Selasa, 11 April 2023

Efektifkah Hukuman Untuk Menghentikan Siswa Dari Berbuat Melanggar Aturan Sekolah?


 

Hukuman bagi siswa yang melanggar aturan selalu dimaksudkan untuk mengembalikan siswa dari melanggar aturan menjadi yang taat pada aturan, dari yang off task menjadi on task, dari yang mengganggu menjadi yang tekun dan giat dalam belajarnya. Hukuman yang diberikan pada siswa pelanggar aturan biasanya diberikan melalui dua cara; pertama, memberikan hal yang tak enak sebagai hukuman, dan yang kedua, menghilangkan hal yang menyenangkan bagi siswa untuk sementara.

Memberi hukuman dengan memberikan hal yang tak mengenakkan adalah jenis hukuman yang digemari guru guru jaman dulu dan masih juga digemari sebagian guru guru jaman sekarang. Guru masih beranggapan kalau siswa diberi pengalaman tidak mengenakkan, mereka akan jera mengulangi lagi perbuatannya. Itulah kenapa guru di masa lalu suka sekali menyuruh siswanya berdiri di lapangan sekolah di bawah panas terik. Menyuruh siswa lari keliling lapangan sekian kali, membersihkan WC, bahkan ada yang sampai menempeleng siswa. Semua dilakukan untuk memberikan efek jera pada para siswa. Apakah metode ini hanya dilakukan guru jaman dulu? Ya, mungkin saja hukuman jenis ini masih diyakini efektif dilakukan oleh guru guru jaman sekarang juga.

Hukuman dengan mengambil hal yang menyenangkan dari siswa, adalah metode yang lebih baru untuk menghentikan kenakalan siswa yang bisa dilakukan guru. Metode ini dilakukan untuk bergeser dari metode hukuman lama, memberi hal yang tidak enak pada siswa, yang terbukti tidak banyak memberi efek perbaikan pada tingkah laku siswa. Untuk menghentikan siswa bertingkah laku melanggar aturan, dengan metode ini, guru biasanya melakukan hal hal berikut; memisahkan tempat duduk siswa yang melanggar aturan dari teman akrabnya, memberikan tambahan tugas sekolah sehingga siswa kehilangan waktu luangnya di sore hari, memberikan tugas pada waktu istirahatnya, tidak mengizinkan siswa meminjam buku di perpustakaan sekolah sepanjang waktu tertentu, tidak membolehkan siswa menggunakan fasilitas yang ada disekolah dan sebagainya. Apakah hukuman jenis kedua ini efektif? Penelitian yang mendalam sepertinya belum ada, sehingga jawaban yang lebih meyakinkan belum bisa penulis sampaikan. Namun penulis berasumsi bahwa sejauh siswa yang bermasalah ini tidak diberi pengertian yang lebih mendalam mengapa siswa seharusnya tidak berbuat melanggar peraturan, dan diberi pemahaman arti pentingnya ketaatan pada aturan dan keseriusan belajar bagi siswa dan masa depannya, maka hukuman jenis apa pun tak akan banyak berpengaruh pada tingkah laku siswa.

Kalau kita kembali pada niatan awal memberi hukuman apa pun caranya adalah untuk mengubah tingkah laku siswa dari yang melanggar aturan ke tingkah laku yang taat aturan. Namun kalau pemberian hukuman ternyata tak mengubah apa apa, terus apa gunanya dilanjutkan pelaksanaannya?

Bagi penulis pemberian konsekuensi pada siswa akan lebih baik dari pada memberi hukuman. Pemberian konsekuensi adalah cara yang efektif untuk mengubah kesadaran siswa yang tak bisa dilakukan dengan pemberian hukuman. Untuk tahu seperti apakah konsekuensi itu, penulis pernah menulisnya di blog ini beberapa tahun lalu. Kiranya pembaca bisa melacaknya sendiri.

Jumat, 07 April 2023

Perlunya Guru Menyebut Nama Siswa Atau Berbicara Setengah Berbisik Kepada Siswa Yang Off-Task

 


Adakalanya siswa yang off-task sangat sulit diatur. Sudah dinasihati tetap saja bikin ricuh ruang kelas. Yang sering terjadi guru akan berteriak, “Anak anak jangan ribut!”, “ sudah...sudah...diam semua”, atau ungkapan sejenis lainnya yang sama sekali tidak efektif untuk menenangkan siswa di dalam ruang kelas dan mengembalikan mereka pada tugas belajarnya. Teriakan seorang guru yang  ditujukan ke seluruh isi kelas seperti itu tentu saja tidak akan punya pengaruh signifikan untuk ketenangan kelas. karena siswa tak akan menyadari kalau yang dimaksudkan guru itu dirinya. Oleh karena itu teriakan yang efektif dari seorang guru adalah yang spesifik pada siswa yang dimaksud. Dengan begitu teriakan guru yang benar adalah dengan menyebut nama siswa yang perlu ditenangkan. Teriakan guru seharusnya seperti ini; “Reihan kembali ke tempat duduk!”, atau akan lebih manis bila ditambah kata “tolong” agar kalimat perintah itu tidak terasa seperti intimidasi bagi siswa. “ Hanifah, tolong menghadap ke depan dan perhatikan papan tulis!”.

