Senin, 28 Maret 2011

ajari anak anak kita apa yang mereka butuhkan


Penulis masih sangat sangat ingat kapan pertama kali pegang telepon umum untuk menelfon seorang teman yang kebetulan ditempat kerjanya punya telefon. Waktu itu rasanya hati deg deg plas, dalam hati penulis berkata ‘ bisa nggak yah aku nelfon, takutnya ga bisa, kan bisa malu sama yang antri dibelakang”. Pada saat mau nelfon itu penulis sudah berumur 22 tahun dan itu terjadi ditahun 1992 yang lalu. Gampangnya duapuluh tahun yang lalu alat telekomunikasi yang tercanggih yang tersebar di masyarakat itu baru telefon dan malangnya tidak semua manusia bernasib baik bisa ngerti bagaimana memakai telefon, termasuk penulis yang waktu itu adalah mahasiswa tingkat akhir Universitas terkemuka di Yogyakarta. Bisakah dibayangkan seorang mahasiswa tingkat akhir dari universitas sangat terkenal tidak bisa nellfon? Yah itu terjadi baru duapuluh tahun yang lalu. Bagaimana kini?
Anaknya penulis yang baru umur 2 tahun kurang dua bulan saat ini, sudah sering minta ditelfonkan dan di telfon embahnya. Pegang Hp tidak grogi dan pegang mause computer biasa saja. Beda bukan? Yah jaman sudah berubah, semuanya berupah sangat cepat dan tidak terasa. Benarkah kehidupan ini sudah berubah di semua lini? Sepertinya ada yang belum berubah. Dimanakah yang belum berubah? Yah setahu saya di dunia pendidikan masih belum banyak beranjak sejak dari masa saya yang gagap tehnologi dulu sekolah. Kurikulum ya masih begitu begitu saja, cara pengajaran, metodologi, pendekatan, dan alat alat peraga pendidikan tidaklah berubah signifikan. Jadi benarkahkan sudah 20 tahun dunia pendidikan tidak berubah? Ya benar dan tidak benar. Benar, karena memang penulis belum melihat ada perbedaan antara cara ngajar guru penulis  waktu masih sekolah dengan cara dan isi pengajaran guru guru sekarang, tidak benar, karena sesungguhnya metode dan sistem pengajaran yang ada sekarang ini belum berubah dari metode dan sistem pengajaran sekolah sekolah jaman revolusi industry di perancis diabad 18. Jadi dunia pendidikan hampir tidak berubah selama 300an tahun. 
Waduh…thik cilaka temen bocah sekolah saiki… anak anak kita hidup di abad 21 tapi mereka diajari untuk menyongsong hidup model abad 18. Inilah “jaka sembung bawa golok” terbesar dalam dunia pendidikan kita di Indonesia.  Pendidikan model abad 18 adalah model pendidikan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dibidang industry yang berkembang pesat karena ditemukannya mesin uap dan mesin industri lain di eropa yang memicu revolusi industry dunia yang tentu dimulai dari Perancis. Pada saat itu anak sekolah perlu dibekali sedikit pengetahuan dan kemampuan menulis serta sedikit ketrampilan dibidang permesinan, maka mereka bisa terserap di dunia kerja. Mereka semua disiapkan jadi pegawai diperusahaan perusahaan dan perindustrian.  Profil sekolah untuk mencetak buruh ini ternyata masih tidak berubah bentuk sampai saat ini, dimana mesin industry sudah mulai nganggur karena sumber daya alamnya sudah mulai habis. Jadi inget waktu ngerjain teman yang kuliah diperminyakan “ Ehh lu cepet cepat di kelarin kuliahnya, minyak dunia sudah mau habis..takutnya lu baru kerja setahun dua tahun minyak habis nganggur lu, hahahaha”.
Dan sekarng ini hamper semua sumber daya alam mulai habis, tapi anak anak kita masih dididik untuk dipersiapkan menjadi buruh industry seakan sumber daya alam masih melimpah. Kasihankan?
Mari kembali pada paparan awal, dunia kini is changing, lingkungan berubah, tata nilai berubah, tehnologi berkembang dengan pesat, bentuk bentuk perekonomian berubah, pola transaksi  sudah tidak sama lagi, lapangan pekerjaan yang lama menghilang dan kini muncul jenis jenis pekerjaan baru yang bahkan tak terpikirkan sepuluh tahun yang lalu. Perekonomian sudah berubah dari perekonomian dengan basis agraris telah berubah menjadi perekonomian berbasis industry (abad 17), perekonomian berbasis industry telah berubah pada perekonomian berbasis informasi (abad 20) dan sekarang disaat sumber daya alam sudah jarang, perekonomian sudah melompat pada perekonomian yang berbasis kreatifitas dan inovasi (ekonomi kreatif)…. Namun dunia pendidikan masih mempersiapkan siswa untuk menghadapi perekonomian berbasis industry. Alias ketinggalan tiga abad.walah walah siapa yang bodoh ini...sesungguhnya....
Jelas kita masih mengajari anak anak kita masa lalu….. kapan kita sadar dan memulai untuk mengajarkan pada anak anak kita masa depan mereka……masa depan yang memerlukan kreatifitas dan keuletan dan daya imaginasi untuk mendorong inovasi.... yang tentu saja tidak akan bisa dicapai dengan mengandalkan model pengajaran kuna yang menekankan pada hafalan dan pemahaman materi seperti yang terjadi sekarng ini....
Ah bodoh kali kita ini…….

