Minggu, 18 Juni 2023

Jangan Pernah Melontarkan Ancaman Pada Siswa Yang Tak Benar Benar Direalisasikan (Guru kehilangan kehormatan, part 3)

 

 


Setelah kita membicarakan bagaimana seorang guru bisa kehilangan rasa hormat siswa siswanya dua kali, penulis masih mencatat setidaknya ada satu hal lagi yang bisa menghilangkan wibawa guru dan menghilangkan rasa hormat siswa terhadap gurunya itu. Hal ini penting untuk bisa dipahami semua guru, karena hilangnya wibawa guru dan rasa hormat siswa terhadap guru, akan membuat siswa tidak bisa diatur. Siswa tak mau mendengar lagi apa yang dikatakan guru. Upaya manajerial kelas yang dilakukan guru tak akan ada gunanya lagi. Oleh karena itu menjaga wibawa guru, otoritas guru, dan kehormatan guru adalah sangat penting.

Salah satu penyebab hilangnya wibawa guru dan tidak dianggapnya lagi omongan guru adalah seringnya guru mengancam siswa akan melakukan sesuatu pada siswa yang bermasalah, tapi tak pernah dilaksanakan. Sebagai contoh, apabila ada siswa yang membuat keributan di saat guru sedang mengajar, kemudian setelah beberapa kali diperingatkan, siswa tetap saja bengal dan tidak berhenti membuat kegaduhan. Untuk menghentikan kekacauan yang disebabkan siswa ini, akhirnya guru mengancam siswa itu “ Kamu mau berhenti ribut enggak? Kalau susah diatur akan saya keluarkan kamu dari ruang kelas”. Namun ketika terbukti siswa itu masih ribut lagi, ancaman guru itu ternyata tak dilakukan sama sekali oleh guru tersebut. Makin sering guru tidak membuktikan ancamannya tersebut, makin paham siswa bahwa gurunya hanya menggertak dan sesungguhnya guru tak punya nyali untuk membuktikan ancamannya. Semakin tebal keyakinan siswa kalau gurunya hanyalah tukang gertak, siswa makin tidak akan menghargai omongan guru tersebut. Makin siswa tak menghargai omongan guru, makin susahlah guru mengatur siswanya, dan makin lunturlah wibawa dan kehormatan guru. Oleh karena itu hati hati melontarkan ancaman pada siswa. Kalau ancaan sudah terlontar, maka guru wajib menunjukkan kepada siswa bahwa apapun yang guru katakan adalah benar dan akan benar terjadi. Wajib seperti ini kalau guru ingan menjaga harga diri, kewibawaan dan kehormatannya.

Bersikap konsisten dengan tindakan dan ucapan wajib dijaga dan dilakukan seorang guru. Sebaliknya, guru janganlah suka menjanjikan hukuman atau konsekuensi yang tidak dapat atau tidak ingin guru lakukan. Pilihlah dan jelaskan konsekuensi yang pasti bisa guru lakukan. Kemudian ikuti semua ancaman pemberian konsekuensi pada siswa itu dengan persiapan melakukan konsekuensi itu secara nyata untuk mendukung kebenaran kata-kata guru yang sudah terucap, agar siswa tahu kalau guru secara konsekuen dan konsisten selalu menegakkan aturan.  Kalau tidak, sebaiknya jauh lebih baik untuk tidak mengatakan apa-apa daripada mengambil risiko mengatakan sesuatu yang tidak dapat ditindaklanjuti. Itulah kenapa seorang guru harus punya tujuan, aturan, konsekuensi dan harapan pada siswa yang jelas sejak pertama guru masuk ruang kelas.  

