Jumat, 07 April 2023

Perlunya Guru Menyebut Nama Siswa Atau Berbicara Setengah Berbisik Kepada Siswa Yang Off-Task

 


Adakalanya siswa yang off-task sangat sulit diatur. Sudah dinasihati tetap saja bikin ricuh ruang kelas. Yang sering terjadi guru akan berteriak, “Anak anak jangan ribut!”, “ sudah...sudah...diam semua”, atau ungkapan sejenis lainnya yang sama sekali tidak efektif untuk menenangkan siswa di dalam ruang kelas dan mengembalikan mereka pada tugas belajarnya. Teriakan seorang guru yang  ditujukan ke seluruh isi kelas seperti itu tentu saja tidak akan punya pengaruh signifikan untuk ketenangan kelas. karena siswa tak akan menyadari kalau yang dimaksudkan guru itu dirinya. Oleh karena itu teriakan yang efektif dari seorang guru adalah yang spesifik pada siswa yang dimaksud. Dengan begitu teriakan guru yang benar adalah dengan menyebut nama siswa yang perlu ditenangkan. Teriakan guru seharusnya seperti ini; “Reihan kembali ke tempat duduk!”, atau akan lebih manis bila ditambah kata “tolong” agar kalimat perintah itu tidak terasa seperti intimidasi bagi siswa. “ Hanifah, tolong menghadap ke depan dan perhatikan papan tulis!”.

Bagaimana kalau sudah juga kita teriak sambil sebut nama, tapi tetap siswa tidak bisa tenang? Berjalanlah mendekat ke siswa yang paling ribut, dan bicaralah pelan dengannya. Usahakan berbicara pada siswa itu dengan setengah berbisik. Katakan pada siswa itu bahwa dia mengganggu proses belajar dan kalau dilanjutkan akan ada konsekuensi buat dia. Dengan berbicara secara pelan seperti berbisik, bukan hanya akan menarik perhatian siswa yang bersangkutan tetapi juga perhatian seluruh kelas. Sudah tabiat manusia dari sananya selalu tertarik hal rahasia yang terkait orang lain. Berbisik itu mengisyaratkan ada rahasia dibalik percakapan itu. Itulah kenapa seluruh siswa akan tertarik dan memperhatikan bisik bisik guru pada temannya. Dengan demikian bukan saja siswa yang dituju yang akan diam memperhatikan, tetapi juga seluruh kelas. Yang perlu diingat walau guru berbicaranya seperti berbisik, tapi pastikan bisa didengar seluruh siswa di ruang kelas kalau dalam kondisi tenang, karena pesan itu sesungguhnya untuk seluruh siswa dan bukan hanya untuk siswa yang dihadapi guru.

Rabu, 05 April 2023

Guru Jangan Membentak Siswa kalau Tak Mau Gagal Dalam Pengajaran Di Dalam Kelas

 


 

Ada kalanya kenakalan siswa di dalam kelas itu bisa sangat menjengkelkan dan bagi beberapa guru yang kurang panjang ususnya kenakalan siswa itu benar benar bisa membuat guru lepas kendali. Kemarahan membuncah, kemudian membentak dan teriak jadi pilihan satu satunya sang guru yang tak terelakkan. Kalau kejengkelan sang guru sangat dalam, maka bukan hanya berteriak dan membentak yang dilakukan, bahkan seorang guru bisa saja lepas kendali dan melakukan hal hal yang kurang tepat untuk keberlanjutan pembelajaran di dalam kelas. Bentakan adalah puncak dari kejengkelan guru. Kurang beruntungnya setelah berada pada fase puncak tertinggi kejengkelan dan emosinya , seorang guru tidak bisa tiba tiba balik ke posisi paling bawah. Secara natural untuk mencapai titik terendah lagi dari titik tertinggi orang haruslah turun secara bertahap. Begitu juga guru yang berada pada puncak kemarahannya, tak mungkin dia setelah membentak langsung biasa saja. Guru tersebut pasti memerlukan tahapan tahapan untuk menurunkan tensinya sehingga kembali ke posisi nol.

Nah dalam tahap kembali ke posisi nol inilah biasanya guru melanjutkan bentakannya dengan berbicara. Yang jadi permasalahan adalah yang dibicarakan guru dalam rangka cooling down ini biasanya adalah cercaan kepada siswa, menyudutkan siswa dengan kesalahannya, dan sering terjadi guru mempermalukan siswa di depan teman temannya. Cercaan terhadap siswa itu tak terhindarkan karena pasti tak ada perkataan lain yang bisa keluar dari mulut guru yang cocok untuk mengikuti bentakannya. Guru pasti mencari pembenaran atas bentakannya, dan bisa dipastikan bahwa cara membenarkan diri kenapa membentak adalah membeberkan kesalahan siswanya. Itulah kenapa cercaan yang pasti keluar setelah bentakan seorang guru.  Selain cercaan sangat sering guru melanjutkan bicaranya dengan mempermalukan siswanya, hal ini secara alami terjadi karena guru ingin mengembalikan kehormatannya setelah merasa disepelekan oleh siswanya dengan pelanggarannya. Dari sinilah sesungguhnya bencana itu dimulai.

Bentakan itu terbukti tak pernah efektif untuk mengembalikan siswa pada jalurnya, menjadikan siswa tunduk patuh pada peraturan dan kembali pada tugasnya untuk belajar, on task. Yang ada bentakan malah membuat siswa yang dibentak malah makin beringas, hilang rasa hormatnya dan membentak balik guru. Kalau kondisi ini terjadi guru akan semakin terpojok posisinya. Melanjutkan marahnya dengan bentakan lebih keras hanya akan mengundang siswa makin berani dan konflik guru siswa ini akan tak terkendali. Ujung akhirnya tak akan pernah dimenangkan guru. Gurulah yang akan dapat masalah, guru pula yang akhirnya akan malu.

