Rabu, 05 April 2023

Guru Jangan Membentak Siswa kalau Tak Mau Gagal Dalam Pengajaran Di Dalam Kelas

 


 

Ada kalanya kenakalan siswa di dalam kelas itu bisa sangat menjengkelkan dan bagi beberapa guru yang kurang panjang ususnya kenakalan siswa itu benar benar bisa membuat guru lepas kendali. Kemarahan membuncah, kemudian membentak dan teriak jadi pilihan satu satunya sang guru yang tak terelakkan. Kalau kejengkelan sang guru sangat dalam, maka bukan hanya berteriak dan membentak yang dilakukan, bahkan seorang guru bisa saja lepas kendali dan melakukan hal hal yang kurang tepat untuk keberlanjutan pembelajaran di dalam kelas. Bentakan adalah puncak dari kejengkelan guru. Kurang beruntungnya setelah berada pada fase puncak tertinggi kejengkelan dan emosinya , seorang guru tidak bisa tiba tiba balik ke posisi paling bawah. Secara natural untuk mencapai titik terendah lagi dari titik tertinggi orang haruslah turun secara bertahap. Begitu juga guru yang berada pada puncak kemarahannya, tak mungkin dia setelah membentak langsung biasa saja. Guru tersebut pasti memerlukan tahapan tahapan untuk menurunkan tensinya sehingga kembali ke posisi nol.

Nah dalam tahap kembali ke posisi nol inilah biasanya guru melanjutkan bentakannya dengan berbicara. Yang jadi permasalahan adalah yang dibicarakan guru dalam rangka cooling down ini biasanya adalah cercaan kepada siswa, menyudutkan siswa dengan kesalahannya, dan sering terjadi guru mempermalukan siswa di depan teman temannya. Cercaan terhadap siswa itu tak terhindarkan karena pasti tak ada perkataan lain yang bisa keluar dari mulut guru yang cocok untuk mengikuti bentakannya. Guru pasti mencari pembenaran atas bentakannya, dan bisa dipastikan bahwa cara membenarkan diri kenapa membentak adalah membeberkan kesalahan siswanya. Itulah kenapa cercaan yang pasti keluar setelah bentakan seorang guru.  Selain cercaan sangat sering guru melanjutkan bicaranya dengan mempermalukan siswanya, hal ini secara alami terjadi karena guru ingin mengembalikan kehormatannya setelah merasa disepelekan oleh siswanya dengan pelanggarannya. Dari sinilah sesungguhnya bencana itu dimulai.

Bentakan itu terbukti tak pernah efektif untuk mengembalikan siswa pada jalurnya, menjadikan siswa tunduk patuh pada peraturan dan kembali pada tugasnya untuk belajar, on task. Yang ada bentakan malah membuat siswa yang dibentak malah makin beringas, hilang rasa hormatnya dan membentak balik guru. Kalau kondisi ini terjadi guru akan semakin terpojok posisinya. Melanjutkan marahnya dengan bentakan lebih keras hanya akan mengundang siswa makin berani dan konflik guru siswa ini akan tak terkendali. Ujung akhirnya tak akan pernah dimenangkan guru. Gurulah yang akan dapat masalah, guru pula yang akhirnya akan malu.

Atau bisa jadi sebaliknya, setelah guru membentak semua siswa dikelas ketakutan. Bahkan siswa siswa yang selalu on task dan tak melanggar peraturan pun akan ikut ketakutan, terganggu secara psikologis dan ikut terdiam. Seluruh kelas mendadak kehilangan selera untuk melanjutkan belajar. Guru pun dengan kemarahannya itu juga akan sulit untuk bisa memulai pelajaran. Akhirnya bisa ditebak hari itu pelajaran itu gagal total. Itu yang terjadi bila guru kehilangan kendali diri dan memilih membentak siswanya. Oleh karena itu marah dan membentak siswa bukanlah pilihan yang direkomendasikan untuk guru lakukan. Kalau Anda seorang guru dan tak mau kehilangan rasa hormat siswa dan orang tuanya, tak mau rusak kredibilitasnya sebagai seorang guru, maka kendalikan diri dan jangan pernah membentak siswa (Fischer, 2004)

Selasa, 04 April 2023

Konsekuensi Dalam Bentuk Penguatan Positif Dan Penguatan Negatif Dalam Penanganan Siswa Bermasalah

 


Konsekuensi adalah segala sesuatu yang terjadi setelah sebuah perilaku atau sikap dijalankan atau dipraktikkan. Konsekuensi dapat diketahui dengan mengamati apa yang terjadi segera setelah perilaku tersebut ditunjukkan. Itu kalau kita melihat konsekuensi yang terjadi secara alami. Namun di ruang kelas kita, konsekuensi tak perlu menunggu rangkaian proses alami terjadi dengan sendirinya. Konsekuensi di dalam kelas bagi siswa bisa kita ciptakan dan rencanakan. Bahkan konsekuensi bisa kita bentuk dengan kesepakatan dengan seluruh siswa di ruang kelas. Oleh karena itu konsekuensi dalam rangka behavior management dapat berupa suatu barang, orang, tempat, objek, peristiwa, tanggung jawab, pujian, hadiah atau perilaku lainnya yang terkait dengan perilaku yang ditunjukkan pada peristiwa sebelumnya (antecedent-nya)

Untuk  memberikan konsekuensi terhadap rangkaian perilaku yang terjadi dengan tepat, kita perlu memahami konsekuensi secara lebih mendalam. Konsekuensi sebagai akibat dari sebuah tindakan, menurut Karen malm, dapat difungsikan dalam tiga hal terhadap pelaku dan perilakunya:

(a) konsekuensi bisa dipakai sebagai tanda persetujuan kita atas perilaku yang ditunjukkan dan kita ingin siswa mempertahankan mempertahankan perilakunya tersebut.

