Ada kalanya kenakalan siswa di dalam kelas itu bisa sangat menjengkelkan dan bagi beberapa guru yang kurang panjang ususnya kenakalan siswa itu benar benar bisa membuat guru lepas kendali. Kemarahan membuncah, kemudian membentak dan teriak jadi pilihan satu satunya sang guru yang tak terelakkan. Kalau kejengkelan sang guru sangat dalam, maka bukan hanya berteriak dan membentak yang dilakukan, bahkan seorang guru bisa saja lepas kendali dan melakukan hal hal yang kurang tepat untuk keberlanjutan pembelajaran di dalam kelas. Bentakan adalah puncak dari kejengkelan guru. Kurang beruntungnya setelah berada pada fase puncak tertinggi kejengkelan dan emosinya , seorang guru tidak bisa tiba tiba balik ke posisi paling bawah. Secara natural untuk mencapai titik terendah lagi dari titik tertinggi orang haruslah turun secara bertahap. Begitu juga guru yang berada pada puncak kemarahannya, tak mungkin dia setelah membentak langsung biasa saja. Guru tersebut pasti memerlukan tahapan tahapan untuk menurunkan tensinya sehingga kembali ke posisi nol.
Nah dalam tahap kembali ke posisi nol inilah biasanya guru melanjutkan bentakannya dengan berbicara. Yang jadi permasalahan adalah yang dibicarakan guru dalam rangka cooling down ini biasanya adalah cercaan kepada siswa, menyudutkan siswa dengan kesalahannya, dan sering terjadi guru mempermalukan siswa di depan teman temannya. Cercaan terhadap siswa itu tak terhindarkan karena pasti tak ada perkataan lain yang bisa keluar dari mulut guru yang cocok untuk mengikuti bentakannya. Guru pasti mencari pembenaran atas bentakannya, dan bisa dipastikan bahwa cara membenarkan diri kenapa membentak adalah membeberkan kesalahan siswanya. Itulah kenapa cercaan yang pasti keluar setelah bentakan seorang guru. Selain cercaan sangat sering guru melanjutkan bicaranya dengan mempermalukan siswanya, hal ini secara alami terjadi karena guru ingin mengembalikan kehormatannya setelah merasa disepelekan oleh siswanya dengan pelanggarannya. Dari sinilah sesungguhnya bencana itu dimulai.
Bentakan itu terbukti tak pernah efektif untuk mengembalikan siswa pada jalurnya, menjadikan siswa tunduk patuh pada peraturan dan kembali pada tugasnya untuk belajar, on task. Yang ada bentakan malah membuat siswa yang dibentak malah makin beringas, hilang rasa hormatnya dan membentak balik guru. Kalau kondisi ini terjadi guru akan semakin terpojok posisinya. Melanjutkan marahnya dengan bentakan lebih keras hanya akan mengundang siswa makin berani dan konflik guru siswa ini akan tak terkendali. Ujung akhirnya tak akan pernah dimenangkan guru. Gurulah yang akan dapat masalah, guru pula yang akhirnya akan malu.
Atau bisa jadi sebaliknya, setelah guru membentak semua siswa dikelas ketakutan. Bahkan siswa siswa yang selalu on task dan tak melanggar peraturan pun akan ikut ketakutan, terganggu secara psikologis dan ikut terdiam. Seluruh kelas mendadak kehilangan selera untuk melanjutkan belajar. Guru pun dengan kemarahannya itu juga akan sulit untuk bisa memulai pelajaran. Akhirnya bisa ditebak hari itu pelajaran itu gagal total. Itu yang terjadi bila guru kehilangan kendali diri dan memilih membentak siswanya. Oleh karena itu marah dan membentak siswa bukanlah pilihan yang direkomendasikan untuk guru lakukan. Kalau Anda seorang guru dan tak mau kehilangan rasa hormat siswa dan orang tuanya, tak mau rusak kredibilitasnya sebagai seorang guru, maka kendalikan diri dan jangan pernah membentak siswa (Fischer, 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saya sangat berterimakasih kalau anda tinggalkan komentar disini / Would you please leave a comment or a critique for the sake of my future writing improvements?