Atau bisa jadi sebaliknya, setelah guru membentak semua siswa dikelas ketakutan. Bahkan siswa siswa yang selalu on task dan tak melanggar peraturan pun akan ikut ketakutan, terganggu secara psikologis dan ikut terdiam. Seluruh kelas mendadak kehilangan selera untuk melanjutkan belajar. Guru pun dengan kemarahannya itu juga akan sulit untuk bisa memulai pelajaran. Akhirnya bisa ditebak hari itu pelajaran itu gagal total. Itu yang terjadi bila guru kehilangan kendali diri dan memilih membentak siswanya. Oleh karena itu marah dan membentak siswa bukanlah pilihan yang direkomendasikan untuk guru lakukan. Kalau Anda seorang guru dan tak mau kehilangan rasa hormat siswa dan orang tuanya, tak mau rusak kredibilitasnya sebagai seorang guru, maka kendalikan diri dan jangan pernah membentak siswa (Fischer, 2004)

Selasa, 04 April 2023

Konsekuensi Dalam Bentuk Penguatan Positif Dan Penguatan Negatif Dalam Penanganan Siswa Bermasalah

 


Konsekuensi adalah segala sesuatu yang terjadi setelah sebuah perilaku atau sikap dijalankan atau dipraktikkan. Konsekuensi dapat diketahui dengan mengamati apa yang terjadi segera setelah perilaku tersebut ditunjukkan. Itu kalau kita melihat konsekuensi yang terjadi secara alami. Namun di ruang kelas kita, konsekuensi tak perlu menunggu rangkaian proses alami terjadi dengan sendirinya. Konsekuensi di dalam kelas bagi siswa bisa kita ciptakan dan rencanakan. Bahkan konsekuensi bisa kita bentuk dengan kesepakatan dengan seluruh siswa di ruang kelas. Oleh karena itu konsekuensi dalam rangka behavior management dapat berupa suatu barang, orang, tempat, objek, peristiwa, tanggung jawab, pujian, hadiah atau perilaku lainnya yang terkait dengan perilaku yang ditunjukkan pada peristiwa sebelumnya (antecedent-nya)

Untuk  memberikan konsekuensi terhadap rangkaian perilaku yang terjadi dengan tepat, kita perlu memahami konsekuensi secara lebih mendalam. Konsekuensi sebagai akibat dari sebuah tindakan, menurut Karen malm, dapat difungsikan dalam tiga hal terhadap pelaku dan perilakunya:

(a) konsekuensi bisa dipakai sebagai tanda persetujuan kita atas perilaku yang ditunjukkan dan kita ingin siswa mempertahankan mempertahankan perilakunya tersebut.

(b) konsekuensi yang kita berikan pada siswa di kelas juga bisa dipakai untuk meningkatkan pencapaian ataupun perilaku siswa yang baru saja ditunjukkan.

(c) konsekuensi juga bisa dimaksudkan untuk menurunkan dan meniadakan lagi tingkah laku tertentu dari siswa di kelas kita. Tentu saja yang harus kita turunkan atau tiadakan adalah tingkah laku yang kurang pantas (misbehavior) dari siswa kita.

Dengan begitu jelas bahwa konsekuensi itu ada dua macam; ada konsekuensi negatif dan ada konsekuensi positif. Konsekuensi positif di dunia sekolah biasa juga disebut sebagai penguatan positif, konsekuensi negatif biasa juga disebut penguatan negatif. Konsekuensi yang meningkatkan atau mempertahankan suatu perilaku yang disebut "penguatan positif" bisa mudah dipahami dan dilakukan oleh guru. Selain itu, memberikan penguatan pada perilaku siswa yang sudah baik itu relatif lebih mudah; guru cukup memberikan hadiah, pujian, perhatian atau hal sejenisnya yang bisa dirasakan sebagai hal yang positif dan menyenangkan bagi siswa, maka siswa pun otomatis akan tahu bahwa tingkah lakunya ternyata sudah benar dan mendapat dukungan guru.

 Namun penguatan negatif masih sering disalahpahami oleh sebagian guru. Banyak guru yang salah mengira bahwa penguatan negatif adalah memberikan hukuman  atau melakukan sesuatu yang tak mengenakan kepada siswa agar dia berhenti berperilaku buruk atau jera melakukan perbuatan buruk tersebut. Tentu saja hal ini adalah salah, hukuman tak pernah bisa membuat jera siswa. Yang ada siswa malah main tertantang untuk meningkatkan intensitas kenakalannya. Selain itu konsekuensi tujuannya haruslah bukan untuk membuat jera, tetapi membuat siswa memahami kesalahannya dan tahu bahwa mereka harus selalu bersikap dan berperilaku yang bertanggungjawab. Bukankah yang seperti ini tujuan pendidikan itu? Nah dengan demikian penguatan negatif haruslah diartikan sebagai upaya untuk menghentikan dan menghilangkan perilaku negatif siswa dengan cara menghilangkan stimulus yang mendorong siswa untuk berbuat dan berperilaku negatif.  Itulah kenapa seorang guru harus jeli membaca situasi dan kondisi sehingga bisa mengidentifikasi anteseden ataupun stimulus lain yang akan mendorong perilaku negatif siswa. Kemampuan identifikasi stimulus negatif ini harus segera diikuti dengan kemampuan menghilangkan stimulus itu dari dalam kelas kita agar kita mampu meningkatkan kualitas perilaku dan tingkah laku siswa di dalam kelas. Inilah yang disebut dengan penguatan negatif itu.

 

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...