Disuatu siang yang agak terik, sebuah motor matic terpakir dengan kasar didepan sebuah sekolah, seorang ibu setengah baya turun sambil melempar anaknya yang baru berumur dua tahun hingga terpelanting hamper jatuh andai saja pegangan ibunya itu dilepaskan. Air muka si ibu kelihatan begitu sangar marah. “Mana guru Olah raga?” Ah ternyata si ibu ini marah karena tidak terima anak perempuannya dibuat nangis oleh guru olah raga. Masalanya sudah pasti pemberian hukuman yang kurang tepat terhadap “kenakalan” siswa.
Tentu saja saya tidak akan mengulas permasalahan yang terjadi siang itu disini, tapi ada baiknya kita bicarakan saja masalah bentuk bentuk sanksi atau hukuman yang tepat bagi siswa yang melanggar tata tertib atu aturan sekolah lainnya.
Kalau bicara tentang hukuman fisik seperti dijemur atau lari keliling lapangan, berdiri dengan satu kaki , bersihin WC atau bahkan di tampar, tentu bukanlah asing bagi pelajar pelajar jadul (jaman dulu) era kemerdekaan sampai tahun 1990an. Namun seiring dengan kesadaran orang tua akan keselamatan anaknya, dan munculnya isu isu hak asasi, dan perlindungan anak, hukuman serupa akan menuai masalh bila masih diterapkan disekolah. Jadi kalau ada guru yang samapi detik ini belum sadar dan masih menerapakan model hukuman abad yang lalau itu, siap siaplah berurusan dengan pihak yang berwajib, karena kemarahan orang tua siswa.
Nah sebagi seorang pendidik wajiblah kita bertanya, tepatkah hukuman hukuman model seperti itu diterapkan disekolah? Jawaban saya “tidak”. Apakah dengan begitu siswa sekarang boleh berkelakuan seenak udelnya dan guru harus membiarkan saja? Tentu jawabnnya adalah “tidak” juga, harus ada tindakan dari sekolah atau guru pada anak anak yang tidak bertindak sesuai aturan dan tidak mengikuti pelajaran (off task). Tindakan yang tepat bagi siswa yang off task bukanlah memebri hukuman seperti yang guru guru jaman dulu lakukan, tapi berilah “KONSEKWENSI”. Ciptakanlah konsekwensi yang tepat bagi setiap pelanggaran yang dilakukan oleh siswa.
Kenapa harus “KONSEKWENSI”? cobalah kita bandingkan antara hukuman dan konsekwensi agar kita bisa mengerti kenapa pemberian hukuman jauh dari niat “pendidikan” bagi siswa siswi di sekolah.
1. Dari sifat alaminya (nature)
Hukuman secara alamiah pasti kelihatan sangat tidak masuk akal. Bagaimana bisa dibilang masuk akal kalau ada siswa tidak mengerjakan PR kok diberi hadiah dijemur dilapangan/halaman sekolah?. Memang hubungannya PR yang tidak dikerjakan dengan menjemur siswa itu apa? Kalau guru berfikir tentang memberi konsekwensi pada siswa yang melanggar aturan, pasti tindakan yang diambil masuk akal.
2. Dari Tujuannya
Penyebab ketidakmasukakalan hukuman adalah karena tujuan hukuman itu adalah memberikan rasa sakit secara fisik dan mental emosional, menciptakan suasana yang sangat tidak menyenangkan atau mempermalukan siswa didepan teman temannya. karena tujuannya seperti itu maka tindakan guru pasti akan diarahkan pada upaya hukuman fisik yg melecehkan harga diri siswa. Pertanyaannya beginikah pendidikan yang kita mau? Siswa dididik untuk bisa menanam kebencian dalam diri dan bagaimana cara mengungkapkan rasa benci itu dengan mempermalukan orang lain. Coba bagaimana dengan konsekwensi? Konsekwensi bukan alat merendahkan harga diri siswa, tapi sebuah konsekwensi haruslah mampu membuat siswa paham dan sadar akan akibat positif maupun akibat negative dari tindakannya di waktu yang telah lewat.