 

Rabu, 14 Juni 2023

Hati Hati Dalam Menggunakan Otoritas dan Superioritas Di depan Siswa (Guru kehilangan kehormatan, part 2)

 



Di tulisan sebelumnya sudah kita bahas, alasan kenapa seorang guru bisa kehilangan rasa hormat dari siswanya  yang pada akhirnya berakibat pada sulitnya sang guru mengatur dan mendisiplinkan siswa siswanya di dalam kelas. Kita juga akhirnya paham bahwa seorang guru yang terlalu banyak menggunakan candaan, lucu lucuan, dagelan, banyolan untuk menarik hati siswanya bisa berbalik menjadi petaka bagi guru itu karena candaan yang terlalu banyak ternyata mendangkalkan rasa hormat siswa pada gurunya. Terlebih kalau candaan ataupun dagelan yang dilontarkan sang guru adalah dagelan dengan konten pornografi, tidak butuh waktu semenit-dua menit, tapi saat itu juga guru akan langsung tidak dihormati oleh siswanya.

Guru bisa juga kehilangan rasa hormat dari siswanya bila guru terlalu mengandalkan superioritas dia di dalam kelas. Guru yang kurang pengalamannya, tidak terlalu percaya diri dan grogi menghadapi siswa siswanya di dalam kelas, sering kebingungan bagaimana sebaiknya bersikap di depan siswa siswanya. Guru ini akan serba salah. Guru yang rasa percaya dirinya nyaris habis, biasanya tiba tiba memilih nampak lucu untuk menutupi kelemahannya, dan kasus di tulisan sebelumnyalah yang terjadi.  Guru yang masih agak tebal rasa percaya dirinya, untuk menutupi rasa grogi dan ketidaktahuannnya bagaimana harus bersikap, akan memilih sikap “jaim” , menunjukkan superioritasnya di depan para siswa.

Guru yang merasa harus menggunakan posisi superioritasnya seperti ini, biasanya bicaranya pendek pendek, ketus, sok galak dan sok berwibawa. Sikap seperti ini sejak awal ditunjukkan sudah akan membawa aura perang dan kemarahan di dalam kelas. Guru terasa menyebalkan bagi siswa dan tertantang untuk menentang guru tersebut. Jadi sikap guru yang sok galak, sok berwibawa akan memicu timbulnya pemberontakan siswa di dalam kelas. Dari sini mulailah ada satu dua siswa yang mulai susah dikendalikan oleh guru, dan yang kalau tidak segera disadari oleh guru dan mengubah sikapnya, maka seluruh kelas akan menjadi pemberontak. Kemudian ruang kelas akan menjadi kacau, di mana guru bisa dipastikan akan gagal mengajar.  

Kegagalan mengajar sebagai tugas pokoknya akan membuat guru tertekan secara mental tentu saja. Sementara kegagalan dia menenangkan siswa dalam kelasnya pasti akan berdampak pada kepanikan dia. Karena sejak awal guru ini mengandalkan superioritasnya maka, bisa ditebak yang akan dia lakukan untuk menenangkan siswanya adalah dengan bentakan dan ancaman. Nah bentakan dan ancaman ini bisa jadi pedang bermata dua. Bisa jadi siswanya sedikit tenang mendengar ancaman tersebut, tapi bisa jadi saking muaknya siswa pada si guru, siswa sudah tak peduli lagi dengan ancaman guru. Justru ulah siswa makin menjadi jadi, makin liar dan makin tak bisa diatur. Hilanglah seluruh kehormatan guru. Rasa hormat siswa pada gurunya tak tersisa, dan guru bukan hanya gagal mengajar pada hari itu, tapi akan gagal sepanjang semester yang dia lalui atau bahkan akan gagal selamanya. Jadi walau benar, guru adalah pemegang otoritas kelas, guru adalah superior di dalam kelas, tapi tetap saja, guru harus hati hati dalam menggunakan superioritas dan otoritasnya di dalam kelas.

