Jumat, 15 Februari 2013

PARADIGMA GURU PADA PEMBELAJARAN ABAD 21 (21st CENTURY LEARNING) (bagian 1)



Seperti berulang kali saya sampaiakan dunia ini sudah berubah, sejalan perkebangan tehnologi yang begitu cepat. Kondisi sosial budaya dan perekonomian juga sudah lama berubah mengikuti perubahan dunia. Namun di dunia pendidikan baru sedikit yang berubah.  Dan ini selalu jadi tema tulisan tulisan saya di blog ini. Penulis sangat berharap bahwa dunia pendidikan juga segera berbenah dan ikut berubah agar tidak timpang dengan kebutuhan riil pendidikan bagi masyarakat dan dunia.
Pada tulisan saya kali ini, saya akan mengajak bapak dan ibu guru untuk berubah. Kenapa harus guru? Yah karena jantung dari pendidikan adalah guru, kalau gurunya berubah tentu semua hal yang terkait dengan pendidikan akan berubah. Semua aspek pendidikan akan berubah sejalan dengan perubahan gurunya. Guru akan berubah kalau guru bisa mengadobsi “BELIEF” atau keyakinan baru tentang pendidikan. Untuk bisa sampai pada perubahan “belief” pada guru, yang pertama sekali harus dilakukan guru adalah merubah paradigma atau cara pandang guru sendiri terhadap pendidikan.
Nah untuk membantu guru mendapatkan paradigma baru pendidikan. Ada baiknya saya sedikit membantu memicu pemikiran kritis para guru dengan mengungkapkan hal hal ringan yang harus dirubah sebagi berikut:
1.       Artificial context         harus dirubah menjadi                     real world context
Diwaktu lalu semua guru mengajarkan teori di dalam kelas. Siswa pun diminta membaca buku untuk memahami teori. Andai saja ada guru yang berikiran maju dan meminta siswanya mendiskusikan sebuah pemecahan kasus, maka kasus itu juga dimbil dari textbook atau kasus itu dikarang oleh gurunya, sehingga belum juga kasus dipikirkan sang guru sudah memegang keputusan penanganan kasus yang dia yakini sebagi yang benar dan terbaik. Alih alih siswa berlatih berfikir malah mereka terperangkap dan tergiring untuk menerima gagasan gurunya sebagai gagasan terbaik.
Untuk sekarang guru harus punya paradigma yang berbeda. Guru harus mampu menghadirkan situasi asli diluar kelas untuk dipelajari, diamati dan di carikan pemecahannya di dalam kelas. Siswa perlu memasuki situasi riil agar mampu membuat keputusan berdasarkan situasi dan kondisi yng berjalan bukan pada situasi rekaan. Sedang untuk belajar bahasa asingpun siswa akan cepat belajar kalau dihadapkan pada native speakernya dari pada di suruh pura pura dalam situasi tertentu dan mereka harus bicara dengan teman sendiri.
2.       Factual                harus dirubah menjadi                             critical thinking
Seperti yang saya jelaskan diatas, guru selama ini selalu menjejelkan teori teori pada siswa siswinya. Untuk menunjukan kebenaran teori yang berpuluh tahun dia sampaikan dai satu generasi siswa ke generasi siswaa yang lain, guru yang lebih kreatif akan mencoba membuktikan dengan bukti bukti yang dia bisa comot dari artikel di media masa, kejadian sehari hari, atau berita baik di koran, majlah, radio ataupun TV. Boleh dikata semua yang disampaiakn dibuat sefaktual mungkin.
 Cukupkah? Ya cukup, tapi dulu. Sekarang informasi faktual sudah tidak cukup. Tantangan ke depan butuh lebih dari sekedar mengetahui informasi faktual. Kita dituntunt untuk bisa berfikir cepat, bertindak cepat bergerak cepat dan berhasil cepat karena kehidupan ke depan nampaknya akan bergerak begitu cepat. Oleh karena itu sekolah sudah selayaknya mengajarkan siswanya bergerak cepat berfikir cepat dan memetuskan dengan cepat. Itu artinya sekolah wajib bukan saja mengajarkan hal hal yang faktual, tapi juga mengjarkan siswanya untuk berfikir kritis. Perekonomian kedepan tidak akan bertumpu pada perekonomian manufacturing lagi. Sumberdaya alam sudah menipis, ekonomi kreatif menunggu kita. Berfikir kritis dan cepat adalh senjata yg diperlukan dalam perekonomian kreatif di masa depan.