3. Dari maksudnya.
Memang penulis akui maksud dari hukuman tidaklah buruk yaitu agar siswa jera dan tidak berbuat salah lagi atau agar siswa tidak bertingkah lagi agar terhindar dari hukuman. Namun dimana letak kebaikan dari upaya menghindari perbuatan buruk bukan karena kesadaran tetapi hanya karena takut akan hukuman? Kita mendidik siswa untuk menjadi orang munafik dong? Makanya penulis anjurkan untuk menggunakan konsekwensi karena konsekwensi mengarahkan siswa pada kesadaran, tanggungjawab dan kemampuan memilih tindakan secara trampil dan konsisten.
4. Dari Motivasinya.
Motivasi pemberian hukuman jelas berisi dan bermuatan keinginan guru melepaskan dendam kesumatnya terhadap siswa. Hukuman adalah manifestasi dari rasa marah rasa sebal guru. terhadap siswanya. Hukuman adalah sarana bagi guru untuk menyenangkan diri, dengan memebri hukuman guru akan merasa pada posisi yang superior. Ihhh guru kok serem. Konsekwensi disatu sisi adalah upaya guru untuk mendorong terpenuhinya kebutuhan pendidikan siswa. Motivasinya adalah memebri pendidikan dan pengajaran pada siswa akan tingkah laku dan norma sosial.
5. Dari orientasinya.
Hukuman akan selalu melihat masa lalu, semua keputusan diambil berdasarkan pada kejadian atau masalalu siswa. Seperti yang kita ketahui masalalu sudah berlalu dan tidak penting lagi, jadi kenapa masih jadi patokan dalam pengajaran? Konsekwensi sebalikya haruslah berorientasi pada kebutuhan kebutuhan siswa di masa depan.
6. Gaya guru
Dalam memberi hukuman guru akan kelihatan kasar, marah, mencoba membuat siswa takut, langsung menghakimi siswa sebagai pesakitan, egois dan tindakannya tidak teratur dalam arti tidak punya standard dan prosedur yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebaliknya dengan membrikan konsekwensi, guru akan bersifat tetap ramah, tapi tegas, arah bicara dan tindakan jelas, tidak ada penghakiman baik buruk karena semua didasarkan pada kondisi nyata.
7. Dari focus tindakan guru.
Pemberian hukuman terfokus pada upaya guru untuk ambil kendali pada diri siswa, dan ini kenapa sering ada guru berantem sama muridnya. Karena muridnya merasa dilecehkan, dikangkangi dan merasa akan ditaklukan. Sebaliknya pemberian konsekwensi akan terfokus pada upaya agar siswa mampu mengendalikan diri agar seluruh bakat dan kemampuannya terasah disekolah.
8. Dari pengaruhnya terhadap siwa.
Hukuman terhadap siswa seberapun buasnya guru dan beratnya hukuman sering sekali hanya berpengaruh tak lebih dari sepuluh menit. Dalam hitungan menit siswa sudah akan bertingkah menyimpang lagi. Jadi pengaruh hukuman sangatlah jangka pendek. Konsekwensi disi yang lain akan memebrikan dampak perubahan karakter siswa pada jangka yang panjang.
9. Dari perasaan siswa.
Hukuman seberapa pun ringannya akan membuat siswa tertekan, tertekan karena takut atau sebaliknya siswa bisa tertekan karena marah, siswa bisa juga merasa tak berdaya, dan rendah diri. Beginikah didikan yang tepat bagi anak Indonesia? Sebaliknya konsekwensi akan membuat merasa aman nyaman secara fisik maupun mental emosional, siswa merasa dihargai, dan merasa mampu untuk bertanggungjawab atas kesalahannya. Dengan demikian siswa akan paham atas pilihan pilihan dalam hidup ini. Akibatnya…
10. Dari dampak psikologisnya
Rasa dendam akibat dihukum akan membuat siswa marah dan merasa dilecehkan, oleh sebab itu hukuman lebih sering akan menimbulkan pelanggran yang lebih serius dari siswa, karena siswa yang memberontak dan nantangin gurunya. Konsekwensi sebaliknya akan membuat siswa paham akan tindakan dan konsekwensinya, tumbuh kemampuan memilih tindakan, merasa dihormati dan otomatis akan menghormati diri sendiri dan orang lain, percaya diri dan bisa meningkatkan disiplin diri serta memahami tanggungjawab sebagai individu.
11. Dari kesempatan siswa
Siswa terhukum tidak punya kesempatan membela diri dan memilih tindakan yang harus mereka lakukan. Berbeda dengan pemebrian konsekwensi, dalam hal ini siswa masih memiliki kesempatan untuk belajar memilih tindakan, membuat keputusan untuk memecah permjawabi apa yang masalah yang mereka hadapi dan menanggungjawabi pilihan tindakan mereka sendiri.
