Seperti berulang kali saya
sampaiakan dunia ini sudah berubah, sejalan perkebangan tehnologi yang begitu
cepat. Kondisi sosial budaya dan perekonomian juga sudah lama berubah mengikuti
perubahan dunia. Namun di dunia pendidikan baru sedikit yang berubah. Dan ini selalu jadi tema tulisan tulisan saya
di blog ini. Penulis sangat berharap bahwa dunia pendidikan juga segera
berbenah dan ikut berubah agar tidak timpang dengan kebutuhan riil pendidikan
bagi masyarakat dan dunia.
Pada tulisan saya kali ini, saya
akan mengajak bapak dan ibu guru untuk berubah. Kenapa harus guru? Yah karena
jantung dari pendidikan adalah guru, kalau gurunya berubah tentu semua hal yang
terkait dengan pendidikan akan berubah. Semua aspek pendidikan akan berubah
sejalan dengan perubahan gurunya. Guru akan berubah kalau guru bisa mengadobsi “BELIEF”
atau keyakinan baru tentang pendidikan. Untuk bisa sampai pada perubahan “belief”
pada guru, yang pertama sekali harus dilakukan guru adalah merubah paradigma
atau cara pandang guru sendiri terhadap pendidikan.
Nah untuk membantu guru
mendapatkan paradigma baru pendidikan. Ada baiknya saya sedikit membantu memicu
pemikiran kritis para guru dengan mengungkapkan hal hal ringan yang harus
dirubah sebagi berikut:
1. Artificial context harus dirubah menjadi real world context
Diwaktu lalu semua guru
mengajarkan teori di dalam kelas. Siswa pun diminta membaca buku untuk memahami
teori. Andai saja ada guru yang berikiran maju dan meminta siswanya
mendiskusikan sebuah pemecahan kasus, maka kasus itu juga dimbil dari textbook
atau kasus itu dikarang oleh gurunya, sehingga belum juga kasus dipikirkan sang
guru sudah memegang keputusan penanganan kasus yang dia yakini sebagi yang
benar dan terbaik. Alih alih siswa berlatih berfikir malah mereka terperangkap
dan tergiring untuk menerima gagasan gurunya sebagai gagasan terbaik.
Untuk sekarang guru harus punya
paradigma yang berbeda. Guru harus mampu menghadirkan situasi asli diluar kelas
untuk dipelajari, diamati dan di carikan pemecahannya di dalam kelas. Siswa
perlu memasuki situasi riil agar mampu membuat keputusan berdasarkan situasi
dan kondisi yng berjalan bukan pada situasi rekaan. Sedang untuk belajar bahasa
asingpun siswa akan cepat belajar kalau dihadapkan pada native speakernya dari
pada di suruh pura pura dalam situasi tertentu dan mereka harus bicara dengan
teman sendiri.
2.
Factual harus dirubah menjadi critical thinking
Seperti yang saya jelaskan
diatas, guru selama ini selalu menjejelkan teori teori pada siswa siswinya. Untuk
menunjukan kebenaran teori yang berpuluh tahun dia sampaikan dai satu generasi
siswa ke generasi siswaa yang lain, guru yang lebih kreatif akan mencoba
membuktikan dengan bukti bukti yang dia bisa comot dari artikel di media masa,
kejadian sehari hari, atau berita baik di koran, majlah, radio ataupun TV. Boleh
dikata semua yang disampaiakn dibuat sefaktual mungkin.
Cukupkah? Ya cukup, tapi dulu. Sekarang informasi
faktual sudah tidak cukup. Tantangan ke depan butuh lebih dari sekedar
mengetahui informasi faktual. Kita dituntunt untuk bisa berfikir cepat,
bertindak cepat bergerak cepat dan berhasil cepat karena kehidupan ke depan
nampaknya akan bergerak begitu cepat. Oleh karena itu sekolah sudah selayaknya
mengajarkan siswanya bergerak cepat berfikir cepat dan memetuskan dengan cepat.
Itu artinya sekolah wajib bukan saja mengajarkan hal hal yang faktual, tapi
juga mengjarkan siswanya untuk berfikir kritis. Perekonomian kedepan tidak akan
bertumpu pada perekonomian manufacturing lagi. Sumberdaya alam sudah menipis,
ekonomi kreatif menunggu kita. Berfikir kritis dan cepat adalh senjata yg
diperlukan dalam perekonomian kreatif di masa depan.