3.       Information delivery         harus dirubah menjadi               information exchange
Sejauh ini kita harus mengakui bahwa dalam pelaksanaan pendidikan kita terlalu bertumpu pada kemampuan guru mentransfer pengetahuannya. Guru adalh satu satunya sumber informasi di dalm kelas oleh karena itu harus didengarkan dan ilmunya haruslah diserap. Pertanyaan apakah informasi yang diberikan guru pasti benar adalh haram hukumnya. Semua siswa tidak berhak bertanya dan harus take for granted secara membabi buta menerima apa yang disampaikan guru adalh benar. Padahal siapa bisa menjamin kalau apa yang diketahui guru itu pasti benar? Guru adalah sumber ilmu dan sumber informasi oleh karena itu pengajaran pasti berbentuk ceramah one way traffic. Hal seperti ini tidak benar bukan? Siswa bisa saja lebih tahu dan lebih pintar dari gurunya pada masalh tertentu.
 Oleh karena itu pengajaran di sekolah tidak boleh lagi one way traffic. Guru tidak bisa lagi memposisikan diri sebagai satu satunya sumber belajar. Semua oarang yang ada di ruang kelas punya hak sebagi penyampai informasi dan pengetahuan. Jadikan kelas sebagi tempatnya para pelajar bertukar informasi dan pengetahuan. Bisa dibayakan seberapa banyak informasi dan pengetahuan yang beredar di dalam kelas, kalau hanya berasal dari satu sumber dan seberapa banyak yang akan kita dapat kalau semua orang di dalam kelas mengumpulkan informasi dan pengetahuan yang ada.  Pengetahuan akan makin lengkap tajam jelas dan aktual kalau semua orang memberikan apa yang mereka tahu bukan?
4.       Teacher-centered instructions          harus dirubah menjadi           students-centered learning
Terkait dengan apa yang kita bicarakan di no.3 di atas. Bila menjadikan guru sebagi satu satunya sumber informasi maka guru akan berlaku sebagi pembicara tunggal. Dan artinya pusat perhatian siswa seluruhnya harus pada guru. Peran guru sangat mendominasi proses belajar mengajar dan menjadikan siswanya pasif dan kalau capai akan ngantuk. Beginilah yang kita sebut sebagi cara belajar guru aktif atau pembelajaran yang berpusat pada guru. Mengingat bahwa guru sudah tidak selayaknya menjadi satu satunya sumber informasi maka pembelajarn yang terpusat pada guru juga sehharusnya tidak layak lagi. Yang wajib belajar itu siswa bukan guru, oleh karena itu cara belajar siswa aktif atau pembelajarn yang berppusat pada siswa adalah keharusan.  Guru harus bisa menciptakan susasan dimanan siswanya yang belajar dan guru Cuma sekedar sebagai motivator, fasilitator dan memonitor.
Dan membuat situasi seperti ini tentu tidak mudah, tapi kalau anda adalah guru yang baik tetu akan berusaha untuk belajar mengembalikan hak siswa untuk belajar, bukannya malah mencuri waktunya siswa untuk belajar anda pakai untuk belajar sendiri dan siswa anda melihat anda yang sedang belajar. Baliklah kondisi yang ada menjadi anda mengawasi siswa siswi yang sedang belajar.  Kenapa saya katakan begitu? Ya karena saat anda berceramah mengajarkan ilmu pengetahuan di depan siswa anda, yang akan bertambah pintar adalah anda, siswa anda tetap tidak akan tahu apa apa. Di sinilah sebetulnya sumber permasalahan yang mengakibatkan ada siswa dibilang bodoh, karena memang yang belajar gurunya, siswa tidak belajar tapi melihat gurunya sedang belajar.  Semoga bisa dipahami  kenapa saya katakan gurunya yang belajar dalam hal ini. Maka rubahlah paradigma anda dan kemudian rubahlah suasana kelas anda sehingga di dalam kelas yang belajar adalah siswa anda, bukan anda sebagi gurunya.
Masih ada beberapa hal lagi sebetulnya yang bisa saya sampaikan. Namun tidak sekarang. Sekarang sudah jam satu malam. Saya akan istirahat dulu dan saya akan lanjutakan bab ini dilain waktu. Semoga berguna.

