Jumat, 14 Januari 2011

Penghinaan 2

Beberapa hari yang lalu saya melihat sebuah ANGKOT yang melewati jalur Tangerang- Serpong, dengan tulisan besar besar di kaca belakang ” NO BODY IS PERFECT”. Bagi orang lain angkot maupun tulisannya mungkin terasa biasa biasa saja, tapi bagi saya tulisan itu cukup menggelitik pikiran. Tulisannyanya memang hanya jargon biasa yang bisa kita jumpai pula di tas sekolah, di buku buku dan mungkin juga di kamus Bahasa Inggris. Sedemikian umum dan seringnya kita melihat tulisan dengan bunyi yang seperti itu hingga kita tak pernah ambil peduli dan juga tidak pernah menyangkal makna dari tulisan itu. Itu artinya kita telah secara aklamasi menerima gagasan bahwa manusia itu tak ada yang sempurna .
Namun anehnya kenapa juga masih ada orang yang menghina dan meremehkan orang lain hanya lantaran orang itu memiliki satu atau dua kelemahan dan kekurangan? Bukannya semua orang memiliki kekurangan maupun kelemahan? Lalu siapa sih sebetulnya orang yang suka menghina dan melecehkan orang lain hanya karena kekurangan yang diberikan oleh Allah padanya? Apakah dia dari golongan makluk kekasih Allah yang padanya tidak diberikan sedikitpun kelemahan dan mereka bergelimang dengan kesempurnaan? Ah, tentu tidak ada makluk semacam itu. Lalu siapkah mereka?
Coba kita tengok dulu cara pandang kita sebagai manusia tentang keberadaan kita di muka bumi ini. Secara psikologis kesadaran manusia mengenai keberadaanya di dunia ini akan diikuti oleh keinginannya untuk mendapatkan pengakuan orang lain atas keberadaannya itu. Untuk menpatkan pengakuan ini ternyata tidak mudah, karena manusia pada umumnya tidak tertarik pada yang biasa biasa saja apalagi pada yang kurang. Oleh karena itu manusia mulai berlomba untuk mengejar superioritas diri demi untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Masing masing orang ingin menjadi yang terhebat dan tak terkalahkan. Kita semua berlomba. Berlomba merebut perhatian orang lain. Yang badanya besar mengembangkan kekuatan ototnya, yang indah parasnya memamerkan kecantikannya, yang mendapatkan berkah kekayaan dalam hidup memggunakan hartanya untuk menjadi manusia super, yang otaknya encer akan pamer kepintarannya didepan khalayak dan seterusnya. Siang dan malam kita mencoba menunjukkan kehebatan dan sekaligus menyembunyikan dalam dalam kelemahan kelemahan kita untuk sekedar mendapatkan stempel ”diakuai”, berapapun dan apapun ongkosnya.. Duit dan harta bisa kita hamburkan, nyawa kadang kita pertaruhkan, jurang curam kita turuni, sungai ganas kita seberangi, pecahan kaca pun kita makan, minyak campur api kita semburkan dengan mulut kita. Itu semua kita lakukan hanya untuk mendapatkan decak kagum dan tepuk tangan, tak kurang tak lebih. Bodoh benar kita ini.
Bagi yang berhasil menyedot perhatian publik akan merasakan kepuasan bathin yang cukup untuk tetap mempertahankan hidup dengan bahagia. Orang yang berhasil ini tak akan merasa rendah diri, akan selalu merasa berguna, dan merasa diterima di tengah masyarakat. Mereka hidup senang dan tak peduli lagi dengan kekurangan kekurangan orang lain. Orang yang cantik wajahnya tak perlu lagi menghina hidung pesek orang lain untuk mendapatkan perhatian. Kecantikannya sudah cukup untuk menarik perhatian orang lain. Orang kaya tak usah repot repot mengumpat orang lain dengan kata ”dasar kere” untuk menunjukkan bahwa hartanya banyak, toh orang lain sudah mengakui bahwa dia memang berada. Pendeknya orang yang sudah menang dalam menggapai superioritas tak akan perlu lagi untuk mencela orang lain. Orang yang otaknya encer tak perlu lagi bertingkah yang aneh aneh ataupun menghina orang lain untuk mendapatkan perhatian publik, karena orang yang pintar akan selalu dihormati dan diperlukan oleh orang lain sesuai kapasitas kepintarannya.
Itu artinya orang yang suka mencela, menghina, melecehkan orang lain adalah orang orang yang sesungguhnya kalah, yang tersingkir secara sosial, yang gagal mendapatkan pengakuan dari orang lain dan yang tentu banyak kekurangannya.
Orang orang gagal seperti ini merasa perlu menghina dan mengejek orang lain untuk dua alasan: Pertama, Orang yang lemah, orang yang gagal, orang yang tak berdaya, orang yang tak punya banyak kelebihan akan merasa sedih, hidupnya pengap, jenuh, merasa tersingkir dan terasing karena tak banyak orang yang mau ”mengganggap”-nya. Dalam kekalutan hidup yang mungkin rasanya seperti dalam neraka itu, mereka tak ingin sendiri. Mereka berusaha mencari teman senasib. Dengan mengumpat, menghina dan mencela orang lain, sebetulnya mereka hanya akan mencoba mencari teman sambil mengingatkan bahwa si orang lain ini senasib dengan dia. Jadi seakan akan orang ini mengatakan ” eh bibir monyong, kamu itu jelek sama seperti aku yang juga jelek”. Oleh sebab itu umumnya orang yang pincang menghina yang giginya tongos, yang giginya tongos menghina yang matanya juling, yang miskin hidup pas pasan melecehkan yang mlarat dst. Percayalah yang wajahnya cantik semua orang suka sama dia tak akan sempat menghina dan mengatai orang yang bibirnya sumbing.
Kedua, dengan menghina dan mengatai orang lain dengan kekurangan dan kelemahannya, orang yang kalah ini bisa membohongi diri seakan akan dia orang yang berkasta tinggi. Begitu mulut melepaskan kata hinaan pada orang lain, orang yang kalah ini merasa sekan akan dia lebih baik dari orang lain, dia merasa jadi orang yang super, merasa jadi yang paling jago dan hebat. Dia hidup dalam mimpi, karena pada kenyataanya sama saja dia dengan yang dihina, sama lemahnya, sama hinanya, sama bodohnya. Atau bahkan bisa jadi yang dihina itu lebih baik dari yang menghina.. Jadi tak salahlah bila embah embah kita dulu menciptakan peribahasa yang berbunyi, ” Kuman diseberang lautan nampak, gajah dipelupuk mata tak nampak”. Orang hanya bisa melihat kekurangan orang lain. Sekecil apapun kekurangan dan kelemahan orang lain, kita bakalan tahu, tapi kekeurangan yang sangat besar dan fatal pada diri sendiri biasanya tak akan pernah disadari.