3. Information delivery harus dirubah
menjadi information exchange
Sejauh ini kita harus mengakui
bahwa dalam pelaksanaan pendidikan kita terlalu bertumpu pada kemampuan guru
mentransfer pengetahuannya. Guru adalh satu satunya sumber informasi di dalm
kelas oleh karena itu harus didengarkan dan ilmunya haruslah diserap. Pertanyaan
apakah informasi yang diberikan guru pasti benar adalh haram hukumnya. Semua siswa
tidak berhak bertanya dan harus take for granted secara membabi buta menerima
apa yang disampaikan guru adalh benar. Padahal siapa bisa menjamin kalau apa
yang diketahui guru itu pasti benar? Guru adalah sumber ilmu dan sumber
informasi oleh karena itu pengajaran pasti berbentuk ceramah one way traffic. Hal
seperti ini tidak benar bukan? Siswa bisa saja lebih tahu dan lebih pintar dari
gurunya pada masalh tertentu.
Oleh karena itu pengajaran di sekolah tidak
boleh lagi one way traffic. Guru tidak bisa lagi memposisikan diri sebagai satu
satunya sumber belajar. Semua oarang yang ada di ruang kelas punya hak sebagi
penyampai informasi dan pengetahuan. Jadikan kelas sebagi tempatnya para
pelajar bertukar informasi dan pengetahuan. Bisa dibayakan seberapa banyak
informasi dan pengetahuan yang beredar di dalam kelas, kalau hanya berasal dari
satu sumber dan seberapa banyak yang akan kita dapat kalau semua orang di dalam
kelas mengumpulkan informasi dan pengetahuan yang ada. Pengetahuan akan makin lengkap tajam jelas dan
aktual kalau semua orang memberikan apa yang mereka tahu bukan?
4. Teacher-centered instructions harus dirubah
menjadi students-centered learning
Terkait dengan apa yang kita
bicarakan di no.3 di atas. Bila menjadikan guru sebagi satu satunya sumber
informasi maka guru akan berlaku sebagi pembicara tunggal. Dan artinya pusat
perhatian siswa seluruhnya harus pada guru. Peran guru sangat mendominasi
proses belajar mengajar dan menjadikan siswanya pasif dan kalau capai akan
ngantuk. Beginilah yang kita sebut sebagi cara belajar guru aktif atau
pembelajaran yang berpusat pada guru. Mengingat bahwa guru sudah tidak
selayaknya menjadi satu satunya sumber informasi maka pembelajarn yang terpusat
pada guru juga sehharusnya tidak layak lagi. Yang wajib belajar itu siswa bukan
guru, oleh karena itu cara belajar siswa aktif atau pembelajarn yang berppusat
pada siswa adalah keharusan. Guru harus
bisa menciptakan susasan dimanan siswanya yang belajar dan guru Cuma sekedar
sebagai motivator, fasilitator dan memonitor.
Dan membuat situasi seperti ini
tentu tidak mudah, tapi kalau anda adalah guru yang baik tetu akan berusaha
untuk belajar mengembalikan hak siswa untuk belajar, bukannya malah mencuri
waktunya siswa untuk belajar anda pakai untuk belajar sendiri dan siswa anda
melihat anda yang sedang belajar. Baliklah kondisi yang ada menjadi anda
mengawasi siswa siswi yang sedang belajar. Kenapa saya katakan begitu? Ya karena saat
anda berceramah mengajarkan ilmu pengetahuan di depan siswa anda, yang akan
bertambah pintar adalah anda, siswa anda tetap tidak akan tahu apa apa. Di sinilah
sebetulnya sumber permasalahan yang mengakibatkan ada siswa dibilang bodoh,
karena memang yang belajar gurunya, siswa tidak belajar tapi melihat gurunya
sedang belajar. Semoga bisa dipahami kenapa saya katakan gurunya yang belajar dalam
hal ini. Maka rubahlah paradigma anda dan kemudian rubahlah suasana kelas anda
sehingga di dalam kelas yang belajar adalah siswa anda, bukan anda sebagi
gurunya.
Masih ada beberapa hal lagi
sebetulnya yang bisa saya sampaikan. Namun tidak sekarang. Sekarang sudah jam
satu malam. Saya akan istirahat dulu dan saya akan lanjutakan bab ini dilain
waktu. Semoga berguna.
*) lanjutan dah bisa dibaca di Paradigma guru pada pembelajaran abad 21 (21st century learning) (bagian 2)
*) lanjutan dah bisa dibaca di Paradigma guru pada pembelajaran abad 21 (21st century learning) (bagian 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saya sangat berterimakasih kalau anda tinggalkan komentar disini / Would you please leave a comment or a critique for the sake of my future writing improvements?