*) lanjutan dah bisa dibaca di Paradigma guru pada pembelajaran abad 21 (21st century learning) (bagian 2)

Selasa, 12 Februari 2013

Ketrampilan Hidup Leaderpreneurship untuk Sekolah Masa Depan





Perkembangan tehnologi, utamanya tehnologi informasi yang begitu pesat, bukan saja membawa kemudahan kemudahan di semua sektor kehidupan manusia, tapi ternyata membawa dampak sosial ekonomi yang tak terpikirkan sebelumnya. Sistem hubungan sosial berubah, karena tehnologi informasi mampu meniadakan jarak dan waktu bagi manusia untuk berinteraksi.  Kita bisa berinteraksi dengan siapapun secara instant dimanapun dan kapanpun , hal yang sangat mustahil untuk bisa dilakukan 30 tahun yang lalu. Secara ekonomi tehnologi juga menjanjikan efektifitas dan efisensi kerja yang luar biasa. Saking efektif dan efisiennya pekerjaan yang bisa dilakukan tehnologi, samapai tenaga manusia tidak dibutuhkan lagi. Akibatnya banyak pekerjaan yang dulu ada sekarang sudah menghilang, dan akhirnya muncul juga pekerjaan pekerjaan baru yang sepuluh tahun yang lalu saja tidak terbayangkan adanya.
Namun sayangnya ketrampilan hidup yang diajarkan di sekolah pada siswa siswinya masih ketrampilan hidup saat tehnologi dan utamanya tehnologi informasi belum berkembang seperti sekarang. Ketrampilan hidup yang diajarkan disekolah masihlah ketrampilan hidup dimana dunia masih menggunakan tehnologi  lama dan tehnologi  informasi masih sangat sederhana. Ketrampilan hidup yang didapat disekolah tak lebih dari kemampuan mengerti dan hafal bberapa teori pengetahuan, mampu lulus ujian punya ijasah dan bisa mencari kerja diperkaantoran.  Sedangkan seperti yang sudah diutarkan diatas, bahwa kehadiran perkembangan tehnologi yg bgt pesat telah meniadakan jenis jenis pekerjaan yng bisa dikerjakan orang yang “pinter” dengan nilai ujian tinggi. Pekerjaan pekerjaan yang tersedia telah berubah dan akan terus berupah dengan cepat, oleh karena itu ketrampilan hidup yang diajarkan di sekolah sudah seharusnyalah segera dirubah sesuai dengan permintaan jaman, atau setidaknya  ketrampilan hidup yang harus diajarkan sekolah ada siswa siswinya haruslah ketrampilan hidup yang bisa secara  fleksibel di-up grade untuk mengikuti jaman dimana siswa siwi itu nanti hidup dan menghidupi diri.
Hal ini tentu adalah tugas berat sekolah untuk memformulakan ketrampilan hidup apap yang harus diajarkan dan bagaimana mengajrkannya. Tentu saja hal ini memerlukan kreatifitas, inovasi  dari warga sekolah yang visioner untuk menentukan.
Nah, dalam tulisan singkat ini, penulis hanya ingin urun rembug, memberi masukan , atau setidaknya melempar ide untuk di diskusikan dengan sidang pembaca semuanya. Penulis mempunyai  akan melempar beberapa ketrampiln hidup yang bisa diajarakn di sekolah demi masa depan siswa siswi kita. Tentu kebenaran ide ini masih perlu dikajilagi, oleh karena itu sejak awal penulis sudah menyatakan bahwa ide ini masih debatable dan ingin di diskusikan dengan sidang pembaca.
Mengingat dimasa depan, tehnologi masih akan terus berkembang, situasi soaial ekonomi akan terus bergeser, sumberdaya alam akan makin menipis, perekonomian tidak lagi akan berbasis pada perekonomian manufacturing lagi dan perekonomian kreatif akan jadi trend ke depan, maka ketrampilan hidup (life skills) yang perlu diajarkan pada siswa disekolah adalah sebagi berikut:
          Understanding oneself and others
          Communication skills
          How to get along with others
          Learning to learn
          Decision making
          Managing
          Organizing/ working along with others
          Inovation
          creatifity
          Risk taking
          Business perspectives
          Opportunity building  
          Self understanding.
          Marketing
          Selling
          Foreign languages
          Information technology
          Management
          Administration
Terus terang penulis agk malas untuk menjelaskan “kenapanya” untk tiap ketrampilan hidup yang ada, namun bisa penulis katakan bahwa tujuh ketrampilan hidup pertama adalah ketrampilan hidup yang terkait dengan kepemimpinan, 8 ketrampilan hidup berikutnya adalah ketrampilan hidup yang terkait dengan kemampuan berbisnis atau menjalankan tindakan entreprenerial dan 4 ketrampilan yang terakhir adalah ketrampilan hidup yang akan mendukung dua kelompok ketrampilan hidup yang sebelumnya yaitu ketrampilan hidup kepemimpinan dan kewirausahaan atau dalam bahasa inggris disebut sebagai leadership life skills and entrepreneurship life skills. Dan kalau mau diperpendek itu semua adalah ketrampilan hidup LEADERPRENEURSHIP yang wajib dipunya semua siswa sekolah.  Semoga berguna....

