Senin, 21 Januari 2013

pergeseran Peran dalam dunia pendidikan di masa depan menurut Eric Jordan.




Sejak sekitar dua dasawarsa terakhir banyak kita dengar para pemerhati, para pakar dan para pelaku pendidikan di tanah air tercinta berbicara  tentang pergeseran paradigma dan metodologi pendidikan yang bakal terjadi diwaaktu yang dekat dan oleh karena itu perlulah kiranya dunia pendidikan memulai mentransformasi diri menuju bentuk pendidikan yang sesuai dengan jaman dimana para pelajar akan berada. Nyatanya memang pergeseran dan perubahan di dunia pendidikan walau dengan sangat pelan terjadi di negri ini. Pergantian kurikulum nasional yang begitu sering adalah salah satu indikasi bahwa sedang terjadi evolusi pendidikan secara nasional. Kurikulum yang berubah rubah adalah bentuk nyata dari kegamangan pemerintah dalam menentukan bentuk pendidikan yang tepat bagi anak bangsa.

Perubahan paradigma pendidikan bukan  hanya terjadi di indonesia, dibelahan dunia dimanapun, para pelaku pendidikannya sedang sibuk membelokkan arah pendidikan yang menurut mereka akan sesuai dengan kebutuhan masa depan. Perubahan struktur, bentuk, paradigma, muatan, dan arah pendidikan yang terjadi diyakini juga akan menggeser peran peran tradisional di dalam dunia pendidikan. Eric Jordan, President Premier’s Technology Council menengarai model baru pendidikan dimasa depan yang lebih kolaboratif dan inklusif, akan mengubah peran peran tradisonal dari siswa, guru, dan orangtua. Beberapa pergeseran sudah lama dimulai, seperti hubungan antara guru dan siswa telah berevolusi perlahan-lahan. Kita secepatnya akan terpaksa mempercepat transformasi dari sistem pendidikan dan peran di dalamnya  ke arah yang lebih lengkap karena begitu cepatnya pula perubahan jaman, sebagai akibat berkembangnya tehnologi yang begitu masif. Perubahan peran yang dimaksud Jordan adalah sebagai berikut:

• Dari siswa yang pasif menjadi pembelajar yang aktif:
Pada lingkungan pendidikan tradisional, siswa itu ibaratnya ember kosong yang siap diisi oleh guru guru mereka sebagai pengajar atau pendidik. Siswa tidak lagi punya kesempatan memilih apakah yang disikan itu benar apa salah, baik apa buruk. Apa yang didapat siswa hanyalah apa yang diketahui gurunya. Itupunkalau daya serap siswa 100%, lah kalau Cuma 20%? Disanalah letak malapetakanya, siswa dianggap bodoh dan tidak punya harapan. Sumber informasi, sumber pengetahuan dan bahkan sumber harapan Cuma dari satu arah, GURU. Ketika kemajuan tehnologi menyentuh dunia pendidikan dan membawa angin kemajuan bagi siswa. Siswa mulai mendapat kesempatan yang lebih luas untuk menentukan sendiri  jalan mana yanga akan membawa mereka ke masa depan. Mereka mulai mengambil alih tanggungjawab atas masa depan mereka sendiri. Mereka mulai melihat banyak sumber sumber informasi lain selain guru mereka. Sebagai seorang guru haarus juga cepat tanggap akan kondisi ini, jangan sampai guru akan jadi bahan tertawaan karena bertindak, berbuat atau bahkan memberi informasi yang salah pada siswa siswinya. Kuasailah juga tehnologi yang para siswa kuasai. Ini adalh ke harusan jangan sampai ketinggalan jaman dan jadi bulan bulanan siswanya.  Kalau guru secepatnya menyadari akan pergeseran peran siswa ini, sebetulnya guru masih bisa ambil keuntungan dari kondisi ini. Karena guru bisa menggunakan kemampuan belajar yang lebih terbuka, yang lebih exploratif dikarenakan perkembangan tehnologi informasi ini, untuk mengembangkan kemampuan siswa siswi itu sendiri dengan mengambil peran sebagai fasilitator dan pemandu saja. Siswa siswi di era digital ini, mereka sangat akrab dgn tehnologi dan sangat mampu menggunakan tehnologi itu untuk belajar, dengan cara belajar yang berbeda dengan cara belajar gurunya dulu dan juga beda dengan cara belajar yang ditawarkan gurunya. Tehnologi memebrikan ruang yang lebih leluasa bagi mereka untuk belajar dan mengakses informasi. Selain itu tehnologi telah menyediakan gaya hidup yang lebih fleksibel, lebih berwarna dan menyediakan berbagai macam pekerjaan dan karir yang tidak bisa dinikmati gurunya.

