Salah satu permasalahan yang dihadapi siswa di dalam kelas adalah perasaan tidak percaya diri dan perasaan minder. Permasalahan ini memang tidak terlalu tampak di permukaan dan tidak mengganggu proses belajar mengajar secara umum, akan tetapi sifatnya sangat destruktif dan sangat menghambat perkembangan dan kemampuan kognitif siswa yang mengalami gangguan ini. Oleh karena itu permasalahan ini harus segera disadari oleh guru dan mendapatkan perhatian untuk pemecahannya. Salah satu hal yang bisa dilakukan guru untuk membantu siswa yang mengalami rasa tidak percaya diri atau minder ini adalah mengangkat martabat siswa yang bersangkutan. Kenapa kita harus mengangkat martabatnya? Ya karena orang tidak percaya diri dan minder itu adalah orang yang kehilangan atau tidak mampu mengangkat martabat dirinya sendiri di depan teman temannya. Oleh karena itu wajar kalau seorang guru harus membantu siswa yang seperti ini untuk mampu mengangkat dan membangkitkan martabat dirinya.
Untuk mengangkat martabat siswa yang mengalami gangguan tidak punya rasa percaya diri, guru tidak cukup hanya menaruh rasa hormat pada siswa, tapi harus lebih dari itu. Yaitu dengan memberikan perhatian yang lebih pada kehidupannya, kebiasaannya, hobinya, kelebihan kelebihannya, gagasan gagasannya, bidang bidang yang menarik hatinya, dan juga kegiatan kegiatannya. Bentuk perhatian bisa ditunjukkan dengan cara menanyakan, memujinya ataupun mendiskusikannya dan memberi dorongan moril pada apa yang jadi kesenangan, ketertarikan dan aktivitasnya.
Untuk memperkuat upaya guru mengangkat martabat dan rasa percaya diri siswa, guru bisa mengajak kerja sama orang tua untuk itu. Perhatian, dorongan, dan dukungan orang tua pada aktivitas dan ketertarikan, hobi dan keberhasilan siswa sangat besar memberi sumbangan pada penguatan peningkatan martabat dan harga diri senta kepercayaan diri siswa yang bersangkutan. Kalau kerja sama guru dan orang tua dalam peningkatan rasa percaya diri siswa ini berhasil maka siswa akan merasa diterima, dihargai, bernilai, dan didukung. Glasser (2000) bahkan menyarankan seorang guru, dalam hal ini, harus mampu melakukan tujuh kebiasaan hubungan sosial ( seven connecting habits_) yang baik; perhatian, mendengarkan, dukungan, sumbangan, dorongan, kepercayaan, dan pertemanan.