Sistem evaluasi sekolah kita sudah layakkah?



Mengingat hasil pendidikan di sekolah sekolah Indonesia hanyalah pengangguran pengangguran intelek yang bertebaran dan berseliweran dari satu instansi ke instansi yang lain dalam rangka mencari pekerjaan, dan hal ini pernah ditandai dengan rekor spektakuler , yaitu digelarnya rekrutmen kerja dari sebuah televisi swasta di Gelora Bung Karno Jakarta yang dihadiri lebih kurang 110 ribu sarjana pencari kerja beberapa tahun silam. Bayangkan saja ada lebih dari seratus ribu sarjana nganggur yg bisa dikumpulkan hari itu. Ini mungkin adalah rekor dunia yg pernah dibuat di Indonesia sekaligus potret buram hasil pendidikan kita.
Jelas ada yang tidak beres dalam system pendidikan kita, yang PAK MENTRI PENDIDIKAN dan jajarannya harus kaji ulang. Kesalahan system dan visi pendidikan ini juga ditunjang oleh buruknya system evaluasi di sekolah sekolah Indonesia. Maksud saya sistem evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang selama ini dikembangkan di sekolah sekolah Indonesia mendorong ketersesatan pola dan sistem pendidikan bagi anak anak Indonesia semakin jauh dan makin ora genah. Ora ada juntrungannya.
Seperti yang lazim kita ketahui, sistem penilaian atau evaluasi hasil belajar disekolah selalu melibatkan pekerjaan rumah, ulangan harian, ujian tengah semester, ujian akhir semester dan yang lebih jauhl agi, Pak Mentri ikut memberi ujian pamungkas yang mereka sebut UJIAN NASIONAL.  Semua jenis ujian bagi anak anak kita mulai dari SD sampai perguruan tinggi itu semua mengandalkan test penghafalan dan mentok mentoknya pada pemahaman. Kemudian sebagai ganjaran bagi yang berhasil menghafal diluar kepala adalah NILAI YG BAIK alias yang jumlahnya besar. Sedang bagi yang gagal mengingat karena lupa belajar atau karena rumahnya sedang kerendem air banjir, atau bagi yg bernasib sial karena sedang ada trouble dirumah,  maka nilai kecil yang mereka dapat. Selain mereka nantinya pulang dengan predikat bodoh karena tak dapt ranking juga akan membawa rasa penyesalan, rasa malu, rasa tidak diperlakukan adil yang akan bermuara pada rasa rendah diri. Rasa rendah diri yang berlebihan akan membuat si anak didik terpuruk selama hidupnya karena mereka merasa tidak pintar dan tidak berguna maka mereka merasa tidak pantas untuk hidup lebih baik….Beginikah yang kita harapkan dari pendidikan kita?
Bagaimana dengan yang pintar? Yang pintar dengan keberhasilannya mendapat nilai bagus dan rangking dan didorong pujian dari sekolah dan rumah  maka mereka sudah merasa amat hebat,brilian, sehingga bukan saja mereka lupa bahwa ilmunya belum cukup banyak tapi juga sudah terlanjur jumawa dan mengecilkan orang lain. Dengan begitu ternyata secara tidak sadar arogansi juga dipupuk di dalam sekolahan. Hal seperti inilah jawaban kenapa juara olimpiade tidak lulus UN. Kesombongan membutakan mata sebaagian siswa kita yang ahli hafal menghafal. Gilanya, aku sedih untuk menuliskannya, kesombongan merupakan hasil dari pendidikan. Ironis nggak shih  mas????
Dampak sosialnya tidak kalah hebat. Banyak uang bertaburan di dunia pendidikan sebagai sogokan dari siswa buat guru ataupun dosennya agar mendapat nilai bagus, hal ini juga dilegitimasi oleh perusahan perusahaan penerima pekerja yang mensyaratkan nilai bagus. Wis edan semua. Atasa nama nilai bagus juga, siswa tidak tahu malu yang juga di dukung oleh gurunya yang tidak tahu malu yang direstui oleh kepala sekolahnya yang tidak tahu malu, pada saat Ujian Nasional cari bocoran kunci jawaban. Dan  hal ini  bisa  saja menjurus lebih kompleks dari yang kita pikirkan, takutnya bocoran kunci jawaban ini suatu saat  nanti bisa saja disutradarai malah oleh pejabat pemerintah daerah yang tidak pingin di daerahnya banyak siswa yg tidak lulus UN. yah mudah mudahn sich tidak terjadi, sebab malu kan…kalau banyak yang tidak lulus di daerah itu dan kedengaran kepala daerah yang lain? SEcara teoritis dah ketahuan bahwa lingkaran setan system penilaian sekolah ini akan menghasilkan manusia manusia Indonesia yg tidak percaya diri dan tidak beraklak yang terpuji. Kecurangan untuk mengejar nilai ini nanti pada waktunya dipraktekkan oleh siswa yang bernasib baik jadi pejabat negara untuk mencurangi APBN dan APBD. Nah  loh…Sekolah kita Cuma menghasilkan koruptor dan maling.  sungguh sangat menyedihkan bukan?
Ada baikanya kalau Secara individu sekolah atau secara nasional oleh  PAK MENTRI, mencoba merubah system evaluasi hasil belajar sekolah ini dari sistem scoring menjadi sebuah system penilaian yang AUTENTIK, sebuah penilaian yang mengukur hasil belajar siswa secara benar dengan standar yang benar dan ditetapkan secara benar, bukan system penilaian yang didasarkan hasil hapalan dan dengan standard yang tidak jelas? Kenapa system penilaian atau laporan hasil evaluasi dengn skor tidak punya standar yang jelas? Ya siapa yang bisa menjelaskan maksud dari nilai 9 atau nilai 4 untuk pelajaran bahasa Ingris misalnya?
Ingin tahu lebih jauh? Yah kami siap diskusi dengan Bapak atau ibu yang peduli dengan pendidikan negri ini dan siap juga untuk berbagi dengan bapak dan ibu guru di sekolah manapun di Indonesia.

