Kamis, 19 Januari 2012

Menyoal Ketidaktepatan Manajemen Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Kita.


Maaf rekan rekan guru semua, sudah sekian lama kami tidak menambah tulisan diblog ini, karena satu dan lain hal yang membuat menambah tulisan itu terasa berat dan tidak ada waktunya. Kali ini saya akan sempatkan berbagi pemikiran dari apa yang kita lihat sehari hari pada praktek pengajaran dan pendidikan di sekolah sekolah kita. Kali ini mari kita soroti kesalahan mendasar yang menjadi biang kerok kegagalan pengajaran Bahasa Inggris di sekolah kita.
Sebelum terlalu jauh kita membicarakan kekeliruan praktek dan kebijakan pengajaran Bahasa Inggris dan semua aspek yang terkait,  ada baiknya kita melihat dulu kondisi riil, fakta  lapangan  dan semua yang terkait dengan pengajaran Bahasa Inggris  di Indonesia. Ada beberapa fakta yang perlu kita perhatikan karena mendukung pembahasan topik yang akan kita bicarakan saat ini. Fakta fakta yang saya maksud adalah:
       Bahasa Inggris telah diajarkan disekolah sekolah di negara kita sejak th 1960an. Untuk diketahui angka tahun 1960an ini tidak penulis ketahui dengan benar. Kesimpulan ini penulis ambil dari kenyataan bahwa Bapak penulis sudah belajr bahasa Inggris sewaktu sekolah di PGA enam tahun di awal tahun 1960an. Dengan begitu bisa saja Bahasa inggris sebetulnya sudah diajarkan di sekolah jauh sebelum tahun itu.
       Lulusan SMA/SMK secara umum belum bisa  berbahasa   inggris. Tentu saja tidak semua lulusan SMA tidak bisa berbahasa inggris. Secara umum disini penulis maksudkan bahwa sebagian besar lulusan SMA/SMK tidak bisa berbahasa Inggris. Jangankan berbahasa inggris sedang untuk memperkenalkan diri dengan bahasa inggris saja mereka tidak bisa, Kebanyakan dari lulusan sekolah menengah kita hanya mampu berbahasa Inggris sebatas mengatakan “yes” dan “OK” atau “I love you” . Untuk berbica lebih dari itu mereka sama sekali tidak ada kemampuannya, sedangkan secara faktual mereka setidaknya telah belajar bahasa inggris selama 6 tahun di sekolah. Pertanyaannya kemana saja mereka itu selama enam tahun?
     Lebih parahnya lagi, kita juga menjumpai tidak banyak sarjana yang bisa berbahasa inggris. Tidak hanya lulusan sekolah tingkat atas saja yang gagal menunjukkan kemampuan berbahasa inggris, namun juga sarjana sarjana  indonesia sebagian besar juga tidak paham Bahasa Inggris walau selama  kuliah mereka bergulat dengan literatur literatur berbahasa inggris dan mereka sudah puluhan tahun berinteraksi dengan Bahasa Inggris itu sendiri.  Mengenaskan bukan?
       Kalau mau bisa berbahasa inggris harus ikut kursus. Ini merupakan fenomena yang aneh. Di sekolah mereka belajar bahasa inggris tiga sampai empat kali dalam seminggu namun kalau ingin bisa berbahasa inggris mereka harus mengeluarkan uang lebih banyak dengan mengikuti kursus bahasa inggris di lembaga lembaga kursus yang bertebaran di mana mana. Pertanyanyaannya kenapa pelajaran sekolah tidak cukup untuk membuat siswa berbicara Bahasa Inggris?
     Hanya sedikit guru Bahasa Inggris yang bisa berbahasa inggris. Ironis memang tapi ini adalah kenyataan yang kita hadapi dalam dunia pendidikan kita. Seorang guru yang mengajar Bahasa Inggris tidak mampu berbahasa inggris untuk dirinya sendiri. Hal ini bahkan bisa kita jumpai di sekolah sekolah pemerintah yang mereka sebut sebagi berstandard internasional (RSBI), tidak banyak dari guru bahasa inggris mereka yang benar benar mampu berbahasa inggris. Hal ini juga dirasakan penulis bila sedang mencari guru bahasa inggris untuk sekolah sekolah yang penulis asuh. Dari puluhan guru bahasa inggris berpengalaman yang kita wawancara belum tentu ada satu yang bagus bahasa inggrisnya. Ini fakta loh mas.... tenan kuwi…sumpah….lihat video diatas walau nampaknya guru itu mampu membawa suasana berbeda dalam pengajaran bahasa inggris, kelihatan guru ini mampu membuat kelas yang aktif belajar, tapi sebetulnya gurunya sendiri belum mampu berbahasa inggris dengan baik atau kasarnya bahasa inggrisnya masih payah.... terus bagaimana guru yang laian ?