Bagaimana kalau sudah juga kita teriak sambil sebut nama, tapi tetap siswa tidak bisa tenang? Berjalanlah mendekat ke siswa yang paling ribut, dan bicaralah pelan dengannya. Usahakan berbicara pada siswa itu dengan setengah berbisik. Katakan pada siswa itu bahwa dia mengganggu proses belajar dan kalau dilanjutkan akan ada konsekuensi buat dia. Dengan berbicara secara pelan seperti berbisik, bukan hanya akan menarik perhatian siswa yang bersangkutan tetapi juga perhatian seluruh kelas. Sudah tabiat manusia dari sananya selalu tertarik hal rahasia yang terkait orang lain. Berbisik itu mengisyaratkan ada rahasia dibalik percakapan itu. Itulah kenapa seluruh siswa akan tertarik dan memperhatikan bisik bisik guru pada temannya. Dengan demikian bukan saja siswa yang dituju yang akan diam memperhatikan, tetapi juga seluruh kelas. Yang perlu diingat walau guru berbicaranya seperti berbisik, tapi pastikan bisa didengar seluruh siswa di ruang kelas kalau dalam kondisi tenang, karena pesan itu sesungguhnya untuk seluruh siswa dan bukan hanya untuk siswa yang dihadapi guru.

Rabu, 05 April 2023

Guru Jangan Membentak Siswa kalau Tak Mau Gagal Dalam Pengajaran Di Dalam Kelas

 


 

Ada kalanya kenakalan siswa di dalam kelas itu bisa sangat menjengkelkan dan bagi beberapa guru yang kurang panjang ususnya kenakalan siswa itu benar benar bisa membuat guru lepas kendali. Kemarahan membuncah, kemudian membentak dan teriak jadi pilihan satu satunya sang guru yang tak terelakkan. Kalau kejengkelan sang guru sangat dalam, maka bukan hanya berteriak dan membentak yang dilakukan, bahkan seorang guru bisa saja lepas kendali dan melakukan hal hal yang kurang tepat untuk keberlanjutan pembelajaran di dalam kelas. Bentakan adalah puncak dari kejengkelan guru. Kurang beruntungnya setelah berada pada fase puncak tertinggi kejengkelan dan emosinya , seorang guru tidak bisa tiba tiba balik ke posisi paling bawah. Secara natural untuk mencapai titik terendah lagi dari titik tertinggi orang haruslah turun secara bertahap. Begitu juga guru yang berada pada puncak kemarahannya, tak mungkin dia setelah membentak langsung biasa saja. Guru tersebut pasti memerlukan tahapan tahapan untuk menurunkan tensinya sehingga kembali ke posisi nol.

Nah dalam tahap kembali ke posisi nol inilah biasanya guru melanjutkan bentakannya dengan berbicara. Yang jadi permasalahan adalah yang dibicarakan guru dalam rangka cooling down ini biasanya adalah cercaan kepada siswa, menyudutkan siswa dengan kesalahannya, dan sering terjadi guru mempermalukan siswa di depan teman temannya. Cercaan terhadap siswa itu tak terhindarkan karena pasti tak ada perkataan lain yang bisa keluar dari mulut guru yang cocok untuk mengikuti bentakannya. Guru pasti mencari pembenaran atas bentakannya, dan bisa dipastikan bahwa cara membenarkan diri kenapa membentak adalah membeberkan kesalahan siswanya. Itulah kenapa cercaan yang pasti keluar setelah bentakan seorang guru.  Selain cercaan sangat sering guru melanjutkan bicaranya dengan mempermalukan siswanya, hal ini secara alami terjadi karena guru ingin mengembalikan kehormatannya setelah merasa disepelekan oleh siswanya dengan pelanggarannya. Dari sinilah sesungguhnya bencana itu dimulai.

Bentakan itu terbukti tak pernah efektif untuk mengembalikan siswa pada jalurnya, menjadikan siswa tunduk patuh pada peraturan dan kembali pada tugasnya untuk belajar, on task. Yang ada bentakan malah membuat siswa yang dibentak malah makin beringas, hilang rasa hormatnya dan membentak balik guru. Kalau kondisi ini terjadi guru akan semakin terpojok posisinya. Melanjutkan marahnya dengan bentakan lebih keras hanya akan mengundang siswa makin berani dan konflik guru siswa ini akan tak terkendali. Ujung akhirnya tak akan pernah dimenangkan guru. Gurulah yang akan dapat masalah, guru pula yang akhirnya akan malu.

Atau bisa jadi sebaliknya, setelah guru membentak semua siswa dikelas ketakutan. Bahkan siswa siswa yang selalu on task dan tak melanggar peraturan pun akan ikut ketakutan, terganggu secara psikologis dan ikut terdiam. Seluruh kelas mendadak kehilangan selera untuk melanjutkan belajar. Guru pun dengan kemarahannya itu juga akan sulit untuk bisa memulai pelajaran. Akhirnya bisa ditebak hari itu pelajaran itu gagal total. Itu yang terjadi bila guru kehilangan kendali diri dan memilih membentak siswanya. Oleh karena itu marah dan membentak siswa bukanlah pilihan yang direkomendasikan untuk guru lakukan. Kalau Anda seorang guru dan tak mau kehilangan rasa hormat siswa dan orang tuanya, tak mau rusak kredibilitasnya sebagai seorang guru, maka kendalikan diri dan jangan pernah membentak siswa (Fischer, 2004)

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...