Anda mau anak anda berhasil sekolah ataukah berhasil belajar

Seorang ibu muda dengan gemas mengadu ke suaminya tentang hasil raport anaknya yang duduk di bangku kelas satu sekolah dasar. “ Tuh yah anakmu nilainya semua dibawah rata rata kelas, kan aku malu kalau ambil raport masak punya anak ranking terakhir dikelas? Aku dulu dengan murid dikelas dua kali lipat jumlahnya sajaj bisa setidaknya ranking 5 bahkan sesekali jura kelas, masa murid Cuma 25 ranking 25 juga?” Dengan santai sang suami bertanya “emang rata rata nilai anakmu berapa?” “Cuma 64,5”. “Terus standard ketuntatasan minimal sekolahnya berapa?” tanya suami. “enam” jawab pendek istrinya. “Anakmu dah bisa baca tulis belum?” pertanyaan lanjut sang suami. “ bacanya sudah lancar, nulisnya kadang hurufnya masih kurang”. “ ah itu sudah bagus biarin saja, anak kelas satu SD sudah bisa baca tulis itu sudah cukup, bagi saya anak sudah mau belajar itu sudah bagus, jadi juara itu sama sekali tidak penting” lanjut suaminya.
Percakapannya memang tidak sama tapi isi pembicaraannya serupa, sungguh pernah terjadi dan di saksikan penulis. Ada orang tua yang kebakaran jenggot (walau si ibu muda itu tidak punya jenggot) lantaran anaknya tidak juara atau setidaknya dapat ranking. Bahkan penulis pernah dengar ada orang tua meneror walikelas anaknya gara gara anaknya tidak dapat rangking. Sementara si ayah dalam percakapan diatas sangat santai menerima kenyataan anaknya rangking terakhir dikelasnya, karena dengan mengetahui bahwa anaknya sudah mampu membaca di kelas 1 SD berarti anaknya sudah belajar. Dengan demikian penulis makin ingin tahu sebetulnya apa sih yang diharapakan dari hasil pendidikan sekolah? Kalau anda sebagi orang tua dan ditanya apa yang anda harapakan dari sekolah bagi putra putri anda, tentu anda akan menjawab bahwa anda mengharapakan putra putri anda mendapatkan pendidikan yang baik. Pertanyaannya pendidikan yang baik itu yang seperti apa? Benarkah pendidikan yang baik bagi anak anak kita adalah pendidikan yang mampu mencetak para juara, seperti yang diharapkan ibu muda diatas? Ataukah sebaliknya pendidikan yang baik itu yang mampu membuat peserta didiknya belajar seperti yang disampaikan sang ayah?
Coba kita tengok model pendidikan kita selama ini. Pendidikan di Indonesia selama ini mengacu pada upaya untuk membuat siswa menghafal semua hal agar mampu mengerjakan test - test tulis dan jadi juara kelas, juara cerdas cermat ataupun juara olimpiade. Pasti ada juga guru yang mendebat ini dengan mengatakan, bahwa mereka tidak hanya membuat siswa menghafal tapi membuat siswa mengerti apa yang mereka pelajari sampai benar benar “nglothok” sehingga mereka pantas jadi juara. Pertanyaan balik saya adalah apakah kalau siswa sudah mengerti dan sudah hafal sampai “nglothok” itu sudah Ok dan cukup? Terus kalau sudah hafal dan mengerti selesaikah proses pendidikan? Dengan hafal dan mengerti sudah cukupkah bekal anak itu untuk meraih masa depannya?