Dengan begitu sejauh ini apa yang bisa kita katakan tentang Pengajaran Bahasa Inggris di sekolah sekolah kita? Gagal? Mengerikan? Sulit dipercaya? Mengenaskan? Atau bikin trenyuh? bapak ibu nilai sendiri sendiri saja...

Empat Kesalahan  mendasar pengajaran bahasa asing.


Nah sampailah kita pada pembahasan kekeliruan mendasar pada kebijakan pengajaran bahasa inggris disekolah sekolah Indonesia. Saat ini saya hanya soroti kesalahan kebijakan  pengajaran bahasa inggris dan  metode pengajarannya secara sekilas saja. Untuk kesalahan metode pengajaran bahasa inggris yang mendetail insyaAllah nanti saya akan bahas tersendiri.
Dari pengamatan penulis, kita bisa mendapatkan ada setidaknya empat kesalahan kebijakan mendasar  yang menjadi penyebab gagalnya upaya membuat siswa siswi sekolah kita mampu berbahasa inggris dengan baik.
  1. Ketidaktepatan  pemilihan guru
Seperti yang sudah saya singgung diatas bahwa  sekolah sekolah di Indonesia masih sering menempatkan orang yang salah sebagi guru Bahasa Inggris. Kesalahan memilih guru ini menjadikan jarang ada sekolah yang memiliki guru bahasa Inggris yang kompetensinya cukup sebagai seorag pendidik.  Fakta bahwa guru guru bahasa inggris kita ini tidak kompeten dan berkualifikasi rendah bukanlah bualan penulis sematan, Chodidjah (2000), pelatih dari British Council  juga melaporkan bahwa dari hasil penelitiannya di dapati bahwa di daerah DKI hanya 20% guru Bahasa Inggris yang benar-benar layak sebagai guru. Memang penelitianchodidjah masih terbatas di DKI, namun pertanyaanya , lha kalau DKI saja kedodoran bagaimana di daerah lain di Indonesia? Apakah tidak lebih parah, karena pada galipnya di DKI sekolah akan lebih gampang mencari guru yang bisa berbahasa inggris.

  1. Ketidaktepatan metode pengajaran
Entah memang karena gurunya yang memang tidak kompeten atau karena memang belum ada kesadaran yang mendalam pada diri guru bahasa inggris, sehingga  pengajaran bahasa inggris. hamper  seluruhnya hnya difokuskan pada upaya pembelajaran bahasa. Sehingga yang terjadi pengajaran bahasa inggris menjadi pelajarn yang mati, membosankan dan tanpa greget bahkan cenderung menjadi pelajaran yang menakutkan. Siswa bukannya diajari untuk berbicara bahas inggris tapi malah diminta untuk menghafal rumus, menghafal kosa kata yang tidak jelas kapan kosa kata itu akan berguna bagi si siswa. Jarang ada guru bahasa inggris yang penuh dengan kesadaran mengarahkan pelajaran bahasa inggrisnya pada penguasan bahasa, sehingga focus utama pengajaran adalah mengajarkan siswa untuk berbicara dengan bahasa inggris. Kalaupun toh siswa harus menghafal yang dihafal adalh ungkapan ungkapan penting yang akan mereka pakai dalam kehidupan sehari hari, bukan lagi rumus rumus tenses atau kosa kata kosa kata yang tidak jelas kegunaannya.  
Hal itu terjadi karena guru salah memilih pendekatan dalam pembelajaran bahasa inggris. Banyak guru bahasa inggris salah persepsi dalam memandang pelajaran bahasa inggris , bahasa inggris  didiajarakn dengan pendekatan pengajaran pengetahuan. Yah , guru bahasa inggris kita mengajar siswanya seakan akan bahasa inggris itu sebuah pengetahuan yang harus siswa pahami dan mengerti, sementara sesungguhnya bahasa inggris adalh sebuah ketrampilan yang harus mereka praktekkan agar terampil dalam menggunakan bahasa inggris.  Disinilah kesalahan terbesar  dalam pengajaran bahasa inggris dan titik krusial dari kegagalan pengajaran bahasa inggris di sekolah. Anak anak dipaksa memahami struktur bahasa tapi tidak pernah diminta untuk praktek bicara. Akibatnya terjadi kemandulan kemampuan bicara siswa dan kejumudan kemampuan guru bahasa inggrisnya. Kesalahn pendekatan ini pada akhirnya membuat siswa tidak pernah bisa berbahasa inggris dan gurunyanyapun setali tiga uang sudah mengajar bahasa inggris belasan tahun tapi disuruh bicara bahasa inggris masih juga gagap.  Ini semua berawal dari menempatkan bahasa inggris ebagai pengetahuan dan bukan ketrampilan. Siswa  tidak mempraktekkan Bahasa Inggris begitupun gurunya. Dua duanya tidak berkembang walau pelajarnbahasa inggris akan selalu ada. Dengan begitu, sudahilah penekanan pengajaran bahasa inggris pada pengajaran tata bahasa. Berikan siswa kosa kata dan ungkapan yg berguna dalam percakapan dan mulailah bicara. Yakinlah semuanya akan lebih baik nantinya..

