Untuk keberhasilan setiap usaha
mendisiplinkan kelas, pengendalian dan pengaturan ruang kelas (classroom
management) pada akhirnya akan memerlukan pengendalian dan pengaturan pola
tingkah laku (behavior management) yang baik dan tepat di dalam ruang kelas.
Selain efektivitas pengaturan ruang kelas, keteraturan pola tingkah laku
seluruh penghuni kelas akan sangat menentukan kondusifitas ruang dan lingkungan
kelas untuk belajar. Sebuah ruang kelas dengan pola tingkah laku yang tertib
dan teratur tentu akan memberikan rasa aman dan nyaman untuk belajar dengan
serius, sebaliknya sebuah ruang kelas dengan penghuni yang berperilaku tanpa
aturan, tidak disiplin dan kacau, tentu akan menimbulkan kegaduhan yang sama
sekali tidak mendukung proses belajar mengajar di dalamnya. Pengaturan tingkah
laku di dalam ruang kelas haruslah terpola, dan terencana dengan jelas dan
sistematis. Pengaturan tingkah laku di dalam ruang kelas tak bisa hanya bersifat
reaktif, bertindak dan berbuat berdasarkan apa yang terjadi, cari solusi kalau
ada permasalahan muncul saja. Lebih dari itu, pengaturan tingkah laku ini
sangat memerlukan perencanaan yang matang dengan melibatkan penyiapan sebuah
sistem tingkah laku yang secara efektif mampu mengelola dan mengendalikan siswa
di dalam ruang kelas dengan menggunakan prinsip-prinsip teori perilaku.
Otoritas seorang guru memang sangat penting untuk pengendalian tingkah laku
siswa, namun seorang guru tidak cukup hanya bermodal otoritas untuk bisa
mendapatkan pengaturan tingkah laku yang baik. Pengaturan tingkah laku siswa
dengan mengedepankan otoritas hanya akan menimbulkan kekakuan, ketegangan dan
kesumpekan di dalam ruang kelas yang pada gilirannya nanti akan menimbulkan
rasa capai dan bosan pada siswa yang membuatnya tidak bisa belajar. Itulah
kenapa pengaturan tingkah laku siswa di dalam ruang kelas wajib memperhatikan
prinsip prinsip teori tingkah laku seperti yang disebutkan sebelumnya. Itu
artinya seorang guru wajib paham dan tahu ilmu pedagogi dan psikologi,
setidaknya psikologi pendidikan. Keberhasilan pendisiplinan, pengendalian dan
pengaturan tingkah laku siswa tergantung pemahaman guru akan kejiwaan dan aspek
psikologis siswa ini.
Sebelum pendisiplinan dan pengaturan
tingkah laku siswa dimulai wajib diingat bahwa yang disebut tingkah laku siswa
adalah semua tindakan dan gerak siswa yang dapat kita lihat, kita bisa ukur
dampaknya terhadap siswa itu sendiri dan lingkungannya, kita bisa prediksi
akibat yang mungkin ditimbulkannya, sehingga kita punya alasan yang tepat untuk
setuju atau tidak setuju dengan perbuatan atau perilaku itu, dan yang tak kalah
pentingnya adalah bahwa guru wajib menyadari ada batasan waktu di mana dia
boleh intervensi dan mengatur apa yang boleh dan tak boleh lakukan di dalam
ruang kelas. Penekanan tingkah laku pada
hal hal yang terlihat dan terukur ini penting, agar guru tidak terlalu jauh
memasuki hal hal yang bersifat pribadi pada siswanya. Juga jangan sampai siswa
lagi bersedih malah dimarahi oleh gurunya dengan alasan tangisannya mengganggu
proses belajar, misalnya, atau ketika siswa merasa ada yang lucu kemudian tak
sengaja tersenyum, gurunya mengomel. Tidak boleh terjadi juga, ada siswa yang
lagi mencoba mengungkapkan pemikirannya baik dengan menjelaskan apa yang
dipikirkan maupun mempertanyakan sesuatu pada gurunya, bukannya didengarkan dan
ditanggapi dengan baik, malah siswa dipersalahkan oleh gururnya dengan alasan
pikiran dan pertanyaannya tak sejalan dengan pelajaran. Semua hal itu
berlebihan dan harus dihindari seorang guru dalam upayanya mengatur tingkah
laku siswa di dalam kelasnya. Sekali lagi, tingkah laku selalu terkait dengan
hal hal yang tampak, terukur dan bisa diprediksi akibatnya, perilaku bukanlah
perasaan, pikiran, atau niat hal-hal yang memiliki interpretasi berbeda jika
dipersepsi oleh orang yang berbeda. Dengan demikian jelas, bahwa kita harus
memulai manajemen tingkah laku ini dari pemahaman yang tepat akan batasan apa
yang disebut tingkah laku itu, agar kita tak bertindak terlalu jauh dan malah
mengacaukan manajemen tingkah laku yang kita rencanakan.
Dalam pelaksanaannya manajemen
tingkah laku siswa seharusnya tidak dipegang sendiri tanggung jawabnya oleh
guru. Pembentukan hierarki hak dan tanggung jawab dalam pengaturan tingkah laku
di dalam ruang kelas bisa sangat membantu keberhasilan tercapainya kondisi aman
dan nyaman di dalam ruang kelas dengan siswa bertingkahku yang
bertanggungjawab. Oleh karena itu pembentukan perangkat struktur organisasi
kelas beserta job desc-nya, tugas administrasi ringan yang terkait dengan aktivitas
kelas dan pelanggaran peraturan kelas yang dibebankan ke struktur kelas dan
siswa yang piket bisa sangat membantu pelaksanaan manajemen tingkah laku ini.
Dengan adanya hierarki dalam pengaturan tingkah laku siswa menunjukkan bahwa
pengaturan ini sistematis. Selain itu hierarki yang kita buat di dalam kelas,
juga memungkinkan kita menganalisis di mana titik lemah dari sistem tingkah
laku kita secara keseluruhan, dan kita tahu bagaimana kita memecahkan permasalahan
yang terjadi di sistem tingkah laku yang kita bangun di dalam ruang kelas. Hal
ini sekaligus mempertegas bahwa manajemen tingkah laku tak bisa dilakukan
secara terpisah dari sistem pendidikan dan pengajaran yang kita lakukan di
dalam kelas. Kita sama sekali tidak boleh beranggapan bahwa tugas kita di dalam
kelas itu hanya mengajar, menjelaskan materi pelajaran saja, kalau terjadi
pelanggaran disiplin dan tingkah laku menyimpang, ya itu urusan nanti. Yang
benar adalah kita harus memasukkan pola penanganan tingkah laku itu dalam
sebuah rencana yang terintegrasikan pada sistem pendidikan dan pengajaran yang
kita bangun.