12. Dari Pelajaran yang di dapat
Pemberian hukuman tidak meninggalkan sedikitpun pelajaran tingkah laku yang tepat yang bisa diparaktekakan siswa untuk memeperbaiki tingkah laku dan aklaknya. Konsekwensi pada dasarnya adalah pengajaran tentang tingkah laku yang sesuai norma yang siswa bisa praktekkan di dalam kesehariannya.
(Diramu dari berbagai sumber)
Demikian sedikit hal yang bisa kami sampaikan untuk berbagi pemahaman kepada guru guru tercinta diseluruh Indonesia. Saya kira ini sudah cukup jelas bagi kita semua. Namun…
Untuk diskusi lebih lanjut sampeyan bisa hubung kami melalui e-mail kami satyawiyatama@yahoo.co.id
ARTIKEL YANG SANGAT BERMANFAAT... Tapi alangkah lebih naiknya jika di lampirkan daftar pustaka yang lengakap. (tidak hanya ditulis dari berbagai sumber).. terimaksih...
BalasHapusoya saya sedang membuat tesisi tentang managemen kelas. minta tlng kalau ada jurnal-jurnal yang berkaitan mhn dapat di download di blog ini. terimakasih...
betul sekali pak, saya juga ingat ketika sya masih SD, ada sebentuk penekanan terhadap siswa agar bisa.
BalasHapuscontoh kecil pada saat itu kami disuruh menghafal perkalian sambil memegang tumpukan Buku Matematika yang lumayan tebal sktr 5-10 buku dg ketebalan sktar 1,5 cm.
tidak hanya itu, menghafalpun sambil mengangkat sebelah kaki. jika tidak hafal akan tetap berdiri di depan kelas.
Cara seperti ini memang memaksa shgg mungkin berpengaruh trhdp mental dan psikologi.
Terimakasih Ilmunya,
salam kenal, ditunggu kunjugan baliknya di BLOG Kami yang juga membahas Masalah Pendidikan. Kami tunggu
http://bem-stkiphamzanwadiselong.blogspot.com
@ hidup, terima kasih kunjungannya, tapi sayang kami tidak punya juranl yang sampeyan perlukan. selamt mnegrjakan tesisnya..atau malah sudah wisuda nich sekarang? tnggu saja rencana saya au tulis buku tentang classroom managamen juga...
BalasHapus@ BEM, terima kasih kunjunagnnya, mari belaja bersama sama....
Jadi konsekwensi terhadap anak nakal atau anak yang melanggar apa bos. Jangan cuma ngomong konsekwensi aja.solusinya apa....
BalasHapusya tinggal kesalhannya apa. tidak mengerjakan PR dikasih ditensi untuk mengrjakan PR. ribut diskelas di keluarkan dari kelas tapi diserahkan ke guru piket atau bp untuk ditangani,diawasi untuk belajar sendiri. artinya guru bukan cuma mengeluarkan siswa dari kelas tapi juga memebri tugas untuk dikerjakan dalam pengawasan guru piket atau BP dst dst... masing masing sekolah bisa merumuskan jenis konsekwensinya masing masing.
BalasHapusSiswa nakal yang dikeluarkan kelas untuk mengerjakan tugas diluar, siswa nakal tersebut nyanyi keras di balik jendela yang terbuka, atau manggil manggil teman yang di dalam, sehingga kelas gaduh, kalau guru melarang, ia semakin melecehkan guru dengan kata kata kasar.
BalasHapusSementara guru harus mengajar di kelas dan membimbing yang ada di kelas. Tindakan apa yang sesuai untuk siswa tersebut
siswa pada dasarnya tidak boleh lepas dari pengawasan guru selama siswa itu jadi tanggungjawab sekolah. Oleh karena itu kalau memberi konsekwensi siswa dengan mengeluarkan siswa itu dari kelas, siswa tersebut harus dalam penanganan guu lain, guru piket, BP atau kalau tidak ada serahkan ke kepala sekolah. jngan siswa dikeluarkan dan ya sudah, itu bahaya sisw bisa berbuat apa saja kalau tdk dalam penanganan dan pengawasan guru, termasuk bisa melakukan kenaklan dan keisengan yang tidak perlu atau bahakn bisa berbuat kejahatan yang bisa disesali oleh seluruh warga sekolah.
BalasHapus