  1. Ketidaktepatan Tata ruang kelas
Seperti  yang kita tahu, rata rata sekolah kita menerapkan layout ruang kelas yang sangat standard. Papan tulis dan meja guru didepan, meja dan kursi siswaberderet deret ke belakang. Sepintas memang seperti tidak ada hubungannya anatar tata letak kursi siswa dengan kemampuan berbahasa inggris, namun cobalah kita renungkan. Dengan kondisi bangku siswa yang berderet dadi kiri kekanan dan dari depan ke belakang, secara otomatis akan menempatkan guru didepan kelas berhadapan langsung dengan seluruh siswa. Kondisi seperti ini akan memaksa  guru untuk terus berkomunikasi dengan siswa, karena  sedetik juga guru tidak mengkomunikasikan sesuatu pada siswa, siswa akan kehilangan focus perhatian, dan mereka akan mulai resah dan bikin rebut suasana kelas. Hal inilah yang menyebabkan kebanyakan guru senang sekali menerangkan banyak hal dikelas dari pada mendengarkan siswa bicara. Akhirnya dikelas yang terjadi adalah cara belajar guru aktif. Gurunya terus bicara sepanjang ada dikelas dan siswanya jadi penonton yang bosan dan ngantuk. Kalau saja pengajarn bahasa inggris juga seperti ini, yang terjadi adalh bahwa siswa tidak punya kesempatan mempraktekkan ketrampilan berbahasa dan siswa tidak akan pernah paham dan ngerti cara berbicara bahasa inggris. Dan gagallah upaya pengajarn bahasa ini.
Andai saja guru kita pintar, maka lay out ruang kelas akan dipermak sehingga siswa bisa berinteraksi dengan sesame siswa, sehingga mereka bisa diskusi dan mempraktekan bahsa Inggris yang sedang mereka pelajari. Guru tidak harsu sepanjang masa berbicara, cukup menjadi fasilitator, siswa akan aktif belajar sendiri, berdiskusi dengan teman atau akan mudah mempraktekkan bahasa inggrisnya. Kedepan masihkan sampeyan mau membiarkan meja kursi berderet deret dalam kelas, tanpa greget untuk merombak layoutnya?

