Jumat, 18 Januari 2013

Sedikit Tentang Peraturan atau Tata tertib Sekolah.





Kalau kita mengharap keteraturan haruslah ada standard atau aturan yang dijalankan. Logika ini sudah lama berlaku dan masih berlaku sampai sekarang. Logika keteraturan memelukan aturan juga diyakini oleh sekolah sekolah kita, makanya tidak ada satu sekolahpun dimuka bumi ini yang tidak punya peratura ataupun tata tertib sekolah. Bahkan banyak sekolah yang menuliskan besar besar peraturannya didepan sekolah agar semua orang bisa membaca dan mengerti, walau tujuan yang sesungguhnya adalah agar team assesor akreditasi sekolah melihatnya. Iya nggak?
Walau membuat tata tertib sekolah adalah hal yang biasa dilakukan oleh guru dan sekoah manapun, akan tetapi sangat jarang guru atau sekolah yang berfikir apakah aturan main yang mereka gariskan itu akan bisa efektif dijalankan atau akan berakhir seperti banyak aturan yang lainnya; aturan tinggal aturan kapan dilaksanakannya kapan, itu tidak terlalu penting. Bahkan ada adagium kalau peraturan itu dibuat untuk dilanggar. Mengenaskan bukan?
Nah bapak dan ibu guru yang saya hormati, kalau bapak dan ibu ingin seluruh usaha pendidikan yang bapak dan ibu guru lakukan bermakna, tentu baapak dan ibu guru harus membuat segala sesuatu yang  dilakuan harus bermakna pula. Termasuk tata tertib yang bapak ibu buat. Kalau peraturan yang bapak dan ibu guru tetapkan tidak dilakukan secara efektif bapak daan ibu guru sudah membuka peluang untuk membuat semua yang bapak ibu lakukan disekolah kurang bermakna bagi siswa. Kalau tidak ada hal yang berarti dan bermakna bagi siswa, mereka akan meremehkan semua hal yang ada, termasuk diantaranya mereka akan meremehkan pelajaran yang ada, meremehkan gurunya dan bahkan tidak menganggap penting sekolah.  Bagaimana juga kita mengharapkan mampu mencetak manusia manusia yg berdisiplin tinggi, berkarakter baik, dan berprofil hebat, kalau tidak ada tuntunan kedisiplinan dari gurunya?
Kelemahan kita untuk secara disiplin menerapkan tata tertip atau aturan sekolah adalah karena peraturan sekolah terlalu rumit dan panjang lebar sehingga sulit untuk diingat, bahkan untuk membacanya pun ga ada yang sempat; termasuk guru gurunya. Kondisi begini akan mendorong pada pembiaran setiap pelanggaran karena gurupun akan malas mencari pasal yang dilanggar siswa. Paling mentok guru paling akan bilang ‘eitt ga boleh begitu’ sambil berlalu. Efeknya siswa merasa bahwa apa yang dilakukan masih OK maka besok pelanggarannya akan ditingkatkan kadarnya. Kekacauan yang dibiarkan dalam jangka waktu yang lama akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan akan jd karakter. Dan karakter tidak disiplin inilah yang sekarang mendominasi watak siswa siswi kita diseluruh pelosok negri. Itu artinya tidak banyak sekolah yanh konsisten memegang teguh peraturannya.  Bolos, tidak mengerjakan PR, berani sama gurunya, tidak ada sopan santunnya, pelcehan sexsual, sex bebas dikalangan pelajar, tawuran adalah buah dari ketidakpedulian guru atas peraturan sekolah.
Nah akibat pembiaran ketidak disiplinan ini tentu tidak akan kita biarkan terus terjadi bukan? Bagaimana caranya? Ya kita mulai dari bikin aturan yang mudah dijalankan.  Dalam tulisan yang ga beraturan ini saya akan jelaskan beberapa syarat membuat peraturan sekolah yang bisa dijalankan dengan efektif.
         bisa dimengerti
membuat peraturan sekolah haruslah menggunakan kata kata yang lugas dan tidak bersayap, agar bisa dimengerti.  Dengan mudahnya aturan dipahami siswa, bukan saja siswa akan mudah menjalankan aturan tersebut, tapi juga siswa tidak akan mampu membantah kalau mereka melanggar peraturan tersebut, karena semuanya sudah jelas. Dan artinya gurupun akan dengan mudah menunjukkan kesalahan yang dilakukan siswa.
         bisa dilaksanakan
Syarat kedua peraturan adalh bahwa peraturan itu haruslah mudah dilaksanakan. Peraturan seperti “siswa harus menciptakan suasana yang kondusif untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar” atau “Siswa dilarang mengenakan riasan yang berlebihan, tidak wajar, dan tidak sesuai dengan umurnya” adalah peraturan yang tidak jelas dan oleh karena itu akan sangat sulit dilaksanakan. Jadi buatlah peraturan yang lebih sederhana bahasanya dan bisa dilaksanakan.
          tidak melanggar kehormatan dan pribadi seseorang
Peraturan juga tidak boleh melanggar kehormatan pribadi seseorang atau golongan. Siswa siswi kita berkarakter beda dengan siswa siswi yang sekolah tahun 70-80an. Pada tahun tahun 70an mayoritas sekolah mempunyai  siswa yang homogen; dari suku yang sama, oakai bahasa yang sama, adat istiadatnya sama, kebudayaannya sama, agamanya sama, bahkan makanannya dan tingkat kelas sosialnyapun sama. Sehingga peraturan akan lebih gampang dibuat. Sekarang siswa siswi kita lebih beragam baik asal usul, kebudayaan, agama, kebiasaan, kelas sosialnya juga berlainan, oleh karena itu buatlah peraturan yang tidak menyinggung salah satu dari mereka.
         Jangan menggunakan kata “jangan” ataupun “tidak”.
Kalau saya katakan bikin peraturan jangan memakai kata “jangan” ataupun “tidak”, biasanya para guru selalu merespon dengan kalimat ‘ iya, betul karena kita harus selalu berfikir positif, positive thinking”.  Dan biasanya saya merespon balik dengan tersenyum sambil berkata, “benar sekali, kita harus selalu berfikir positif, berfikir positif akan membuat semangat kita tak pernah padam, tidak ada kata ‘putus asa”. Namun sebetulnya latar belakang dari peraturan yang tidak memakai kata “jangan” ataupun “tidak”, bukanlah masalah positive thinking.  Karena kedua hal itu berbeda dan tidak berada di kapal yang sama. Kata “jangan” ataupun “tidak” dalam peraturan itu pada galibya akan membingungkan siswa maka kita tidak boleh memakainya. Dengan berteriak “jangan berisik!” bapak dan ibu guru memang bisa mencegah siswa membuat gaduh kelas, namun siswa masih belum mengerti apa yang gurunya inginkan mereka lakukan. Coba kalau gurunya berkata ; “ semuanya duduk yang rapi dan dengarkan saya!” siswa langsung tahu apa yang harus dilakukan dan ngerti apa yang harus ditinggalkan.
         Tegas
Peraturan yang tegas adalah peraturan yang dilakukan secra efektif, artinya siapa yang melanggar akan mendapat konsekwensi dari pelanggran yang dilakukan. Oleh karena itu peraturan yang diberlakukan harus disertai konsekwensinya.
         Adil
Peraturan akan terasa adil kalau dilakukan tanpa pandang bulu, siapapun, kapanpun dimanapun peraturan dilakukan maka konsekwensi itu harus dijalankan. Padang bulu juga berarti bulunya pak guru dan bu guru, artinya pelanggran itu diketahui guru yang mana saja maka konsekwensi itu akan tetap berlaku. Sebab kalau hanya satu dua guru saja yang menjalankan peraturan dengan benar maka siswa akan membuat penilaian tersendiri pada masing masing guru. Dan ini akan tidak bagus bagi pengembangan disipilin, watak, dan tabiat siswa. Selain peraturan harus dipatuhi oleh siswa seluruh komponen sekolah juga harus seia sekata menegaka aturan tersebut.
         Konsisten
Konsisten itu bermakna konstan, tetap atau sama. Peraturan yang diberlakukan disekolah haruslah selalu konsisten, semua orang diperlakukan sama. Jangan sampai hari ini si A tidak mengerjakan PR, dia diminta mengerjakan Prnya diruang guru saat istirahat sehingga dia tidak sempat istirahat dan makan siang, besoknya si B tidak mengumpulkan PR cum diomel omelin saja atu bahkan dibiarkan saja. Ketidak konsistenan ini akan mebuat siswa tidak akan menghormati peraturan, guru dan sekolahnya. Kalau sudah begitu harapan untuk mendidik siswa kita  jadi pribadi yang matang dewasa tidak akan pernah terwujud. Dan kita akan kembali mendapati siswa kita hamil diluar nikah, atau tawuran dijalan.