• Dari Orang Tua sebagai Pendukung proses belajar menjadi  sebagai Peserta dalam proses belajar:
Dahulu orang tua itu Cuma berperan sebagi pendukung proses belajar mengajar bagi anak anaknya. Mereka menyediakan biaya untuk pendidikan dan siap mencarikan keperluan apa saja demi suksesnya proses belajar bagi anaknya. Namun kemajuan tehnologi informasi ternyata juga membawa perubahan bagi peran mereka dalam pendidikan. Bukan saja mereka harus mampu memberi dukungan pada proses belajar putra putrinya, tapi tehnologi telah memberi mereka kesempatan untuk bisa ikut membimbing putra putrinya untuk menerima atau tidak menerima informasi yang ada. Dengan tehnologi yang ada orangtua bisa mengarahkan putra putrinya dari mana informasi yang tepat bisa diambil dan memeberi arahan mereka dalam mengambil keputusan penting dalam proses belajarnya. Orang tua juga bisa menunjukkan cara mengatasi tantangan yang ada  dan ikut menentukan hasil pembelajaran, karena dengan  tehnologi yang ada orangtua dimungkinkan untuk memantau, mengkontrol dan bahkan mengarahkan putra putrinya dari jarak yang sangat jauh. Belajar yang melebihi apa yang disediakan sekolah adalah hal yang sangat penting dilakukan oleh siswa jaman sekarang, dan orantua menemukan peran barunya disana.

• Dari Guru sebagai sumber pengajar dan sumber pembelajaran menjadi guru hanya  sebagai  fasilitator dan penunjuk arah serta pendamping siswa belajar.
Seperti sudah disinggung diatas, tehnologi merubah paradigma belajar siswa, artinya paradigma guru juga pasti berubah. Tehnologi sangat memungkinkan siswanya lebih banyak mendapat informasi dibanding gurunya. Itu artinya sangat dimungkinkan siswa lebih banyak tahu dibanding guru. Oleh karena itu guru sudah seharusnya tidak berlagak lagi sebagi Mr. Segala tahu. Biarkan siswa belajar dengan gaya dan cara mereka sendiri. Guru cukup mengikuti perkembangn informasi dan mengarahkan mereka, agar informasi yang didapat siswa bermanfaat bagi masadepannya dan tidak malah merusak moralitas dan spiritualitas siswa.
Sudahkah kita semua siap menghadapi perubahan itu?

Minggu, 20 Januari 2013

Melirik Sekilas Keterampilan Sosial Yang Diperlukan Siswa Kita.





(Gresham & Elliott, 1990) mengartikan ketrampilan sosial itu sebagai tingkahlaku yang dipelajari dan bisa diterima secara sosial  yang memungkinkan seseorang untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain dan memungkinkan orang tersebut menghindari atau terlepas dari interaksi sosial  negatif dengan orang. Dengan demikian jelas bahwa yang dimaksud ketrampilan sosial adalah kemampuan kita untuk bermasyarakat, bergaul dengan orang lain dan berkomunikasi secara baik dengan orang lain. Ketrampilan ini sangat diyakini sebagai prasarat kesuksesan kita dalam menjalani hidup dan tentunya adalah salah satu kunci sukses bagi anak didik kita disekolah.