Jawaban dari seluruh pertanyaan itu Cuma satu kata “belum”. Buktinya, begitu banyak bekas juara kelas dan wisudawan suma cum laude yang gentanyangan jadi pengangguran, atau kalau nasibnya lebih baik mereka Cuma jadi karyawan dengan gaji SUMEDANG ( Sekedar Untuk MEmbuat DApur NGebul), sebaliknya banyak sekali orang yang prestasi  akademiknya biasa biasa saja malah jadi atasan atau malah jadi pengusaha yang memperkerjakan yang dulunya ranking satu atau lulusan suma cum laude.
Dengan begitu berhasil sekolah sama sekali bukan jaminan masa depan siswa. Oleh karena itu kita harus meyakinkan semua orang bahwa yang terpenting bagi anak dan siswa kita adalah bukan berhasil sekolah tapi berhasil belajar.  Keberhasilan siswa di sekolah identik dengan banyak baca dan menghafal,  banyak pekerjaan rumah dan kesibukandengan catatan, meringkas, lalu membuat rumus rumus untuk menghafal, kejar mengejar image sebagi juara kelas, sibuk memepersiapakan segala bentuk ujian dan ulangan. Ujung dari semua itu Cuma sekedar dia bernilai baik kalau nilainya diatas delapan dan jelek kalau kurang dari enam. Beginikah pendidikan yang kita harapakan bagi anak anak kita?
Bagaimana kalau kita mengutamakan keberhasilan belajar bagi anak anak kita? Apa yang akan mereka lewati? Siswa yang berhasil belajar identik dengan siswa yang memahami dirinya sendiri baik kelebihan maupun kelemahannya. Siswa yang berhasil belajar adalh siswa yang mendapatkan dorongan dan pemberdayaan yang cukup dari orangtua dan gurunya sehingga mereka mampu menjadi diri sendiri yang bisa hidup mandiri, kreatif dan inovatif karena tersah semua bakat yang mereka miliki. Siswea yang berhasil dalam belajarnya adalh siswa yang mengerti akan dirinya dan memahami posisinya di depan manusia lain dan di depan Allah yang maha kuasa, sehingga siswa mampu menempatkan diri, berlaku dan bertindak sesuai dengan nurma hokum nurma adat dan norma agama. Siswa yang berhasil dalam belajarnya adalah juga siswa yang mengenal dirinya mengenal orang lain dan mengenal posisinya dalam masyarakat sehingga mereka mampu membawa diri, handal dalam bersosialisasi dan mampu berkomunikasi dengan baik dengan orang lain, sehingga mereka bisa menjadi sosok sosok yang bisa diterima dalm masyarakatnya dan mampu meimipin masyarakat atau orang orang disekitaranya. Apakah mereka perlu jadi juara kelas? Tidak penting….