Minggu, 03 Februari 2013

PERLUKAH SEKOLAH MEMPERHATIKAN " MOMENT OF TRUTH"?



Bagi sekolah sekolah negri baik tingkatan SD yang paling rendah sampai SMA ataupun SMK yang paling tinggi, mencari siswa baru bukanlah suatu hal yang susah. Buka pendaftaran selama satu minggu saja, siswa yang datang akan melebihi kuota yang bisa mereka terima. Hal ini tentu para sidang pembaca sadari bukanlah hal yang mengada ada. Daya tarik siswa untuk bersekolah di sekolah sekolah negri begitu besarnya sehingga tak diperlukan lagi apa yang oleh orang pintar disebut sebagai marketing strategy. Mereka ga peduli apa dan bagaimana sekolah negri tersebut, product tidak penting bagi pelanggan sekolah negri toh pada dasarnya standarad pendidikan sekolah negri ya standard tidak terlalu berbeda dari satu sekolah ke selolah yang lainnya. Hal ini akan tetap seperti itu selama negri-minded masih ada dipikiran masyarakat kita, dan fakta bahwa sekolah negri sebetulnya gratis adalah daya tarik yaang berikutnya.

Tapi tidak seperti itu yang terjadi pada sekolah swasta. Mereka harus bertarung keras untuk merebut pasar. Strategi harus dijalankan, produk pendidikannya haruslah “berbeda “ dari sekolah lain. Semua sumberdaya harus dikerahkan dan diperbaiki untuk mendapatkan pangsa pasar yang sebetulnya tidak terlalu besar.

Hal hal besar wajibdiperhatikan , hal hal kecil tidak boleh dibiarkan kalau sekolah ingin tetap bertahan menghadapi kerasnya persaingan. Namun adakalanya sekolah hanya terfokus pada hala hal besar, hal hal kecil diabaikan. Gedung diperbagus, fasilitas lengkap, promosi gencar dan besar besaran, tapi banyak hal kecil tapi strategis tidak tersentuh, akibatnya sekolah tetap bergerak ditempat hidup segan mati tak mau.
Salah satu yang suka dilupakan oleh sekolah adalah tidak pandainya warga sekolah menjaga dan memanfaatkan “Moment of truth”. Tentu istilah ini tidak terlalu familiar di sekolah karena istilah ini seringnya hanya berkeliaran di bisnis bisnis keramahtamahan (hospitality) . Di dunia bisnis macam  hotel, restauran, bar , karaoke dan sejenisnya, moment of truth ini sangat diperhatikan, karena hal ini akan berimbas pada lanjut atau gulung tikarnya usaha. Tapi penyelenggara pendidikan belum banyak yang memeprhatikan moment of truth ini.

Nah dalam tulisan pendek saya ini saya Cuma mau mengingatkan para penyelenggra sekolah untuk memperhatikan moment of truth ini, agar kejayaan selalu berada di genggaman sampeyan semua.
Moment of truth secara gampangnya  adalah berbagai kesempatan, hubungan,interaksi ataupun  pertemuan yang terjadi antara badan usaha dan yang merepresentasikannya dengan pelanggan di saatmana pelanggan itu akan
mengalami dan mendalami apakah kebutuhan dan pelayanan yang diperlukan tersedia dengan baik dan pelanggan akan memberikan penilaian terhadap pelayanan perusahaan atau badan usaha tersebut. Penilaian pada moment of truth ini akan menentukan apakah pelanggan akan tetap menjadi pelanggan atau akan segera angkat kaki dan mencari pelyanan di tempat lain.