Namun nampaknya kemampuan berketrampilan sosial ini tidak akan menunggu terlalu lama ke masa depan untuk membuat seseorang gagal dan jadi pecundang. Sejauh pengalaman penulis jadi guru dan dosen, penulis telah menyaksikan begitu banyak siswa ataupun mahasiswa yang memiliki kesulitan dalam berinteraksi dan bersosialisai dengan orang lain dan tak satupun dari mereka mempunyai prestasi akademik yang menonjol. Bahkan siswa siswi yang ber IQ tinggipun gagal memposisikan diri sebagi siswa yang berhasil secara akademis. Tak kurang penulispun pernah mengalami hal yang sama. Prestasi akademis hancur luluh ketika mengalami kesulitan berinteraksi dengan teman baru disekolah yaang lebih tinggi.  Oleh karena itu, penulis mengajak pada seluruh guru dipersada nusantara ini untuk perhatian dan membantu siswa siswi yang mengalami kesulitan bergaul atau tidak memiliki ketrampilan sosial yang memadahi disekolah.  Hal ini perlu kita lakukan agar seluruh siswa siswi kita benar benar optimal belajarnya dan mampu mengembangkan potensi dirinya semaksimal mungkin.



Stephen N. Elliott, PhD,  Professor Vanderbilt University Nashville, menyebutkan tujuh (7)  kategori mayor keterampilan sosial yang diperlukan siswa siswi sekolah:

- kemampuan Komunikasi
Diantaranya adalah kemampuan bergantian bicara dalam sebuah sesi percakapan. Siswa wajib diajarakan untuk sabar mendengarkan orang bicara tidak boleh menyela sampai pembicara menyelesaikan pembicaraannya. Sehingga siswa terbiasa menghormati orang lain dan mampu menjadi pendengar yang baik. Setelah lawan bicara selesai berbicara barulah kita memeberi tanggapan sehingga tidak akan timbul kegaduhan dalam pembicaraan. Selain itu kemampuan membuat kontak mata dengan lawan bicar juga sangat penting untuk dipelajari. Karena kontak mata itu bisa menandakan penghormatan dan keseriusan orang yang lagi berbicara. Tanpa kontak mata yang benar pembicaraan akan menjadi hambar dan interaksipun bisa bubar.

- Kemampuan Bekerjasama

Kemampuan bekerjasama adalah kemampuan mengkompromikan kepentingan pribadi dengan kepentingan orang lain. Selain itu kemampuan bekerjasama juga berarti kemampuan untuk mengedalikan diri untuk tidak melanggar peraturan yang berlaku atau diberlakukan, karena kemampuan bekerjasama itu meniadakan penghianatan dengan rekan kerja.

-Sikap tegas

Walau siswa diajarkan untuk bekerjasama dengan pihak lain, yang dalam hal ini berarti harus mengkompromikan kepentingan dan kebutuhan bersama. Namun siswa harus diajarkan sikap yang tidak kompromis dan permisif. Siswa harus pula diajari kapan mereka harus tegas bersikap. Serta diajarkan untuk berani mempertanyakan ketidakadilan bila diperlukan. Tanpa sikap ini siswa akan berlari pada kondisi mudah dipermainkan dan ditipu orang lain. Oleh karena itu etegasan sikap sangat diperlukan dan diajarkan dalam rangka pengajaran ketrampilan sosial.

-Tanggung Jawab
Sikap tanggungjawab siswa bisa diajarkan dengan pengajaran untuk menghormati dan menjaga properti orang lain. Selain itu mengajarkan sikap kestria untuk berani mengakui dan mempertanggungjawabkan perbuatan pribadi juga diperlukan untuk mempertajam sikap dan rasa tanggungjawab siswa siswi kita.

-ketrampilan Berempati

Ketrampian berempati terdiri dari kamampuan untuk bisa ikut merasakan penderitaan, kesusahan, kesulitan dan juga kebahagian orang lain. Siswa wajib diajarkan untuk bersikap yang tepat saat menghadapi orang lain yang dalam kondisi psikologis seperti itu. Ketrampilan berempati ini kalau sudah tertanam pada diri siswa mereka akan merasa buruk kalau tidak bisa menunjukkan sikap yang tepat saat temannya sedang dalam kondisi bersedih.

-Ketrampilan bergaul atau melibatkan diri dalam suatu kumpulan sosial.

Ketrampilan ini akan ditandai kemampuan siswa mencari teman dengan mudah. Mereka bisa diterima setiap orang, bisa masuk di segala kelompok. Selain masuk dalam lingkaran kelompok tertentu kemampuan siswa juga harus dikembangkan untuk mampu mengundang orang lain masuk dalam kelompoknya atau mengundang orang lain untuk bersahabat dengan mereka.

