Rabu, 08 Maret 2023

Lima Langkah Pengendalian Ruang Kelas Yang Efektif Dan Efisien

 


Untuk bisa mengeksekusi proses belajar mengajar dengan efektif efisien seorang guru dituntut untuk bisa mengendalikan kelas dengan baik. Kalau seorang guru bisa menempatkan semua aspek yang terkait ruang kelas tempat dia bekerja dalam kendali dia, maka hambatan dalam melakukan tugas pengajaran pada seluruh siswa di dalam kelas tak akan ada banyak kendala. Untuk pengendalian kelas ini, guru dituntut untuk benar benar menguasai hal hal berikut;

1.       Seluruh siswa di dalam kelas harus berada dalam kendali guru, jangan beri peluang siswa berbuat sesuka hati di dalam ruang kelas. Pastikan tak ada seorang siswa pun yang ada di luar perhatian, pengawasan, dan kontrol guru. Seorang siswa yang tak terpantau kegiatannya di dalam ruang kelas biasanya cenderung akan berbuat menyimpang dan off-task.

2.       Ruang kelas secara utuh harus dalam penguasaan guru. Jangan ada area dalam ruang kelas yang lepas dan luput dari pantauan dan penguasaan guru, Itulah kenapa seorang guru perlu  bergerak keliling kelas untuk memberi sinyal pada siswa bahwa guru tak akan membiarkan ada teritori di dalam ruang kelas tanpa pengawasan. Hal ini menyiratkan bahwa sebelum mulai mengajar guru wajib mengatur penempatan fasilitas kelas, terutama meja, kursi, papan tulis, dan fasilitas lain, tujuannya untuk memastikan ada ruang untuk bergerak bagi semua siswa dan terutama ruang gerak untuk guru agar bisa bergerak cepat menjangkau siswa mana pun yang perlu perhatian dan penanganan segera di dalam kelas.

3.       Waktu yang dijadwalkan di dalam kelas itu harus utuh dikuasai guru dan jangan pernah izinkan siswa menguasai penggunaan waktu yang diberikan itu dengan membuat ulah yang menyita perhatian seluruh kelas. Itulah kenapa guru yang efektif wajib tegas, berwibawa dengan perencanaan yang lengkap sebelum masuk ruang kelas.

4.       Perlengkapan dan peralatan , serta alat bantu belajar yang ada di dalam kelas penggunaannya harus dalam pemantauan dan pengawasan guru. Jangan izinkan siswa menggunakan fasilitas kelas untuk hal yang tak sesuai dengan tujuan belajar mengajar.

5.       Bahan ajar juga harus dikuasai guru, jangan sampai ketika ada pertanyaan dari siswa yang kritis, gurunya gelagapan untuk menjelaskannya. Kalau hal ini sampai  terjadi maka sedikit demi sedikit otoritas seorang guru bisa tergerus dan kepercayaan siswa terhadap guru berkurang. Wibawa guru pun akan merosot dan kelas tak akan bisa dikendalikan.

Kalau semua hal itu bisa dikuasai guru, proses belajar mengajar di dalam kelas akan berjalan lancar, efektif, efisien. Semua siswa akan berada dalam kondisi on-task, tak ada keributan. Semua aspek ruang kelas dalam pengendalian, target target pengajaran pun akan dengan mudah dicapai. Tak bisa dipungkiri lagi, akan selalu ada kaitan antara bagusnya guru mengatur kelasnya dengan tingkat pencapaian belajar yang digapai siswa siswanya.

Minggu, 05 Maret 2023

Guru Yang Efektif Tahu Apa Yang Harus Dilakukan Pada Siswanya

 