Leadership life skills di dalam pelajaran sekolah.

Jawaban dari pertanyaan mengapa kita perlu mengajarkan leadership life skills pada para siswa kita adalah bahwa saat kita ingin hidup aman dan nyaman dan berguna bagi bagi masyarakat sekitar, kita harus mampu menolong diri sendiri dan menolong orang lain serta menolong masyarakat kita untuk bisa menggapai tujuan tujuan hidupnya. Ketrampilan dan kemampuan yg diperlukan untuk menanggungjawabi tindakhan tindakan pribadi dan kelompokuntuk menggapai tujuan bersamam itulah yg disebut leadership life skills. Dan ketrampilan ini perlu sekali diajarkan karena ketrampilan ini bukan Sesutu yang memang sudah ada pada diri setiap manusia.
Pengajaran dan pengarahan siswa pada ketrampilan memimpin ini dimaksudkan untuk pembentuakan karakternya, meningkatkan kompetensinya, dan mengkokohkan rasapercaya dirinya.

Menurut The Illinois 4-H Project, ada 7 komponen ketrampilan kepemimpinan yang harus dikuasai siswa yaitu
(1) understanding one-self and others,
(2) communicating,
(3) getting along with others
(4) learning to learn,
(5) making decision,
(6) managing,
(7) working with groups.

