Jumat, 30 Juni 2023

Pendidikan Kita Terlalu Sibuk Dengan Belajar Banyak Pengetahuan, Tapi Lupa Belajar Ketrampilan Hidup dan Ketrampilan Sosial.

 

 


Berbicara tentang pendidikan itu sangat tidak mudah. Untuk bisa mendapatkan pendidikan yang memadai bagi semua orang, banyak aspek yang harus dipikirkan seperti halnya siapa yang harus didik, siapa yang harus mendidik, apa isi pendidikannya, di mana harus dilakukan pendidikan, bagaimana cara mendidik yang benar, serta aspek aspek pendidikan lain yang terkait. Pengalaman pun menunjukkan, bahwa kita tidak boleh asal mengajar, siswa pun tidak seharusnya asal belajar. Pendidikan yang baik perlu formulasi yang tepat, perlu pemikiran yang mendalam dengan perencanaan yang matang. Kalau tidak, pendidikan yang kita lakukan hanya akan ketemu jalan buntu yang membawa kita pada situasi yang blunder.

Pada tulisan kali ini pun, penulis tak akan bisa mengulas semua aspek pendidikan yang terkait tadi. Mungkin kali ini, kita hanya bisa diskusikan satu aspek saja dari pendidikan kita. Seperti yang kita semua ketahui, ciri orang yang terpelajar adalah pintar dan semua orang pasti sepakat dalam hal ini. Orang pintar selalu dimaksudkan sebagai orang yang banyak pengetahuannya, orang yang tahu banyak hal alias orang yang segala tahu.  Semakin banyak pengetahuan seseorang akan berbagai macam hal, semakin pintarlah mereka di mata orang lain. Itulah kenapa semenjak masuk TK, anak anak kita sudah dijejalai berbagai macam pengetahuan, dari matematika sampai berbagai macam bahasa. Anak TK sudah dituntut harus bisa baca. Kalau anak lulus TK belum bisa baca, maka TK itu dianggap tidak berkualitas. Sekolah sekolah juga berlomba menjejalkan banyak program pendidikan, banyak macam pelajaran yang kebetulan juga didukung program pendidikan pemerintah yang mengharuskan anak didik belajar sangat banyak jenis  pelajaran yang memerlukan alokasi waktu 8 jam pelajaran sehari dan 5-6 hari dalam seminggu. Semua beban belajar siswa itu sepertinya kurang berat, sekolah pun masih berlomba lomba meyakinkan orang tua kalau anak anak yang sekolah di sana akan mampu berbicara dengan 2 bahasa atau 3 bahasa asing.

Kepercayaan bahwa makin banyak pengetahuan akan makin pintar dan akan makin berkualitaslah kita, sejauh ini benar benar telah mengooptasi pikiran waras kita semua, sampai pendidikan malah menjadi beban bagi peserta didik. Bukan hanya beban mental dan pikiran, tapi juga menjadi beban siswa secara fisik. Masih terbayang ketika anak anak saya yang masih duduk di bangku SD harus membungkukkan badannya ke depan karena beratnya beban tas sekolah yang harus digendong yang berisi buku buku yang harus dibawa ke sekolah setiap harinya. Kemudian, hanya dengan melihat jumlah buku yang setiap hari harus dibawa, kita seharusnya mafhum betapa banyaknya hal yang harus dipelajari dan dimengerti anak anak kita yang masih belia itu. Namun demi memiliki anak yang pintar dengan banyak pengetahuan, seakan kita tak mau peduli dengan beban fisik dan mental psikologis anak anak kita itu. Anak anak justru malah kita tekan agar terus berusaha menguasai semua pelajaran itu. Mereka disekolah ditekan untuk memahami semua hal dengan ancaman akan tertinggal dari teman temannya dan tidak naik kelas, dan di rumah pun tekanan itu dilakukan juga oleh orang tua yang mengharuskan anak pintar dan jangan membuat malu keluarga. Dari tekanan yang berat inilah asal usul anak yang tertekan, putus asa dan atau badung yang kemudian tidak disiplin membangkang dan anti sosial. Tentu saja yang mengalami hal ini kebanyakan adalah anak anak yang kurang beruntung punya nalar, pikiran dan IQ yang kuat. Anak anak dengan IQ tinggi dan otak yang cerdas tidaklah terlalu mendapatkan derita ini.