Lagi pula, walau mungkin dengan ancaman, guru bisa menenangkan siswa dan mengembalikan merek pada tugas belajarnya, tetap saja guru tidak seharusnya mengeluarkan ancaman bagi siswanya  untuk mendapatkan kepatuhan. Perlu diingat kepatuhan siswa karena ancaman, itu sifatnya sementara. Di lain hari mereka akan membawa  kekacauan yang lebih besar dan lebih terencana bagi gurunya. Selain itu dengarkan juga nasihat Kohn, 1994, ancaman sebagai strategi menenangkan dan membuat patuh siswa  tidak akan membantu siswa membuat keputusan yang etis dan bijaksana tentang perilakunya karena keputusan yang diambil siswa karena rasa takut, bukan atas kesadaran.  

 

Selasa, 13 Juni 2023

Hati Hati Saat Bercanda Dan Melucu Di Depan Siswa (Guru Kehilangan Kehormatan, Part 1)


 

Siswa di dalam ruang kelas kita adalah bentuk miniatur masyarakat. Seperti masyarakat luas, siswa kita juga memiliki berbagai macam karakter, ciri khas, dan tingkah laku yang bervariasi. Sebagai misal, siswa kita itu ada yang selalu membuat masalah, tidak disiplin dan susah diatur siapa pun guru yang mengajar di ruang kelas. Sebaliknya ada juga jenis siswa yang dengan guru siapa pun pasti rajin belajar, teratur, disiplin dan selalu on task. Namun selain dari dua golongan jenis siswa itu, sering kita jumpai pula siswa yang penurut dengan guru tertentu dan jadi badung, sulit diatur, selalu bikin masalah bila yang mengajar di dalam kelas guru tertentu yang lainnya lagi.

Untuk siswa golongan 1 dan 2 mungkin tidak terlalu mengherankan bagi seorang guru. Memang seperti itu tabiat sebagian dari siswa di dalam ruang kelas. Yang sering menimbulkan tanda tanya tentu saja adalah golongan siswa yang ketiga itu. Bagaimana ada siswa yang punya karakter yang tidak konsisten, kadang penurut, rajin dan selalu on task, di lain waktu dia ketika berganti guru yang mengajar di dalam kelas, siswa yang sama bisa tiba tiba berubah karakter menjadi siswa yang sangat menantang, sulit diatur dan tak mau mendengarkan guru.

Nah, kalau seorang guru menemukan kasus seperti ini, yang perlu segera disadari oleh guru tersebut adalah jangan jangan ada salah langkah pendekatan yang dilakukan guru pada siswa yang bersangkutan. Salah satu alasan mengapa siswa dapat berperilaku baik, patuh pada guru, dan berperilaku sempurna tanpa masalah bagi beberapa guru, tetapi tidak dapat dikendalikan oleh guru yang lain adalah kegagalan guru mendapatkan rasa hormat dari siswa tersebut.

Sering sekali demi mendapatkan perhatian dan disukai oleh siswa guru menarik perhatian siswanya dengan melucu, melawak. Pada tahap tertentu guru yang lucu memang penjadi pengobat kepenatan siswa yang tertekan dan terbebani jadwal belajar yang padat. Namun kalau lawakan guru ini kebanyakan dan kebablasan, maka guru ini sangat berpotensi kehilangan rasa hormat siswanya. Kelucuan guru sering membuat siswa ngelunjak dan tak hormat pada gurunya. Terlebih bila lawakan gurunya itu berbau porno, tak perlu ganti jam, saat itu juga kehormatan guru itu hilang, siswa kehilangan rasa hormat dan akan menjadikan gurunya bahan candaan dan tak akan ada satu pun siswanya yang bakalan mau mendengarkan aturan dan perintah guru tersebut. Oleh karena itu sebagai seorang guru hati hatilah dalam bercanda. Bercanda boleh. Melucu boleh. Jangan kelewat batas dan Jangan pernah melucu dengan tema porno, kalau tidak ingin kehilangan rasa hormat siswa. 