Minggu, 06 Maret 2011

PAKET PELATIHAN GURU UNTUK PENGEMBANGAN SEKOLAH



Pendahuluan

Di lihat dari sejarahnya yang bermula sejak tercetusnya revolusi industry di Perancis abad 18, sekolah diadakan untuk mengajarkan pengetahuan tertentu saja untuk bekal mencari kerja siswa siswinya karena revolusi industry saat itu mentriger perubahan sosial budaya dan pertumbuhan ekonomi serta memrbuka peluang kerja seluas luasnya pada orang yang mempunyai kecakapan dan ketrampilan khusus.. Di sekolah pada awalnya hanya ada transfer pengetahuan (transfer of knowledge) dari pengajar ke murid yang diajar. Tapi perkembangan selanjutnya, sekolah bukan hanya tempat menimba pengetahuan, tetapi juga tempat pembentukan karakter manusia. Para ahli pendidikan dan Psikolog juga menyatakan bahkan bahwa watak dan tingkah laku manusia sangat ditentukan oleh lingkungan sekolah, disamping juga di pengaruhi linkungan keluarga dan lingkungan masyarakatnya. 
Dari sudut pandang dan bahasa yang berbeda, Ian Robertson, seorang sosiolog dari University of California Los Angeles, menggambarkan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan (education) itu juga berarti sosialisasi (socialization). Ada tersirat dari pernyataan Robertson diatas bahwa sekolah bukan hanya tempat siswa belajar pengetahuan formal tapi juga tempat siswa menginternalisasikan nilai nilai, norma- norma sosial, moralitas, dan peraturan peraturan lain dalam dirinya untuk pembentukan dan pencarian jati dirinya.
Di negara kita Indonesia, bahkan telah berkembang anggapan bahwa dalam proses pembelajaran di sekolah itu ada dua proses yang berjalan simultan. Pertama adalah proses “pengajaran” dimana seorang guru mengajarkan dan mentransfer pengetahuan formal kepada para siswa sehingga siwa memiliki pengetahuan tertentu. Proses lain yang berjalan seiring adalah proses “pendidikan”, dimana seorang guru dituntut untuk mensosialisasikan nilai nilai dan norma norma sosial pada perserta didik. Sehingga seorang guru pun dianggap sangat bertanggung jawab untuk memberikan contoh yang baik tentang moralitas,. Oleh karena itu masyarakat menganggap orang terdidik bukan hanya orang yang pintar dengan pengetahuan yang banyak tetapi juga harus yang berkepribadian dengan tingkah laku yang sesuai dengan nilai nilai dan norma sosial.
Namun itu ternyata tidak cukup, pendidikan di abad 21 ini dituntut bukan hanya mencetak manusia manusia yang berilmu dan berwatak tapi juga dituntut untuk menciptakan SDM yang kreatif dan innovative. Karena telah terbukti selama ini lulusan lulusan dunia pendidikan yang pintar dan berkarakterpun ternyata tidak mampu merespon perubahan perubahan yang terjadi dewasa ini. Banyak orang pandai yang menjadi penganggur dan akhirnya menjadi beban masyarakat dan Negara. Lulusan yang kreatif ,inovatif dan berani ambil resiko adalah jawaban kemajuan bangsa dan kesejahteraan umat manusia.
Untuk mencapai semua itu kita bisa kembangkan sekolah melalui serangkain pelatihan sebagai berikut:

1. Tahap starter


a. Profil dan arah pendidikan abad 21.
Memberikan wawasan kepada guru dan kepala sekolah perbedaan arah dan tujuan pengajaran ditahun tahun yang silam dengan apa yang diharapkan terjadi di dunia pendididkan diabad sekarang agar siswa mampu beradaptasi dan bisa menyongsong abad yg penuh tantangn dengan suka cita. Arah pendidikan yang semata mata membuat anak didik hafal dan paham akan bahan ajar yang disampaikan guru terbukti hanya menjadikan sekolah menjadi sebuah beban psikologis bagi siswa. Andai tujuan sekolah membuat siswanya hafal dan mengerti terbukti sukses dengan nilai UN rata rata 09,00, bukan berarti pendidikan yang dikembangkan sekolah itu sudah bisa dianggap paripurna, karena pertanyaannya adalah, setelah paham terus siswa bisa berbuat apa? Sarjana dengan IPK nyaris 4,00 pun tak lebih dari calon pencari kerja seadanya dengan gaji sesuka suka yang memperkerjakannya. Beginikah arah pendidikan yang kita harapkan untuk Indonesia?
Pengembangan pendidikan yang hanya sampai pada pemupukan Low order thinking skills harus dihentikan. Siswa berhak mengalami sebuah system pembelajaran yang mengembangkan High order thinking skills, agar mereka bisa mengatasi persoalan hidupnya di masa depan. Orang tua sekarang mulai menyadari salahnya model pendidikan yang diterima putra putrinya di sekolah. Mereka tidak lagi menginginkan anak anaknya sukses SEKOLAH, yang mereka inginkan bahwa anak anak mereka semuanya sukses BELAJAR.
mu 
b. Apa yang dilakukan guru pada pengajaran abad 21
Menggambarkan tantangan yang dihadapi guru dan langkah langkah antisipasi guru agar mampu memenuhi kualifikasi dan kompetensi guru di abad 21. Perubahan visi pendidikan di abad 21 ini serta berkembangnya tuntutan akan system, metode dan bentuk pendidikan, mengharuskan guru segera berbenah dan menyesuaikan diri dengan tuntutan jaman yang selalu berubah. Guru sekarang dituntut melakukan perubahan perubahan mendasar pada tataran keyakinannya (belief) sebagi seorang guru. Sudah ada perubahan keyakinan dan tatanilai (value) dalm dunia pendidikan. Guru yang tidak segera menyadari akan tergilas dan terlempar ditempat yang asing. Pendek kata paradigm guru sebagai pendidik harus segera di rubah atau Indonesia akan makin lama terjebak dalam kubangan kemiskinan.