Apakah itu artinya anak anak jenius dan anak anak dengan IQ tinggi baik baik saja dalam hal ini? Belum tentu juga. Terlalau banyaknya pelajaran, terlalu banyaknya pengetahuan yang harus dipelajari dan mulai matematika, fisika, biologi kimia, sosiologi, antropologi, budaya sampai berbagai macam bahasa yang harus dipelajari, membuat anak anak yang cerdas ini juga sibuk dengan pelajaran pelajaran tersebut. Bahkan mereka sampai lupa belajar ketrampilan hidup dan ketrampilan sosial yang justru nanti mereka perlukan ketika harus hidup mandiri terpisah dari orang tuanya. Apakah produk pendidikan yang seperti ini juga yang kita harapkan? Tentu saja bukan.

Sekali lagi, ternyata memformulasikan pendidikan itu tidak mudah. Semoga ada yang benar benar memikirkan akan hal ini sehingga nanti akan didapat formula pendidikan yang tepat dan bangsa ini bisa cepat maju dengan SDM kualitas unggul yang mendapatkan pendidikan yang tepat.

Minggu, 25 Juni 2023

Guru Boleh Praktikkan Teori Manajemen Pygmalion Effects Untuk Membangkitkan Semangat Belajar Siswanya.

 


Pygmalion adalah seorang pematung di dalam sebuah dongeng Yunani kuno. Pada suatu hari Pygmalion mengukir patung seorang gadis yang sangat cantik. Melihat kecantikan wajah patung yang dia ukir, Pygmalion menumbuhkan harapan patung itu akan hidup dan benar benar jadi manusia, oleh karena itu dia melanjutkan memahat patungnya dengan sepenuh hati dan fokus agar tidak merusak keindahan patungnya. Besarnya harapan pygmalion, ternyata mengguncangkan rasa kasihan Dewi Aphrodite yang kemudian menghidupkan patung Pygmalion dan benar benar menjadi wanita yang sangat cantik yang kemudian menjadi istri pygmalion.

Besarnya harapan Pygmalion agar patungnya bisa benar benar hidup itu menggugah para ahli psikologi untuk menyelidiki kekuatan pengharapan manusia pada keberhasilan dirinya sendiri dan keberhasilan orang lain. Kemudian teori pengharapan /ekspektasi Pygmalion ini disebut sebagai Pygmalion effects dan banyak dipraktikkan dalam tata kelola sumber daya manusia di banyak perusahaan besar.

Intinya kalau kita ingin kinerja anak buah ataupun karyawan perusahaan meningkat pesat dan tujuan serta target perusahaan tercapai, maka para pemimpin perusahaan wajib mengembangakan pygmalion effects ini di perusahaan yang mereka pimpin. Para pemimpin perusahaan harus terus menyampaikan ke semua karyawan tujuan besar dan target perusahaan. Para pemimpin sendiri juga harus menunjukkan ke para karyawan bahwa mereka benar benar sedang mengejar tujuan dan target perusahaannya itu, agar karyawan mengerti bahwa apa yang disampaikan para pemimpin perusahaan itu adalah target serius yang benar benar ingin dicapai, sehingga semangat pemimpin perusahaan ini menular pada para karyawan dan mereka pun jadi lebih serius dalam bekerja dan meningkat kinerjanya. Selain ekspektasi besar tersebut para pemimpin perusahaan wajib juga, memompa semangat para karyawan untuk ikut andil dalam pencapaian target perusahaan, dan katakan kepada para karyawan bahwa perusahaan percaya pada mereka dan mengandalkan mereka dalam mengejar cita cita besar serta target perusahaan itu. Dengan ekspektasi besar, penguatan positif pada para karyawan dan kepercayaan yang besar pada mereka banyak perusahaan yang berhasil mendorong peningkatan kinerja perusahaannya dengan teori pymalion effects ini.