Kamis, 08 Juni 2023

Apa Yang Sesungguhnya Dialami Siswa Di dalam Ruang Ruang Kelas Tradisonal Kita

 


Mari kita lihat bareng bareng apa yang sesungguhnya terjadi di ruang kelas anak anak kita, saat mereka belajar di sekolah. Datang harus pagi pagi dan harus tepat waktu. Disiplin tinggi, dituntut juga kerapian dan kesiapan menerima segala perintah. Bahkan sebagian dari mereka sudah harus baris rapi, berdiri tegak lurus tak boleh bergerak, sebelum masuk kelas. Setelah secara berurutan masuk di dalam ruang kelas, mereka juga harus duduk dibelakang meja yang sudah disusun rapi berbaris berjajar menghadap satu arah, mereka juga dituntut untuk langsung on task, siap dengan segala perintah dan instruksi lain dari bapak atau ibu guru. Dari kacamata kedisiplinan kelihatan bagus sih, siswa nampak bisa berdisplin dan tepat waktu. Namun ingat, siswa siswa kita ini mengalai peristiwa ini setiap hari dari TK sampai setidaknya kelas III SLTA. Itu waktu yang sangat lama. Belasan tahun siswa siwa ini harus melawati kekakuan dan minim gerakan di belakang mejanya. Tentu saja itu melelahkan secara fisik, terlebih kelelahan psikisnya. Dampaknya adalah siswa mengalami perkembangan emosional yang rendah.

Kemudian ketika guru sudah mulai mengajar, siswa tak boleh melakukan apa pun kecuali mendengar dan melihat gurunya, sambil sesekali menjawab “ya” ketika guru bertanya “Paham ya?” atau “bisa dimengerti?”, karena guru rata rata cenderung dengan model mengajar dengan memberi kuliah atau ceramah  alias pidato. Pelajaran berlangsung bertahun tahun dengan gaya yang sama, pidato, tulis tulis di papan, dan tunjuk tunjuk siswa. Terbatasnya gaya mengajar guru menjadikan terbatas pula apa yang bisa dilakukan siswa dan akhirnya terbatas juga kesempatan belajar bagi siswa.  Kondisi ini menekan gejolak energi siswa yang ingin belajar mengeksplorasi dunia agar mengerti segalanya. Tak urung ruang kelas akhirnya jadi penjara bagi siswa kita dan siswa kita tak mendapatkan stimulasi yang cukup pada otaknya untuk berlatih berpikir. Kalau berpikir saja mereka tak mendapatkan stimulasi yang cukup, entah kapan siswa siswa ini bisa mempunya kesempatan mengembangkan sikap dan berpikir kritisnya. Hanya Tuhan yang tahu.

Setelah melewati segala kekakuan dunia belajar yang ada, kemudian akan datang waktunya guru mengevaluasi hasil pengajarannya dengan memberi semacam test atau pertanyaan yang diberikan pada siswanya, apakah siswa siswanya mampu menjawab atau tidak sebagai indikator keberhasilan mengajar sang guru. Kalau siswa bisa menjawab pertanyaan yang ada, maka siswa beruntung dan akan mendapat pujian “bagus” dari gurunya, namun ketika gagal menjawab, maka kesalahan itu akan koreksi langsung di depan kelas dan itu akan membuat siswa yang salah menjawab jatuh secara mental, tapi siapa yang peduli? Segala kondisi ruang kelas tradisional kita ini, sebetulnya sedikit demi sedikit memberi beban pada siswa, mereka sedikit demi sedikit merasa tertekan secara mental. Ini semua akan membuat siswa percaya bahwa belajar itu sulit, dan segala upaya untuk belajar adalah membosankan.

Keyakinan bahwa belajar itu sulit dan dipadu dengan stimulasi otak untuk berpikir yang rendah akan melahirkan motivasi belajar yang rendah pada siswa. Siswa di ruang kelas bukan berpikir bagaimana agar bisa menguasai sekian banyak pengetahuan agar tambah pintar, tapi yang mereka pikir adalah KAPAN PELAJARAN INI BERAKHIR. Jam istirahat adalah sebuah pelepasan yang besar bagi tekanan emosional dan mental mereka. Jam sekolah berakhir adalah anugerah terbesar bagi mereka hari itu.