c. Classroom management
Memberi gambaran kepada guru bagaimana menata ruang kelas yang baik yang sesuai dengan standar ruang kelas abad 21, sebuah tempat belajar yang terasa aman dan nyaman untuk pengembangn diri siswa. Selain itu juga diajarkan bagaimana bentuk hubungan kerja sama antara sesame guru dan guru dengan orang tua siswa dengan tujuan untuk menciptakan suasana belajar yang baik aman dan nyaman bagi siswa. Penataan ruang kelas juga akan menentukan apakah system pembelajarannya nanti akan bersifat student-centered learning atau teacher-centered learning, muridnya belajar difasilitasi guru, atau gurunyanya blajar ngoceh dilihat muridnya.

d. Behavior management
Sebuah ruang kelas akan memencarkan suasana yang sejuk dan damai dan terasa aman dan nyaman untuk proses belajar mengajar, apabila seluruh penghuni kelas bisa diatur untuk selalu menjaga ketenangan dan ketertiban. Manajemen tingkah laku adalah sebuah ilmu yang akan membawa guru pada kemampuan mengatur tingkah laku siswanya sehingga guru bisa menciptakan suasana belajar yg kondusif bagi siswa siswinya. Guru haruslah mengandalkan kemampuan managemen yang baik dalam mengatur siswa siswinya, bukan lagi saatnya guru mengandalkan ancaman dan hukuman untuk menenangkan siswanya. Hal ini diperlukan agar guru tidak terjebak pada bulliying dan pelecehan (harassment) serta kekerasan (coercion) terhadap muridnya. Ingat siswa sekarang memiliki orangtua yang sangat melek hokum. Guru bisa dibawa ke siding pengadilan kalau salah langkah dalm membimbing siswanya.

e. Pengembangan watak peserta didik (character Building)
Sekolah sekarang bukan lagi tempat bagi siswa untuk berlatih menghafal dan mengerti pelajaran yang diberikan guru. Sekolah sekarang adalah sebuah wadah bagi siwa untuk menjadi dirinya sendiri. Guru harus mampu mengarahkan perkembangan kepribadian siswanya sesuai kecenderungan dan bakat bakat alami yang dimilki siswa. Arahkan siswa bukan hanya bisa berfikir hafal dan mengerti pelejaran. Jadikan mereka pribadi pribadi yang kreatif dan inovatif lebih dari itu jadikan mereka the best of them. Jadikan mereka diri mereka sendiri dan ajarakan pada mereka cara hidup bersama.

2. Tahap pengembangan (progressive)


a. Pengembangan otak kiri dan otak kanan
Manusia diberikan oleh yang kuasa dua belahan otak yang menyatu dalam rongga kepala, selama ini system pendidikan hanya terpacu pada pengembangan otak kiri saja, sementara belahan otak kanan tidak tergarap dengan baik, sehingga ada ketidak seimbangan pada perkembangan manusia. Guru punya kewajiban untuk mengembangkan kedua belahan otak ini. Pemahaman akan fungsi otak kanan dan otak kiri serta bagaimana cara mengembangkan kemampuannya sangat perlu dikuasai oleh guru dimanapun dia berada. Agar siswa siswinya mampu mencapai pada tingkatan diri mereka yang terbaik. 

b. Pelatihan Pengembangan kecerdasan ganda (multiple intelegences).
Manusia diyakini memilki kecerdasan yang beraneka macam, dan masing masing orang memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda di masing masing ranah kecerdasan. Kecerdasan masing masing individu yang berbeda itulah yang membuat kita tidak bisa menilai siapakah yang paling pintar diantara Rudi Hartono, Rudi Hadisuwarno, Rudi Calcess, Rudi Chairudin dan Rudi (BJ.habibie) walau mereka semua bernama Rudi, karena telah terbukti mereka hebat dibidang masing masing. Bidang kehebatan masing masing Rudi itulah yang disebut orang kecerdasan ganda. Pendek kata Allah sesungguhnya memberikan kecerdasan pada tiap manusia, Cuma saja kecerdasan yang diberikan dibidang yang berbeda beda, tugas guru adalah mengakomodir perkembangan semua jenis kecerdasan sesuai yang diminiati masing masing siswa, hal ini penting karena siswa harus bisa mengenal diri sendiri. Jadi tidaklah benar bila ada siswa yang tidak cerdas. Guru wajib memahami ini dan mampu mendorong siswa untuk mengasah kecerdasan masing masing siswa, sehingga semua orang memiliki masa depan yang sama cerah. No Child left behind kata orang barat.