Sebagai tambahan pemahaman, penulis sarankan untuk mengajak siswa membuat peraturannya sendiri dan menetukan konsekwensinya. Dengan melibatkan siswa dalam membuat aturan kita telah mengajarkan rasa tanggungjawab, kepercayaan pada diri sendiri, dan sekaligus mereka merasa dipentingkan. Begitu peraturan dan konsekwensinya jadi, siswa akan lebih merasa wajib patuh karena peraturan itu mereka yang membuat sendiri. Untuk konsekwensinya guru harus hati hati dalam mengarahkan siswa saat membuatnya. Jangan sampai konsekwensi berubah jadi hukuman yang merendahkan derajat siswanya. Untuk hal ini mungkin bisa dibaca diartikel saya yang lain, Hukuman, konsekwensi, dan siswa nakal dalam manajemen tingkah laku (behaviour management). Selamat membuat peraturan ataupun tata tertib sekolah. Semoga sukses...



4 komentar:

  1. boleh tau buku yang digunakan sabagai rujukannya ???

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya kebetulan tak punya referensi mas kikii...kalau saya mau nilis ya nulis saja baik buruk ya saya serahkan ke sidang pembaca....toh ini bukan tulisan ilmiah yg perlu saya pertanggungjawabkan di depan team pengujikan mas? jd saya ga pakai referensi. salam....

      Hapus
  2. Tulisannya bermanfaat sekali pak....

    BalasHapus
  3. alhamdulillah kalau bgt..terimakasih kunjungannya...maaf tulisan lama semua belum tergerak nulis lagi...:D

    BalasHapus

Saya sangat berterimakasih kalau anda tinggalkan komentar disini / Would you please leave a comment or a critique for the sake of my future writing improvements?

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...