Siswa kita banyak yang tak punya gambaran seperti apa masa depan yang akan mereka raih, karena minim informasi dan pengetahuan dari pelajaran yang mereka dapatkan belasan tahun itu. Banyak dari mereka gamang ketika harus memilih jurusan saat mereka harus melanjutkan kuliah di perguruan tinggi. Ternyata banyak dari siswa kita dalam kondisi tertekan dan distressed berkepanjangan selam belajar di sekolah bersama kita. Pikiran mereka kosong dan sunyi, sesunyi ruang kelas yang kita harapkan saat kita mulai mengajar. Kita semua butuh berpikir ulang dan perbaikan.

 

Rabu, 07 Juni 2023

Hindari Perdebatan Dengan Siswa


 

Guru berhadapan dengan siswa yang badung, yang tidak menurut dengan perintah guru, tidak mengindahkan peraturan sekolah adalah biasa. Itu adalah bagian dari takdir seorang guru. Itu juga adalah salah satu tugas guru untuk menjadikan siswa yang tidak bisa diatur menjadi siswa yang patuh dengan segala macam aturan, siswa yang tak mau mengikuti hidup disiplin menjadi siswa yang menjunjung tinggi kedisiplinan. Oleh karena menghadapi siswa yang seperti itu adalah bagian dari tugas dan takdir seorang guru, maka guru tak boleh terpengaruh secara emosional dan lepas kendali saat berhadapan siswa yang kurang tahu cara bertingkah laku yang baik dan kurang paham arti penting disiplin bagi hidupnya. Sekali lagi, penulis tegaskan guru tak boleh emosional, marah kepada siswa sampai kehilangan kendali diri dan apalagi sampai terlibat adu argumentasi dan bertengkar dengan siswa.
Adu argumentasi atau bertengkar dengan siswa pada hakikatnya adalah perebutan kekuasaan dan saling tunjuk siapa yang lebih kuasa dan lebih besar di kelas itu. Sebagai guru, anda sudah menjadi pemegang otoritas ruang kelas, jadi untuk apa anda berebut kuasa lagi dengan siswa? Ruang kelas di mana anda mengajar Anda lah penguasanya. Jadi untuk memperebutkannya lagi? Jelas sekali bahwa Anda tidak perlu berdebat dengan siswa, tidak ada gunanya. Jangan pernah berdebat dengan siswa terlepas dari apa pun yang mungkin mereka katakan dan lakukan. Konfrontasi ini tidak ada gunanya, sia-sia, dan malah akan membuat Anda tampak tidak profesional sebagai seorang pendidik. Selain perdebatan Anda akan menghancurkan minat belajar seluruh siswa di dalam kelas, juga menghancurkan motivasi Anda untuk mengajar.
Perdebatan Anda dengan siswa akan menjadi perbincangan di sekolah untuk beberapa hari. Siswa yang Anda ajak berdebat dan bertengkar mendapatkan publikasinya. Mereka akan senang karena mereka jadi topik pembicaraan di mana mana. Mereka merasa mendapatkan perhatian dari semua orang. Mereka merasa dipuji semua orang sebagai orang yang berani dan jago karena berani dengan Anda.
Tapi bagaimana nasib Anda sebagai guru setelah perdebatan? Mengenaskan. Anda akan merasa sedikit tidak nyaman di sekolah, baik saat ketemu sesama guru maupun saat ketemu dengan para siswa. Belum lagi kalau ketemu atasan, Anda akan bertanya tanya bagaimana tanggapan atasan Anda dan sikap seperti apa yang akan mereka berikan terhadap Anda. Anda akan terbayang bahwa atasan Anda tidak menyukai sikap Anda dan nasib Anda akan terancam. Oleh karena itu, sudahlah bersabar dan jangan pernah terlibat adu argumentasi dengan siswa. Siswa nakal ada caranya, ada strateginya untuk menghadapinya. Banyaklah belajar....
 

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...