Bagi sekolah, setelah gedung dan fasilitas diperbaiki, kurikulum sudah di “up grade”, moment of truth ini akan banyak muncul dalam pelayanan pada siswa maupun pada orangtua siswa baik yang diberikan oleh guru maupun staff yang lain. Sekolah yang ingin memeprtahankan pelanggan harus bisa memastikan guru dan karyawannya bisa bekerja keras, melakukan seluruh pekerjaan dengan baik, melayani pelanggan
dengan baik dan semunya harus tepat waktu baru bisa menjamin bahwa pelanggan akan tetap dalam genggaman atau akan kembali lagi.

Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena, kata yang punya ilmunya, satu moment of truth yang buruk akan menghapuskan 10 kebaikan atau kehebatan yang lain. Kita bisa bayangkan ada calon orangtua siswa yang sedang ke sekolah ingin mencarikan sekolah bagi putranya tercinta, baru sampai depan sekolah orang tua ini sudah terkagum melihat kemegahan calon sekolah anaknya. Tempat parkirnya juga luas, tamannya juga enak dipandang mata. Masuk ke teras sekolah sudah disambut dengan hawa dingin dan wangi, sekolah tertata rapi fasilitas lengkap dan nampak aman bagi anak untuk sekolah. Membaca visi misi sekolah dan program pendidikannya yang begitu hebat tambah mantap saja si orangtua ini ingin menyekolahkan anaknya disekolah itu. Orangtua ini sudah yakin bahwa sekolah ini adalah sekolah yang tepat untuk anaknya, ga peduli bahwa nanti uang masuk atau sppnya sebesar apa, pokoknya anaknya harus sekolah di sekolah ini.
Namun begitu siorantua mulai ketemu guru dan karyawannya kok semuanya cuek saja ga ada yang memperhatikan si orangtua ini. Tiddak ada yang menegur atau sekedar senyum saja. Masuk ke bagian adminsitrasi tidak juga ada yang peduli, hakan pegawai sekolah malah asyyik ngobrol dan bercanda sendiri. Setelah si calon orangtua siswa bilang “permisi” baru ada yang melihat dan memperhatikan. Setelah calon orangtua siswa bertanya tentang sekolah, mereka menjawab “temui kepala sekolah saja bu/pak”,  dan mereka balik lagi ngobrol dengan temannya, ga peduli lagi dengan calon orantua siswa ini.
Kira kira kalau calon orangtua siswa itu anda, sidang pembaca, masih berhasratkah menyekolahkan anak bapak/ibu disekolah yang megah ini? Tentu sampeyan akan berfikir ulang, penilaian yang bagus tentang sekolah itu diawal akan langsung hilang setelah kekecewaan saat dicuekin oleh warga sekolahnya.  Pada ilustrasi ini, sekolah telah kehilangan moment of truth. Semaakin banyak sebuah sekolah kehilangan moment of truth akan semakin ditinggalkan siswanya.
Oleh karena itu sekolah atau bentuk usaha yang lain harus berusaha mati matian untuk tidak pernah kehilangan moment of truth, mengharuskan staff dan gurunya memebrikan pelayanan yang terbaik dan menunjukkan keramahtamahan yang luar biasa pada siapa saja yang datng ke sekolah. Kunci pokok dari moment of truth ini sebetulnya gampang. Sadaarkan seluruh warga sekolah untuk memanusiakan manusia. Pastikan pelanggan adalh raja, jangan dicuekin, jangan dicemberutin, jangan disinggung perasaanya. Jangn biarkan siapa saja yang berada disekolah kebingungan tanpa ada yang menolong dan jangan pernah lupa berikan senyum manis pada semua aorang dilingkungan sekolah. Jangan enggan mengantar menunjukkan dan menolong orang yang punya urusan dengan sekolah. Itu saja. Dan pelanggan akan memberikan apresiasinya. Setelah itu loyalitas pelanggan akan ditangan dan kemajuan usaha/ sekolah tak terhindar lagi. Permintaan kenaikan gaji akan lebih mudah diakomodasi...semoga bermanfaat.

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...