c. Pelatihan penggunaan Bloom’s taxonomy dalam pembelajaran.
Teori taxonomy kemampuan pikiran manusia yang digagas oleh Benyamin Bloom dan yang akhirnya dikoreksi oleh Andersons memang sebagian besar guru pernah dengar bahkan tahu dan hafal. Namun begitu baru sedikit guru yang benar benar mengajak siswanya berfikir pada tataran High order thinking skills seperti yang digagas oleh dua ahli diatas. Karena tuntutan kurikulum dan tuntutan Ujian nasional, guru kurang memperhatikan perkembangan pemikiran siswa apakah siswa masih berkutat pada low order thingking skills atau sudah beranjak ke yang high order. Kecuekan guru ini bisa jadi dipicu karena tuntutan kurikulum tapi bisa juga dikarenakan kurang pahamnya guru tentang cara memebuat siswa berfikir pada tataran High order thinking skills. Pelatihan adalh kunci dari semua itu.

d. Perlunya leadership life skill dalam pendidikan

Dalam pelatihan ini kita akan membahas unsur unsur kepemimpinan dan arti pentingnya bahwa semua siswa harus mampu menyerap unsur unsur itu dalam dirinya menjadikan semua unsur itu menjadi bagian dari watak siswa. Dengan demikian kita berharap bahwa semua siswa itu nantinya bisa menjadi calon calon pemimpin di negri ini di masa depan. Unsur unsur yang dimaksud antara lain, hal ini terasa penting kalau kita menyadari bahwa pendidikan sesungguhnya adalh tempat pembentukan watak dan karakter siswa, selain memebuat siswa pandai. Character building tidak bisa dilakukan sambil lalu atau diceramahkan, tapi harus dipolakan dalm bentuk hidden curriculum. 

e. Aproches to learning

Pelatihan ini memberikan gambaran bagaimana memberi arah pada setiap usaha pengajaran dan pembelajaran di dalam kelas, agar bermanfaat bagi siswa yang belajar. Dan pendekatan pembalajaran yang diharapkan bisa memberi arah dan tujuan dalam setiap proses belajar mengajar adalah:

f. Metodologi pengajaran abad 21
Jaman sudah sanagt berubah, perubahan jaman itu tidak lagi pakai hitungan tahun, tapi hitungan perubahan adalah detik. Pada faktanya tehnologi yang sekarang menjadi agen besar perubahan peradaban manusia berkembang begitu cepat, saat kita asyik minum secangkir kopi di kafe pilihan, diluar kafe sebetulnya sudah ada bermunvculan penemuan penemuan baru dalam bidang tehnologi yang akan merubah pola hidup kita esok pagi. Guru sebagi bagian dari agen perubahan harus mampu menyiapkan siswa siswanya untuk menghadapi perubahan perubahan masa depan. Ajarkan pada siswa kita semua hal tentang masa depan mereka, jangan ajarkan pada mereka apa yang kita dapat di masa lalu kita. Paradigm kita sebagi guru harus segera berubah, cara ngajar kita juga harus berubah, sitem pendidikan kita juga segera harus diganti. Kalau tidak anak anak murid akan mempelajari sesuatu yang sudah habis masa berlakunya 30 tahun yang lalu. 

 3.   Tahap booster

a.            Pelatihan Pengembangan TQM (Total Quality Managent) dan TCS (total Customer satisfaction)

Pelatihan ini dimaksudkan untuk memberi kesadaran kepada guru dan warga sekolah lain perlunya meningkatkan kinerja dan pelayanan kepada siswa dan orang tua siswa di segala lini agar tercipta kepuasan pelanggan. Untuk bisa menciptakan kepuasan pelanggan (siswa dan orangtuanya),  sekolah wajib menjaga nilai sekolah yang sesuai dengan harapan konsumen. Artinya sekolah harus menerapkan zero defect management. 
 
b.            Pelatihan pengembangan leaderpreneurship dalam pengajaran.
Paket training ini akan memberikan warna baru pada sekolah yang berbeda dari sekolah lain. Program ini akan memberikan warna lain pada kurikulum yang digariskan pemerintah. Sebuah inovasi pengajaran dan kurikulum yang menjamin terciptanya pemimpin pemimpin masa depan yg kreatif dan inovatif  berkarakter dan tangguh dengan kekuatan IQ, EQ dan SQ yang berkembang berimbang dan penuh. Guru akan diajarkan sebuah metode pengajaran yang berbeda dan dengan model perencanaan yang berbeda dan system penilaian yg otentik. Kurikulum leaderpreneurship ini mencoba mengintegrasikan sifat siat kepemimpinan dan sifat sifat entrepreneurs ke dalam pemahaman taksonomi pengajaran Bloom. hal ini kami yakini akan menghasilkan pendekatan pembelajaran yang mampu merubah wajah pendidikan nasional nantinya.
c.            Pelatihan mind mapping and spider web
Pelatihan ini harus dikembangkan untuk mendukung tahapan tahapan awal penggunaan kurikulum berbasiskan leaderpreneuship, khususnya membrikan bekal kemampuan pada guru untuk mengarahkan siswa dalam berfikir logis sintesis dan komprehensif. Tujuannya agar guru mampu mengarahkan siswa siswinya memetakan pikiran dan ide idenya agar terbiasa terfokus pada suatu topic sehingga mampu berfikir sistematis, dan mampu membuat analisa dengan benar bersintesa dengan handal. Dan akhirnya tumbuh pemikiran pemikiran yang kreatif dan inovatif.