Nah, bagaimana kalau teori yang sama kita terapkan dalam pengajaran di kelas? Pasti hasilnya tak akan jauh dari apa yang dipraktikkan para pemimpin perusahaan di kantor mereka masing masing. Dengungkan harapan dan target yang besar pada para siswa, tunjukkan kalau guru benar benar ingin menggapai target itu. Undang semua siswa berpartisipasi untuk menggapai mimpi bersama satu kelas itu. Tunjukkan harapan besar atas partisipasi siswa, dan tunjukkan bahwa guru percaya pada kemampuan semua siswa dalam menggapai tujuan besar bersama seluruh isis kelas tersebut. Niscaya semua siswa akan meningkat semangat belajarnya dan sukseslah guru dalam pengajarannya semester itu.  Dalam hal ini Wong dan wong (1998) juga mengatakan begini “ Your effort will have great benefits; if you give your students a more positive attitude and higher expectations, they will be able to give you back more than you expected from them”.

 

Sabtu, 24 Juni 2023

Perlunya Guru Mempunyai Rasa Percaya Diri Yang Tinggi (Guru Kehilangan Kehormatan, part 4(saran))

 


Sangat penting bagi seorang guru untuk memperkuat rasa percaya dirinya, karena rasa percaya diri yang tinggi akan menuntun sang guru untuk bersikap dan bertingkah laku yang tepat di depan kelas. Sikap dan tingkah laku guru yang tepat inilah yang nanti akan membuat nyaman siswa dalam belajar dan menimbulkan rasa hormat siswa pada gurunya. Ini berarti solusi yang tepat bagi guru yang mendapati siswanya kurang menunjukkan rasa hormat pada dirinya adalah mengubah sikap dan tingkah laku pada tingkah laku yang tidak merendahkan dirinya sebagai guru namun tetap masih bisa diterima oleh siswanya. Kenapa solusi ini perlu ditekankan? Karena sebagian guru yang mengalami situasi ini akan terbawa emosi, marah dan sering berakhir pada berusaha mengancam siswa yang dia anggap selagi biang permasalahan keributan di kelas.

Tentu saja solusi macam ini tidak sama sekali menyelesaikan masalah, tetapi akan membuat masalah malah semakin rumit dan besar. Kemarahan seorang guru di kelas bukan hanya membuat perasaan dan kemauan belajar siswa yang dimarahi rusak dan hilang, tapi juga mengacaukan pikiran, perasaan serta minat guru itu sendiri untuk mengajar. Bahkan minat belajar siswa yang tidak bermasalah pun bisa ikut terbang hilang mendengar teriakan dan kemarahan gurunya. Itulah kenapa marah di ruang kelas bukanlah tindakan yang dibenarkan bagi seorang guru.

Demikian juga mencoba mengendalikan siswa dengan ancaman. Ancaman hanya akan meredakan masalah sementara (khon, 1994) karena setalah ancaman dilontarkan siswa hanya perlu berpikir sebentar apa yang bisa dilakukan untuk menundukkan gurunya dan mengembalikan harga dirinya yang, menurut siswa itu, dileceh oleh guru dengan ancaman itu. Jadi ancaman pada siswa cuma akan mempertajam permusuhan antara siswa dan guru. Itulah kenapa sekali lagi saya sampaikan kendalikan diri dan gunakan sikap dan tingkah laku yang tepat sejak awal masuk di dalam kelas. Semua sebetulnya berawal dari sikap kita sendiri. Dalam berhadapan dengan siswa sebetulnya seorang guru sudah menang posisi. Guru adalah manajer di kelas itu, artinya seorang guru sejak awal sudah menang dalam hal superioritas. Guru juga lebih menguasai pelajaran yang akan diajarkan dalam kelas. Itu artinya guru juga sudah menang dalam hal senioritas. Kedua senjata guru ini, baik superioritas maupun senioritasnya ini bisa tak berguna dan hilang kalau guru mendadak kehilangan rasa percaya dirinya. Itulah kenapa rasa percaya diri seorang guru perlu ditekankan adanya. Rasa percaya diri itu nanti yang akan memberi jalan sang guru untuk selalu bertindak dan berbuat secara etis dan bijaksana di dalam kelas. Tanpa rasa percaya diri guru bisa dipastikan akan salah bertindak dan bersikap. Kesalahan fatal dalam tindakan dan sikap guru di dalam kelas akan menciptakan neraka bagi guru itu sendiri dan siswanya selama satu semester.