-Kemampuan kontrol diri

Kemampuan kontrol diri perlu diajarkan pada siswa siswi kita agar mereka mampu berkompromi untuk meredam konflik atau mampu mencari pemecahan permasalahan yang berhubungan dengan pihak lain tanpa konflik terbuka. Lebih mantap lagi adalah siswa mampu tetap tenang pada saat mereka digoda, diremehkan atau dicaci maki.....


PERLUNYA PENGAJARAN KETRAMPILAN SOSIAL DISEKOLAH KITA





Akhir akhir ini banyak pendidik, ahli pendidikan maupun pejabat pemerintahan yang berbicara tentang kecakapan hidup yang harus diajarkan pada anak didik. Artinya saat ini banyak orang berkeyakinan bahwa kepandaian saja tidak cukup untuk membuat siswa sukses dalam kehidupan dibelakang hari. Salah satu ketrampilan hidup yang harus dipunya siswa sebagai syarat kesuksesan masadepan adalah ketrampilan sosial.  Apakah ketrampilan sosial itu?  Menurut  wikipedia ketrampialn sosial diartikan sebagai “ any skill  facilitating interaction and communication with others”, ketrampilan yang memudahkan berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Tentu saja definisi tersebut masih bisa dilanjutakan dengan menambah ‘dengan damai menyenangkan dan tanpa pertentangan maupun ketersinggungan”.
Tentu kita semua setuju bahwa kemampuan sosial ini sangat penting bagi siswa siswi kita untuk meraih kesuksesan jangka panjangnya. Karena ketrampilan sosial ini akan memastikan kemampuan siswa siswi  kita membawa diri ditengah tengah kehidupan sosialnya. ketrampilan ini tak bisa disangkal lagi adalah gabungan dari kemampuan untuk memahami diri sendiri dan mengelola emosi pribadi (Intra-personal skill) dan kemampuan untuk memahami dan merespon orang lain (inter-perosnal skill) yang dipadu dengan kemampuan komunikasi (commmunication skill).
Dalam kehidupan pengajaran tiapa hari disekolah sekolah kita, sebetulnya sudah banyak guru yang menyadari pentingnya kemampuan sosial ini. Sehingga ada begitu banyak guru yang senang sekali memindah meindahkan tempat duduk siswa, dengan tujuan agar siswa bisa menjalin hubungan dengan semua siswa bukan Cuma satu atau dua siswa dari sekian banyak siswa di dalam kelas.  
Namun sayangnya, dengan mendudukan siswa secara acak atau mendudukan mereka secara bersama-sama tidaklah  cukup untuk menjamin tumbuh kembangnya komunikasi antar siswa ataupun kerja sama tim. Banyak siswa yang  tidak tahu bagaimana cara berinteraksi secara tepat dengan teman sekelas mereka. Mereka bahkan  tidak memiliki keterampilan sosial yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas kelompok yang diberkan gurunya, sehingga seringkali tugas kelompok hanya dikerjakan oleh satu atau dua dari anggota kelompok dan yang lain titip nama.  
Ketidakmampuan siswa dalam masalah ketrampilan sosial ini dimungkinkan sebagai akibat dari kesalahan belajar mengajar disekolah.  Arnold Golstein, seorang ahli masalah masalah pengajaran keterampilan sosial untuk siswa dengan gangguan perilaku meyakini  ada empat alasan utama mengapa siswa tidak memiliki keterampilan sosial, seperti dijelaskan dibawah ini.
(1) Mereka tidak tahu cara untuk bertindak ataupun merespon tindakan orang lain selain pola perilaku yang mereka pelajari untuk lingkungan khusus mereka. Begitu mereka berada dilingkungan yang berbeda mereka kebingungan apa yang harus mereka lakukan.Banyak dari anak-anak kita tidak pernah belajar "perilaku yang tepat" untuk pada kondisi sosial tertentu, situasi di mana mereka harus berinteraksi berhubungan dengan orang lain yang berbeda. Mungkin mereka tidak menerima bimbingan yang tepat dalam hal ini di rumah,baik karena orang tua yang tidak peduli, atau karena sistem nilai-nilai dan lingkungan mereka berada memang tidak sama dengan yang dirumah. Mungkin saja mereka memiliki pendidikan tingkah laku , etika dan sopan satun yang baik di rumah dan lingkungannya, tetapi anak-anak kita tidak menjumpaia nilai nilai yang sama disekolah sehingga anak anak jadi gamang dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