Dan untuk memberikan landasan yg mantap serta menghilangkan keraguan akan berhasil tidaknya upaya untuk menanamkan jiwa kepemimpinan ini kepada peserta didik ada beberapa hal yang harus kita pegang sebagai sebuah keyakinan diantaranya adalah :
(1) kemampuan memimpin ini diperlukan oleh setiap orang,
(2) kepemimpinan itu bisa dipelajari melalui praktik dan pengalaman,
(3) kepemimpinan itu sebetulnya hanyalah pola hubungan antar manusia,
(4) kepemimpinan yang tepat itu tidak ada teorinya semua ditentukan oleh situasi dan kondisi.


Sikap sikap dan nilai apa saja yang perlu ditumbuhkan pada diri peserta didik terkait dengan upaya kita sebagi pendidik untuk menanamkan jiwa kepemimpinan pada siswa siswa kita?

Dibawah ini saya akan coba gambarkan unsur unsur Leadership life skills beserta nilai, kemampuan dan sikap yang diperlukan:


1. Understanding oneself and others
(Mengenal diri sendiri, memahami orang lain, empati, konsep diri, kepekaan nurani, nilai nilai, tujuan hidup, stress management, kehidupan spiritual)

2. Communicating
(Kemampuan mendengar, kemampuan bicara, komunikasi non verbal, menulis, ekspresi diri, kial tubuh)

3. Getting along with others
(Perhatian pada sesame. Empati, kemampuan bergaul, menerima orang lain apa adanya, curhat, bekerja sama dalam teamwork)

4. Learning to learn (Kreatifitas, pencarian sumber sumber informasi, mengorganisir informasi, kemampuan bertanya, kemauan berexperimen, mengajar, belajar, pola dan tehnik belajar)

5. Making decision
(Identifikasi masalah, sumber informasi, pengumpulan informasi, goal settings, pengumpulan alternatives, process pengambilan keputusan, mendefinisikan masalah)

6. Managing
(Time management, pengorganisasian, tujuan, perencanaan, supervise, pengontrolan, refleksi, evaluasi, mobilisasi)

7. Working with group (Kerja sama, penyampaian informasi, komunikasi, feedback, kebutuhan kelompok, kebutuhan individual, lingkungan , motivasi, saling menghormati)

Ingin tahu cara memasukkan nilai nilai kepemimpinan itu ke dalam pelajaran sekolah tanpa harus merusak dan mengganggu jalannnya pelajaran yg sudah direncanakan guru, ingin tahu bagaimana menjadikan nilai nilai kepemimpinan itu sebagai muatan pendidikan di sekolah tanpa merusak RPP dan silabus yang sudah ada dan menjadikannya hanya sebagi kurikulum tersembunyi (hidden curriculum)????
cepat hubungi kami, kami akan ajarkan pada guru guru diseluruh indonesia bagaiman menjadikan semua muridnya calon pemimpin handal...