 

Minggu, 18 Juni 2023

Jangan Pernah Melontarkan Ancaman Pada Siswa Yang Tak Benar Benar Direalisasikan (Guru kehilangan kehormatan, part 3)

 

 


Setelah kita membicarakan bagaimana seorang guru bisa kehilangan rasa hormat siswa siswanya dua kali, penulis masih mencatat setidaknya ada satu hal lagi yang bisa menghilangkan wibawa guru dan menghilangkan rasa hormat siswa terhadap gurunya itu. Hal ini penting untuk bisa dipahami semua guru, karena hilangnya wibawa guru dan rasa hormat siswa terhadap guru, akan membuat siswa tidak bisa diatur. Siswa tak mau mendengar lagi apa yang dikatakan guru. Upaya manajerial kelas yang dilakukan guru tak akan ada gunanya lagi. Oleh karena itu menjaga wibawa guru, otoritas guru, dan kehormatan guru adalah sangat penting.

Salah satu penyebab hilangnya wibawa guru dan tidak dianggapnya lagi omongan guru adalah seringnya guru mengancam siswa akan melakukan sesuatu pada siswa yang bermasalah, tapi tak pernah dilaksanakan. Sebagai contoh, apabila ada siswa yang membuat keributan di saat guru sedang mengajar, kemudian setelah beberapa kali diperingatkan, siswa tetap saja bengal dan tidak berhenti membuat kegaduhan. Untuk menghentikan kekacauan yang disebabkan siswa ini, akhirnya guru mengancam siswa itu “ Kamu mau berhenti ribut enggak? Kalau susah diatur akan saya keluarkan kamu dari ruang kelas”. Namun ketika terbukti siswa itu masih ribut lagi, ancaman guru itu ternyata tak dilakukan sama sekali oleh guru tersebut. Makin sering guru tidak membuktikan ancamannya tersebut, makin paham siswa bahwa gurunya hanya menggertak dan sesungguhnya guru tak punya nyali untuk membuktikan ancamannya. Semakin tebal keyakinan siswa kalau gurunya hanyalah tukang gertak, siswa makin tidak akan menghargai omongan guru tersebut. Makin siswa tak menghargai omongan guru, makin susahlah guru mengatur siswanya, dan makin lunturlah wibawa dan kehormatan guru. Oleh karena itu hati hati melontarkan ancaman pada siswa. Kalau ancaan sudah terlontar, maka guru wajib menunjukkan kepada siswa bahwa apapun yang guru katakan adalah benar dan akan benar terjadi. Wajib seperti ini kalau guru ingan menjaga harga diri, kewibawaan dan kehormatannya.

Bersikap konsisten dengan tindakan dan ucapan wajib dijaga dan dilakukan seorang guru. Sebaliknya, guru janganlah suka menjanjikan hukuman atau konsekuensi yang tidak dapat atau tidak ingin guru lakukan. Pilihlah dan jelaskan konsekuensi yang pasti bisa guru lakukan. Kemudian ikuti semua ancaman pemberian konsekuensi pada siswa itu dengan persiapan melakukan konsekuensi itu secara nyata untuk mendukung kebenaran kata-kata guru yang sudah terucap, agar siswa tahu kalau guru secara konsekuen dan konsisten selalu menegakkan aturan.  Kalau tidak, sebaiknya jauh lebih baik untuk tidak mengatakan apa-apa daripada mengambil risiko mengatakan sesuatu yang tidak dapat ditindaklanjuti. Itulah kenapa seorang guru harus punya tujuan, aturan, konsekuensi dan harapan pada siswa yang jelas sejak pertama guru masuk ruang kelas.  

 

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...