(2) Mereka bisa saja sebetulnya tahu bagaimana berperilaku, tetapi mereka belum biasa ataau belum punya cukup latihan untuk berlaku seperti itu, biasanya ini dikarenakan siswa siwa ini merasa inferior, berbeda  atau merasa bukan golongan dari teman temannya. Sementara mereka sebetulnya menunggu teman temannya yang menarik siswa siswi ini dalam percaturan sosial dan pergaulan, tapi sering seringnya undangan yang diharap pun tidak datang. Maka siswa siwi ynag kesulitan bergaul ini jadi makin tersisih saja. Makin lama malah akan jadi siswa yang aneh.
(3) Mereka sebutul pernah mencoba suatu cara untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman temannya, tetapi usahanya  tidak berhasil pada saat percobaan pertama kali, sehingga mereka menganggap bahwa memang mereka tidak akan bisa bergaul dengan teman temannya. Mengingat pengalaman kegagalan mereka itu, mereka akan kembali pada titik nol dan mencoba bertahan disana, sampai ada yang memasukkan dalam pergaaulan yang mereka inginkan.  Sudah jamaknya kita manusia kalau pernah mencoba melakukan sesuatu dan gagal jarang ada yang berani mencoba lagi. Begitu pula siswa siswi kita, ketika mereka gagal bergaul dengan teman temannya pada percobaan pertama mereka akan cenderung berhenti melakukannya
 (4) Adanya ketegangan dan kecemasan yang merusak kemampuan untuk melakukan perilaku yang bisa diterima dalam lingkungan sosial  dalam kehidupan nyata. Kondisi psikologis ini sering sering menjadikan siswa siswi kita salah tingkah, yang akan berujung pada tingkah laku yang wagu dan kelihatan lugu. Dalam kondisi ini akan dipandang oleh teman temannya sebagai lucu atau malah menyebalkan, sehingga siswa yang salah tingkah ini jadi tidak cukup berharga untuk “ditemani”. Jadilah hambatan siswa ini untuk mampu bergaul dan berinteraksi semakin besar.
Itulah sebabnya sekolah sebagi institusi pendidikan wajib membuat program khusus untuk menolong siswa siswinya yang kurang mampu bersosialisasi atau yang tidak memmiliki ketrampilan sosial ini.  
Umumnya, kurangnya  keterampilan sosial ini dikarenakan kurangnya kesempatan untuk belajar atau kurangnya contoh model perilaku yang sesuai (Gresham & Elliott, 1989). Kemudian apakah yang harus diajarkan guru pada muridnya yang kesulitan dalam kehidupan sosialnya ini?  Hazel, Schumaker, Sherman, dan SheldonWildgen (1981) dalam ; ASET: Sebuah program keterampilan sosial bagi remaja. Champaign, ll: Penelitian Press, mencatat delapan keterampilan sosial yang mendasar yang dapat diajarkan melalui instruksi langsung dilingkungan sekolah:
1. Kemampuan memberikan umpan balik secara positif (misalnya, berterima kasih dan memberikan pujian).
2. Kemampuan memberikan umpan balik negatif dengan santun (misalnya, memberikan kritik atau koreksi),
3. Kemampuan menerima umpan balik negatif tanpa permusuhan atau reaksi yang tidak sepantasnya,
4. Kemampuan menolak tekanan rekan untuk ikut berpartisipasi dalam perilaku nakal,
5. Kemampuan memecahkan masalah pribadi,
6. Kemampuan menegosiasikan permasalahan dan solusinya  yang dapat diterima bersama ,
7. Kemampuan mengikuti petunjuk, dan
8. Kemampuan memulai dan mempertahankan percakapan.          
Singkatnya, siswa dengan kekurangan kemampuan sosial  dan belum punya  keterampilan sosial ini tidak mungkin untuk belajar sendiri  atau belajar secara kebetulan. Intervensi dari guru dan sekolahan serta orangtua sangat diperlukan.  Mereka memelukan metode pembelajaran yang efektif meliputi demonstrasi / pemodelan dengan praktek dipandu dan umpan serta situasi yang mendorong mereka untuk belajar berkomunikasi dan bergaul dengan banyak orang.

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...