Jadi guru itu tidak mudah. Pekerjaan seorang guru tidaklah sama dengan pekerjaan pada umumnya yang hanya berurusan dengan benda benda mati semacam buku, alat tulis, laptop, printer, kertas kertas, mesin, perkakas dan material lainnya; yang semua hanya memerlukan penjagaan secara fisik saja. Guru adalah sebuah profesi unik yang bukan hanya berurusan benda mati, tapi berurusan dengan manusia. Mungin banyak profesi yang berurusan dengan manusia selain profesi seorang guru, namun tak ada yang mampu mengalahkan penting dan uniknya menjadi seorang guru, karena guru itu berurusan dengan masa depan manusia yang dihadapinya. Mengingat yang dikelola seorang guru adalah masa depan siswa siswanya, maka mereka patut memperhatikan  baik proses pertumbuhan maupun pengembangan diri siswa siswanya. Itu artinya tugas guru itu berganda. Di satu sisi guru harus memperhatikan pertumbuhan siswanya secara fisik. Untuk pertumbuhan secara fisik ini, seorang guru  harus memperhatikan dan menjaga keamanan siswanya secara fisik, agar pertumbuhan badan siswa tidak terhambat. Dilain pihak, guru juga bertanggung jawab bahwa secara psikis siswa harus terjamin perkembangan mental spiritual dan karakternya agar kelak bisa menjadi pribadi utuh yang berkembang sempurna menjadi manusia dewasa yang paripurna. Dalam hal ini guru wajib memberikan rasa nyaman pada siswanya, karena perkembangan psikis siswa hanya bisa terjadi  dalam kenyamanan.

Kegagalan guru dalam mendidik siswa siswanya bisa berakibat fatal bagi kehidupan dan masa depan peserta didik tersebut. Hal inilah yang membuat tanggung jawab seorang guru terasa sangat besar. Amanah yang guru emban sangatlah mulia tapi sangat berat. Kondisi ini yang sering membuat guru meriang dan tak percaya diri di awal semester. Bayang bayang kegagalan mengendalikan kelas dan mendisiplinkan siswa berkecamuk dalam pikirannya, sewaktu pertama sekali seorang guru melangkahkan kaki menuju ke ruang kelasnya di awal semester. Deg deg ser, jantung berdegup kencang, dada terasa terkesiap, harap harap cemas, ada pertanyaan besar mampu tidak nanti mengajar dengan baik dan mengendalikan kelas.

Kalau tatkala masuk kelas pertama sekali ternyata guru mendapati kelasnya teratur dan siswanya cukup tertib, maka guru akan segera percaya diri dalam pengendalian kelas, dan proses belajar mengajar bisa mendapatkan performanya dengan cepat. Sebaliknya, kalau yang terjadi  siswanya gaduh tak disiplin, susah diatur, guru bisa merasa cemas dan hilang kendali diri, bayangan kepala sekolah yang tak suka dengan kinerjanya dan protes orang tua atas performanya bisa memberatkan pikirannya. Dalam kondisi seperti ini, apa pun yang dilakukan guru bisa salah dan tidak pas. Siswa yang tidak disiplin dan tidak on-task kalau dibiarkan kelas akan semakin kacau dan proses belajar mengajar akan sangat terganggu atau bahkan tidak terjadi. Sekali guru gagal menertibkan dan mendisiplinkan kelas, guru itu akan hampir mustahil bisa melanjutkan mengajar di kelas itu. Guru mau marah dan membentak siswa agar tertib pun tidak akan efektif. Selain tak semua siswa takut dibentak, bentakan dari seorang guru hanya akan menambah ketegangan pada suasana kelas. Suasana tegang yang disebabkan amarah dan bentakan guru, bukan saja memancing keributan dengan siswa jagoan yang merasa tertantang, tetapi sebetulnya juga merusak suasana hati dan gairah belajar siswa yang tertib, disiplin dan yang sebetulnya punya keinginan kuat untuk belajar. Jadi guru menggunakan jurus marah dan membentak sangat tidak dianjurkan dalam manajemen ruang kelas.

Itulah kenapa guru memerlukan perencanaan sebelum mulai mengajar, baik perencanaan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar yang berupa rencana pengajaran, juga perencanaan manajemen ruang kelas yang baik. Guru harus menyiapkan aturan kelas, prosedur, dan rencana pendisiplinan kelas untuk bisa mendapatkan manajemen ruang kelas, pengendalian serta disiplin kelas yang baik. Seorang guru harus mampu mengendalikan diri dan emosinya, agar tidak merasa tertekan di dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar. Guru yang secara mental tertekan akan memberi pengaruh yang kurang baik pada kesehatan dan kondisi emosional dia sendiri secara umum, pada guru guru lain di sekolah dan berdampak besar pada kondisi psikis siswa dikelasnya (wood and Mccarty, 2002), dan bahkan pernah ada kasus yang menunjukkan ketertekanan mental seorang guru bisa mempengaruhi suasana sekolah pada umumnya.