(b) konsekuensi yang kita berikan pada siswa di kelas juga bisa dipakai untuk meningkatkan pencapaian ataupun perilaku siswa yang baru saja ditunjukkan.

(c) konsekuensi juga bisa dimaksudkan untuk menurunkan dan meniadakan lagi tingkah laku tertentu dari siswa di kelas kita. Tentu saja yang harus kita turunkan atau tiadakan adalah tingkah laku yang kurang pantas (misbehavior) dari siswa kita.

Dengan begitu jelas bahwa konsekuensi itu ada dua macam; ada konsekuensi negatif dan ada konsekuensi positif. Konsekuensi positif di dunia sekolah biasa juga disebut sebagai penguatan positif, konsekuensi negatif biasa juga disebut penguatan negatif. Konsekuensi yang meningkatkan atau mempertahankan suatu perilaku yang disebut "penguatan positif" bisa mudah dipahami dan dilakukan oleh guru. Selain itu, memberikan penguatan pada perilaku siswa yang sudah baik itu relatif lebih mudah; guru cukup memberikan hadiah, pujian, perhatian atau hal sejenisnya yang bisa dirasakan sebagai hal yang positif dan menyenangkan bagi siswa, maka siswa pun otomatis akan tahu bahwa tingkah lakunya ternyata sudah benar dan mendapat dukungan guru.

 Namun penguatan negatif masih sering disalahpahami oleh sebagian guru. Banyak guru yang salah mengira bahwa penguatan negatif adalah memberikan hukuman  atau melakukan sesuatu yang tak mengenakan kepada siswa agar dia berhenti berperilaku buruk atau jera melakukan perbuatan buruk tersebut. Tentu saja hal ini adalah salah, hukuman tak pernah bisa membuat jera siswa. Yang ada siswa malah main tertantang untuk meningkatkan intensitas kenakalannya. Selain itu konsekuensi tujuannya haruslah bukan untuk membuat jera, tetapi membuat siswa memahami kesalahannya dan tahu bahwa mereka harus selalu bersikap dan berperilaku yang bertanggungjawab. Bukankah yang seperti ini tujuan pendidikan itu? Nah dengan demikian penguatan negatif haruslah diartikan sebagai upaya untuk menghentikan dan menghilangkan perilaku negatif siswa dengan cara menghilangkan stimulus yang mendorong siswa untuk berbuat dan berperilaku negatif.  Itulah kenapa seorang guru harus jeli membaca situasi dan kondisi sehingga bisa mengidentifikasi anteseden ataupun stimulus lain yang akan mendorong perilaku negatif siswa. Kemampuan identifikasi stimulus negatif ini harus segera diikuti dengan kemampuan menghilangkan stimulus itu dari dalam kelas kita agar kita mampu meningkatkan kualitas perilaku dan tingkah laku siswa di dalam kelas. Inilah yang disebut dengan penguatan negatif itu.

 

Minggu, 02 April 2023

Mengapa Tangan guru Perlu Dilipat Ke Belakang Saat Menangani Siswa Bermasalah?

 


Memang jadi seorang guru yang baik dan benar itu tidaklah mudah, banyak hal kecil kecil dan detail yang perlu dimengerti dan dipahami oleh seorang guru agar dia benar benar mampu bersikap dan bertindak sebagai guru yang profesional dan tahu apa yang harus dilakukannya.  Mungkin di profesi yang lain tidak perlu memperhatikan terlalu detail sikap dan kial tubuhnya, Namun seorang guru sangat penting untuk memahami arti penting semua sikap dan gerak tubuhnya karena sikap dan kila tubuh guru akan mempengaruhi sikap dan penerimaan siswa terhadap pengajaran dan pendidikan yang diberikan oleh seorang guru.

Sebagai contoh, apakah guru perlu memperhatikan sikap dan gerak tangannya ketika menangani siswa yang sedang bermasalah? Bagi yang tidak mau memperhatikan detail pendidikan, tentu akan berpendapat, tak perlulah memikirkan gerakan tangan guru saat menangani siswa yang bermasalah. Tetapi akan sangat berbeda kalau yang diminta pendapat adalah guru yang benar benar profesional. Mereka akan mempunyai pendapat tersendiri tentang ini.

Bagi seorang guru yang berpengalaman, mereka pasti akan menyarankan pada semua guru yang sedang menangani siswa yang bermasalah untuk mendekati siswa yang bermasalah itu dengan berjalan tenang dan meletakkan kedua tangan di belakang tubuh. Jadi guru yang mau menangani siswa yang bermasalah itu disarankan untuk mendatangi siswa yang bersangkutan dengan bersikap seolah sedang menggendong tangannya di belakang pinggangnya. Sikap ini sangat disarankan bagi seorang guru saat berjalan mendatangi siswa yang bermasalah dan selama berbicara dengan siswa tersebut. Sikap ini terasa lebih menenangkan hati siswa, karena siswa tak terlalu merasa terancam saat melihat tangan gurunya tersembunyi di belakang badannya. Selain itu yang tangan terlipat ke belakang juga bisa menjaga guru dari berbuat yang tidak tepat terhadap siswa yang bermasalah tersebut.

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...