PENGHINAAN


Baru saja ada seorang guru yang menceritakan kalau anak didiknya agak sulit diatur dan motivasi belajarnya rendah. Setelah ditelusuri oleh guru BP-nya sebenarnya siswa ini memiliki intelegensia yang cukup tinggi, walau hasil belajarnya jelek. Siswa underachiever seperti ini memang sering terjadi di semua sekolah. Bagi sekolah atau guru yang kurang jeli melihat hal seperti ini biasanya bukan menolong si siswa tapi malah akan memojokkan siswa sampai pada tarap yang tanpa disengaja menghancurkan masa depannya.
Namun guru yang satu ini agaknya lain dari yang lain, karena dia mampu menelusuri dan mengetahui bukan saja IQ-nya anak bermasalah ini tinggi, tapi juga mampu meraba kenapa anak ini tidak bisa mencapai nilai maksimal yang sebetulnya bisa dia dapatkan dengan mudah. Guru ini dengan sangat bangga bercerita bahwa dia sanggup mendeteksi penyebab siswanya tidak bisa belajar maksimal. ” Ternyata anak ini tidak bisa menerima dirinya sendiri” terangnya dengan bahasa yang agak berbau psikologis yang aku sebetulnya agak tidak paham. Guru ini menerangkn panjang pendek tentang siswanya yang tidak bisa menerima dirinya sendiri itu. Katanya siswa ini merasa gendut dan berwajah jelek, dia malu dengan keadaannya. Dia ingin sembunyi dari semua orang. Dia tidak PD( percaya diri) sehingga dia gerah berada dilingkungan teman temannya. Akibatnya siswa ini tidak bisa konsentrasi belajar dan bahkan tidak mau belajar sama sekali, terlebih lagi tanpa mengerti akibatnya temen temennya memanggil dia ”gendut”, maka makin hancurlah sisi psikologis anak ini. Sementara aku terbengong bengong tidak mengerti, ada banyak lagi hal yang bu guru ini sampaikan pada saya tentang siswanya tersebut yang semuanya tidak sepenuhnya aku pahami.
Hal dahyat yang tidak aku mengerti adalah kekuatan yang ada pada kata ”gendut” yang dilontarkan teman temannya pada siswa tersebut. Kata itu kalau ditulis, ya cuma pendek saja, dikatakanpun ringan saja. Tetapi ternyata daya rusaknya luar biasa. Kalau disimpulkan dari keterangan bu guru itu, kata itu mampu menghancurkan masa depan banyak orang. Bayangkan saja kalau siswanya bu guru itu benar gagal dalam hidup karena kata ”gendut” itu, bukankah anak keturunan dia juga ikut sengsara, begitu juga orang tua dan saudara saudaranya bisa saja ikut terciprat kesengsaraan akibat kegagalan siswa itu. Hal ini benar benar sebuah bencana bagi sekumpulan besar orang dan penyebabnya hanya kata ”gendut” tidak lebih. Dahsyat bukan?
Jauh jauh hari sebelum kita semua menyadari efek psiokologis dari kata ejekan seperti, ”gendut” dan lain sebaginya, Alqur’an telah memperingatkan kita tentang hal ini pada Surat Al Hujarat (49) Ayat 11 yang kira kira artinya:
Hai orang orang yang beriman, janganlah suatu kaum memperolok olokan (menghina) kaum yang lain, barangkali (kaum yang lain) itu lebih baik dari pada mereka; dan jangan pula wanita yang satu (memperolok) kaum wanita yang lain, karena boleh jadi (kaum wanita yang lain) itu lebih baik dari yang mengolok olokkan: dan jangan kamu mencela dirimu sendiri dan jangan panggil memanggil degan gelaran gelaran buruk. Seburuk beruk panggilan sesudah beriman ialah memanggil orang dengan fasik. Barang siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang yang zalim.
Menurut ayat Qur’an diatas, ternyata memanggil orang lain dengan panggilan buruk atau memperolok bukan hanya akan menjadi bencana bagi yang dipanggil atau diperolok tapi juga bahkan bisa mempermalukan yang mengolok olok. Kata Allah di ayat diatas, bisa jadi yang diperolok itu lebih baik dari yang memperolok. Dan itu benar bisa terjadi. Sekitar 20 tahun yang silam waktu aku masih di SMA, salah satu temen saya yang (maaf) giginya agak terlalu maju dari kebiasaan umum diperolok oleh temen yang lain dengan mengatakan ”untumu mronggos”. Dalam bahas Indonesia kata itu kurang lebih berarti ”gigimu tongos”. Kata itu diucapkan beberapa kali waktu itu untuk menjatuhkan mental si teman, namun yang perlu diketahui, kalau dilihat sebetulnya yang mengatakan ”untumu mrongos” ini giginya lebih maju lagi. Kala itu saya hanya bisa tersenyum agak sedikit geli.
Ternyata benar kata Qur’an, manusia itu seberapapun pintarnya tidak akan mampu mengenali diri, oleh karena itu jangan memperolok orang atau memangil orang dengan panggilan fasik, panggilan yang buruk, karena kita bisa saja lebih buruk dari yang kita perolok dan kita sama sekali tidak sadar. Bisa malu lah kita. Dan orang orang yang tidak mau bertobat, atau berhenti dari melakukan hal ini, oleh Al Qur’an disebut sebagi orang yang zalim. Tahu orang zalim itu seperti apa? Orang zalim adalah orang yang menyakiti dan menghancur orang lain. Orang yang seperti dicontohkan Ibu guru diatas.

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...