Oleh karena itu penting untuk menjadi guru yang efektif yang tahu apa yang harus dilakukan pada siswanya untuk bisa mengendalikan kelas dengan sempurna dan menanamkan disiplin kelas dengan baik. Sekali lagi, guru yang baik haruslah guru yang mampu mengendalikan suasana kelas dan kedisiplinan siswanya dengan metode dan perencanaan yang matang dan bukan dengan emosi yang tak terkendali. Guru yang efektif mengatur ruang kelasnya dengan peraturan, prosedur dan memupuk rutinitas yang baik. Guru yang tidak efektif mencoba mendisiplinkan siswanya dengan marah, ancaman dan hukuman (wong and wong, 1998)

Jumat, 03 Maret 2023

Temukan Antecedent Dari Perilaku Siswa Untuk Penanganan Kenakalan Siswa

 


Guru guru tradisional biasanya menghadapi perilaku tidak benar siswanya dengan marah dan memberi hukuman. Tentu tak asing lagi bagi kita mendengar tentang siswa yang dimarahi gurunya, siswa yang disuruh push up sekian kali, dijemur di depan tiang bendera, atau suruh lari keliling lapangan sekian kali, bahkan ada yang sampai ditempeleng atau di suruh membersihkan WC. Namun apakah penanganan masalah tingkah laku siswa atau kenakalan siswa dengan marah dan hukuman seperti ini berhasil dan manjur? Sejarah membuktikan tidak. Makin keras kita marah pada siswa, makin berat hukuman yang kita berikan pada siswa, makin menjadi jadilah tingkah laku siswa kita. Siswa tak akan berhenti bertingkah laku tak benar hanya karena marah dan hukuman, kemarahan guru dan hukumannya justru akan membuat tingkah siswa tak terkendali, karena marah dan hukuman melukai harga diri siswa, dan siswa perlu membela harga dirinya di depan siswa lain dengan menunjukkan bahwa dia tak takut dengan gurunya.

Oleh karena itu penanganan siswa bermasalah, hendaklah tidak hanya berusaha menghentikan tingkah lakunya, tetapi perlu juga menghilangkan akar permasalahan dari tingkah laku yang salah tersebut. Dengan begitu, penanganan tingkah laku siswa (behavior management) ini harus dimulai dengan mencari penyebab kenakalan atau penyelewengan tingkah laku siswa itu sendiri.  Begitu kita meyakini bahwa tingkah seorang siswa itu sudah di luar batas wajar dan mulai mengganggu jalannya pelajaran, guru sudah harus berusaha memperhatikan seluruh kejadian di seputar kenakalan tingkah laku siswa tersebut. Guru harus mencari tahu seluruh alur kejadian secara lengkap dan menganalisisnya dengan cermat, agar guru tahu kenapa siswa itu bertingkah laku demikian. Kalau seorang guru sudah memahami apa sesungguhnya yang terjadi, sehingga siswanya menunjukkan tingkah yang kurang pas, maka dengan mudah guru akan tahu apa yang harus dilakukan agar tingkah laku itu bisa dihentikan secara permanen.

Itu artinya guru wajib memahami alasan atau titik awal (antecedent) kenapa  kenakalan itu bisa terjadi. Antecedent dari kenakalan siswa itu bisa berbentuk apa saja, bisa berbentuk orang, barang, situasi, kejadian, atau bahkan tingkah laku menyimpang lainnya. Temukan antecedent dari perilaku salah siswa, baru kemudian guru akan tahu apa yang bisa dilakukan untuk pencegahannya. Jadi guru jangan main marah dan kasih hukuman saja, kalau ingin permasalahan kenakalan siswanya hilang permanen dan mampu menunjukkan profesionalitas dan kualitas keguruannya. Lho, apakah berarti guru tak boleh marah dan memberi hukuman? Kita bahas lain kali ya? Biar artikel ini bisa tetap dijaga pendek saja...tidak kepanjangan.

 

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...