  1. Ketidaktepatan pemilihan buku referensi
Satu hal lagi kesalahan yang muncul dalam pengelolaan kelas bahasa inggri di sekolah. Karena minimnya pemahaman guru dan kepala sekolah tentang  pelajaran bahasa inggris, maka mereka memberikan buku referensi untuk pengajaran bahasa inggris bukan berdasarkan kebutuhan siswa tapi berdasar dari penawaran buku dari percetakan yang murah tapi discountnya besar. Dengan pemilihan buku pelajaranbahasa inggris yang model begini sering kali mengakibatkan buku pelajarn yang dipakai  tidak sesuai dengan psikologi perkembangan anak . Menurut  teori perkembangan Jean Piaget (1896–1980), ada empat tahap perkembangan pada setiap anak: - sensorimotor stage, (lahirsampai usia 2 tahun), - preoperational stage (2–8 tahun), - concrete operational stage (8–11 tahun), - dan formal stage (11–15 tahun keatas).  Buku pelajaran, dan juga buku peljaran bahasa inggris utamanya haruslah memeprhatiakn pola perkembangan anak ini, agar peljaran bisa sesuai dengan jiwa dan karakter yang sesuai dengan anaknya. Sebagai contoh, anak SD yang sedang dalam tahap concrete operational stage, buku pelajarn yang mereka perlukan adalah buku pelajarn dengan bahasan yg sesuai dalam belajar  yang  banyak ilustrasi, model, gambar, dan mendorong  kegiatan-kegiatan fisik lain. Karena pada tahap ini siswa sedang pada posisi sensitive terhadap warna, gambar dan gerak.
Untuk pembahasan lebih lanjut tentang kesalahan pemilihan buku ajar bahasa inggris ini, nanti lain waktu akan saya coba tuliskan dalam  tulisan dengan judul tersendiri.  Semoga bermaanfat bagi sampeyan ditempat kerja sebagi guru dan bermanfaat bagi saya diakhirat nanti.


Rabu, 08 Juni 2011

Penerapan lima Disiplin organisasi Peter Senge dalam pengelolaaan dan pengembangan sekolah.