d.            Pelatihan evaluasi dan penilaian
Selama ini cara memberikan evaluasi dan penilaian terhadap siswa sama sekali tidak benar, sehingga siswa terdorong untuk berlomba mengejar nilai, dan pemerintahpun latah dengan membuat kebijakan Ujin nasional sebagi standar kelulusan yang mana juga di dasarkan pada nilai pencapaian intektualitas siswa semata. Padahal pemerintahpun juga menyadari bahwa pendidikan itu berkutat bukan hanya pada satu wilayah intelektualitas (kognitif) saja tapi juga pada wilayah wilayah afektif dan psikomotorik juga. Penilaian pada aspek kognitif saja terbukti membawa pendidikan pada arah yg salah, siswa cenderung menjadi penghafal saja tanpa tahu nilai dari pengetahuan yang mereka pelajari. Bagi yang pintar, nilai bagus ternyata tidak bisa menjadi jaminan masadepan yg gemilang, bagi yang bernilai jelek sudah juga terlanjur kehilangan rasa percaya diri. Oleh karena itu harus ada revolusi dalam penilaian siswa di sekolah, sebuah system evaluasi yang adil dan tidak menjatuhkan mental siswa. Sebuah penilaian yang mendorong semua siswa untuk maju dan yang tidak memungkinkan perengkingan siswa. Sebuah penilaian yang menjamin perkembangn dan pertumbuhan siswa semuanya, “no child left behind” begitu semboyan yang diperlukan dunia pendidikan dimasa mendatang.

e.            Pelatihan pelaksanaan Student centered-Learning

Selama ini disekolah telah terjadi kesalahan yang sangat mendasar. Kalau kita perhatikan dengan benar maka kita akan mendapati di sekolah sekolah kita, siswa adalah objek pasif dari kegiatan belajar. Logikanya siswalah yang harus belajar di kelas dan guru adalh fasilitator dan pengarah pembelajaran, tapi yang terjadi tidaklah demikian, gurunya katif belajar bicara dan siswa yang menjadi saksinya sambil sesekali terkantuk kantuk. Tentu kita tidak bisa berharap banyak dari model belaajr yang seperti ini. Yang harus kita lakukan adalah merubah polanya, bagaimana menjadikan siswa yang aktif belajar sementara guru berperan sesuai seharusnya yaitu fasilitataor pengajaran.

  

   Pelatihan yang berkaitan dengan dunia pendidikan lain yang kami sediakan antara lain:

1.       Pelatihan dibidang etika profesi
2.       Pelatiahn dibidang motivasi.
3.       Pelatihan manajemen.
4.       Pelatihan pengembangan KTSP
5.       Pelatihan pembuatan silabus and RPP
6.       Pelatihan  kepemimpinan.
7.       Pelatihan  penentuan KKM/ SKBM
8.       Pelatihan analisa butir soal
9.       Pelatihan pembuatan Program tahunan and program semester.
10.   Pelatihan penelitian tindakan kelas.
11.   Pelatihan pembuatan kisi kisis soal.
12.   Pelatiahan penulisan ilmiah and popular.
13.   Pelatihan pembuatan rencana pengembangan sekolah.
14.   Pelatihan pembuatan presentasi dg Powerpoint
15.   pelatihan bahasa inggris.
16.   Pelatihan computer.
17.   Pelatihan Contextual teaching learning (CTL)
18.   Pelatiaan Quantum learning
19.   Pelatihan pelaksanaan Student centered-Learning
20.   Pelatihan integrated learning
21.   Pelatihan metodologi pengajaran.
22.   Pemantapan tujuan  pengembangan  sekolah.
23.   Pelatiahan penanganann kasus siswa.
24.   Pelatiahan pengajaran life skills.
25.   Pelatihan tentang narkoba
26.   Pelatiahan tentang bahaya sex bebas
27.   Pelatiahan tentang Problem –based learning.
28.   Pelatiahan metodologi pengajaran.
29.   Pelatiahan Pengembangan kehidupan spiritual siswa
30.   Pelatiahan school based management.
31. DLL



bagi yang ingin sekolahnya maju besar dengan program yang mantap dan menginginkan training dari kami...segera hubungi kami...

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...