedang mencari desaign thinking u pendidikan, eh ketemu tulisan ini. Klo boleh share pa referensi DT pada pendidikan?
    Apriyadi

    BalasHapus
  4. artikelnya sangat bagus dan lengkap pak, sangat membantu untuk tugas DT saya, terimakasih. kalau boleh kasih saran, sebaiknya jenis font nya dirubah pak, karena legibility nya agak kurang.

    BalasHapus
  5. pak saya ijin share di facebook ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. silahkan saja, kalau memang bisa bermanfaat bg sesama

      Hapus
  6. artikel yang bagus dan menarik. terimakasih ilmunya..

    BalasHapus

Saya sangat berterimakasih kalau anda tinggalkan komentar disini / Would you please leave a comment or a critique for the sake of my future writing improvements?

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...