Sudah jadi kehendak yang maha kuasa bahwa setiap makluk yang ada di muka bumi ini diciptakan dengan disertai takdir untuk bertumbuh, bahakan bagi nanusia Allah memberi kelebihan atas makluk yang lain dengan takdir untuk berkembang. Untuk bertumbuh , manusia tidak ubahnya seperti binatang, kita hanya memerlukan makanan dengan nutrisi cukup, maka bertumbuhlah kita manusia ini. Namun untuk berkembang manusia membutuhkan lingkungan yang kondusif, kasih sayang yang memadahi dan pengalaman yang memperkaya wawasan. Untuk mendapatkan dua yang pertama relatif lebih gampang karena tinggal memilih dan mengambil saja, namun untuk mendapatkan pengalaman sekaligus wawasan yang lebih luas manusia perlu usaha yang cukup keras yang disebut belajar. Tentu kita tahu belajr itu mudah diucapkan dan dibicarakan tapi sangat berat untuk dijalaninya. Oleh karena itu hanya orang orang yang fokus pada pengembangan dirinyalah yang berhasil bejara dan berkembang menjadi manusia sejati.
Begitu juga organisasi, sekolah salah satunya, bila ingin tumbuh dan berkembang maka selain suntikan dana yang cukup juga diperlukan semangat untuk berkembangnya. Organisasi juga memerlukan pengalaman dan juga perlu wawasan kedepan. Pengetahuan dan wawasan kedepan mutlak diperlukan dalam bertumbuhan. Untuk mensikapi keperluan organisasi sekolah kita agar bisa bertumbuh dan berkembang ada baiknya kita perhatikan, lima kunci disiplin organisasi yang digagas Peter Senge dalam bukunya  The fifth discipline :The art and practice of learning organization, new york, doubleday (1990) berikut ini :
1.       Keahlian Individu.
Jago silat itu sebuah predikat yang diberikan pada seseorang yang hali dalam olah gerak bela diri. Tentu saja sebutan jago silat itu tidak melulu ditentukan kemampuan kakinya menendang musuh, bergerak menghindar, atau kuda kudanya yang kokoh. Bukan juga ditentukan oleh kelihaian tanganya untuk memukul atau menangkis serangan lawan, bukan pula oleh ke handalan dan ketajaman matanya dalam mengawasi gerak gerik lawan, bukan juga oleh kemampuan refleknya untuk menghidar dan menangkis serangan semata.  Kejagosilatan sesorang tentu saja ditentukan oleh semua unsur tadi. Kejagosilatan sesorang dihasilakn dari perpaduan dri ketrampilan kaki tangan, keawasan mata dan kemampuan reflek sesorang, serta stamina tubuhnya.  Senada dengan itu sebuah organisasi akan kokoh solid dan maju bila semua unsur yang ada didalam organisasi itu memiliki kapasitas dan kualifikasi yang memadahi.  Sekolah tidak akan hebat kalau Cuma kepala sekolahnya saja yang bagus. Sekolah tidak akan maju kalau hanya satu dua gurunya saja yang mau belajar dan mengembangkan kualifikasinya. Jelas dalam sebuah organisasi, kualifikasi semua anggotanya akan saling mempengaruhi dan menentukan maju mundurnya organisasi. Dengan begitu pengembangan diri sendiri  sebagai salah satu anggota  organisasi (sekolah) adalah mutlak perlu, karena kepercayaan diri , kapasitas, integritas, loyalitas, dan kualifikasi individu akan menetukan performa organisasi.
2.       Berfikir sistem
Setiap guru atau setiap elemen sekolah haruslah berfikir sistemik di dalam sebuah organisasi. Maksudnya setiap anggota organisasi sekolah harus berfikir bahwa apa yang mereka lakukan akan berpengaruh pada seluruh sistem organisasi. Ibaratnya kalau kaki bergerak tentu saja seluruh anggota tubuh, baik tangan, badan kepala bahkan tahi lalatnyapun akan berpindah tempat.  Kita harus sadar betul bahwa pengaruh dari apa yang kita lakukan di dalam sebuah organisasi begitu dahsyatnya, oleh karena itu kita tidak boleh sembarangan bertindak dan berbuat, semua harus melalui koridor organisasi, semua harus berdasarkan keputusan pimpinan dan tidak boleh berbuat bertindak dan memtuskan apapun yang terkait dengan organisasi sekolah sendiri sendiri.  Sekolah adalh organisasi yang kompleks setiap unsurnya saling memepengaruhi, kalau setiap unsur bergerak sendiri sendiri bubarlah sekolahan nantinya.
3.       Model mental
Kalau kita sungguh sungguh sudah mengakui bahwa sekolah adalh organisasi yang komplek dan setiap gerakan dari anggotanya akan saling mempengaruhi maka kitapun harus menyadari bahwa sikap  mental kita, karakter kita pun akan berpengaruh pada oragnaisasi atau sekolah kita. Baik buruknya sekolah sesungguhnya adalah cerminan dari kumpulan karakter dan watak orang orang yang terlibat di dalamnya. Kebusukan kebusukan mental individu akan terkumpul dan menjadi kebusukan sekolah. Kebaikan kebaikan individu akan terkumpul dan membaw harum nama sekolah.  Oleh karena itu adalh sebuah keharusan bagi kita untuk memperbaiki sikap mental kita sebagi anggota organisasi sekolah.
4.       Visi bersama
Adlh penting bagi seluruh anggota oraganisasi ataupun anggota arganisasi sekolah untuk memahami Visi sekolah. Visi adalh cita cita yang ingin digapai sekolah. Pemahaman akan visi organisasi oleh seluruh anggotanya akan memudahkan anggota tersebut menentukan tindakn tindakan pribadinya atas nama organisasi. Tanpa visi bersama maka organisasi akan kehilangan arah. Dan seluruh anggotanya akan ngalor ngidul, ribet dan sibuk sendiri. Bukannaya berusaha memajukan organisasi malah saling cela dan bermusuhan dengan teman sendiri.
5.       Pembelajaran kelompok. 
Sudah belasan tahun sampai hari ini sejak awal awal didiskusikannya ide untuk menciptakan learning organization, sebuah organisasi yang belajar. Sebuah organisasi tidak akan maju kalau Cuma satu atu dua anggotanya yang mengembangkan diri dengan rajin belajar. Organisasi akan menjadi learning organization kalau seluruh anggotanya tergerak untuk meningkatkan kwalifikasi  dirinya. Kalau semua orang dalam sebuah organisasi itu pintar maka organisasi itu akan kelihatan pintar tapi kalau organisasi atau sekolah itu terdiri dari orang orang yang bodoh maka sekolah itu akan terlihat sebagi kumpulan orang idiot. Saya sering membayangkan andai saja sebuah sekolah mulai dari bagian kebersihan sampai kepala sekolahnya suka belajar, betapa pintarnya mereka dan betapa sukanya masyarakat pada sekolah tersebut. Dan betapa efektif dan efisennya pekerjaan mereka.

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...