Jaman memang bergulir, nilai nilai sosial berubah, pengetahuan berkembang, hubungan sosial mengalami pergeseran dan relasi sosial merenggang sehingga cara berkomunikasi antar manusiapun juga tidak sama lagi. Jaman saya, penulis, sekolah, guru adalah sebuah jabatan yang prestisius dan terhormat sehingga semua orang akan menunduk hormat ketika ketemu seorang guru. Apalagi siswanya, mereka harus berhenti dan menundukkan badan ketika ketemu gurunya di jalan. Guru pada saat itu harus menjaga posisi dan kehormatannya sedemikian rupa sehingga guru dilarang tampil tidak terhormat, kurang serius dan terkesan lemah, terkesan tak banyak pengetahuan. Makanya pada saat itu guru selalu tampil percaya diri, sangar, sedikit tersenyum terkesan galak dan kalau marah penghapus yang terbuat dari kayu pun bisa melayang mengarah kepala siswanya.
Namun seiring berkembangnya kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara serta berkembangnya kesadaran hukum. Orang semakin sadar posisinya sebagai warga negara dan posisi mereka di dalam hukum, maka siswa dan orang tua siswa makin memahami posisi mereka di tengah masyarakat dan di dalam hukum, sehingga mereka juga mengetahui bahwa mereka bisa membawa guru ke ranah hukum kalau salah ucap, salah tingkah dan salah perbuatan. Kondisi ini membuat guru juga makin hati hati agar tak terpeleset lidah, terpeleset kata kata, dan terpeleset perbuatan sehingga dia akan mendapatkan masalah di depan hukum. Sayangnya saya melihat posisi guru ini makin melemah di depan masyarakat dan siswanya. Sehingga guru hari ini tak seangker jaman dulu lagi, bahkan banyak guru yang tak terlalu berani mengatur siswanya hanya karena takut jadi urusan hukum nantinya. Untuk menarik perhatian siswa banyak guru yang tidak pasang tampang sangar lagi, tapi sudah diubah dengan tampang lucu, sampai ada yang menjadi objek lelucon siswanya. Sangat menyedihkan.
Jikalau bertampang sangar salah, bertampang lucu pun keliru, lantas yang benar harus seperti apa? Sebagai guru memang tidak boleh membuat takut siswa. Siswa yang takut pada gurunya tak akan punya konsentrasi belajar, bahkan akan kesulitan memfokuskan diri dalam belajar. Yang ada dia merasa seperti ingin segera pergi dari ruang kelas. Dengan kondisi kejiwaan yang seperti ini apa yang bisa kita harapkan siswa dapat pelajari? Namun begitu, untuk jadi badut di dalam kelas hanya ingin sekedar siswa senang, juga tidaklah bijaksana. Siswa yang terlalu ditinggikan diutamakan juga akan membaca bahwa gurunya takut pada mereka. Mereka akan dengan mudah melecehkan pada guru itu. Sekali lagi siswa dalam kondisi seperti ini juga tak bisa diharapkan bisa belajar dengan baik. Siswa yang sudah menganggap rendah gurunya, sudah pasti enggan juga mempelajari pelajaran yang gurunya bawa. Oleh karena itu guru haruslah bersikap di tengah di antara keduanya. Guru tidak harus tampil garang dan menyeramkan, tapi harus tetap elegan dan terhormat. Tunjukkan senyum ramah, tapi jangan rendahkan diri di depan siswa. Jaga kehormatan dan rasa hormat siswa pada Anda dengan tidak tampil cengingas cengigis, tetap tenag tapi tegas, dekat tapi tetap jaga kehormatan. Janagn banyak becanda. Becanda mereduksi kehormatan guru. Jaga senyuaman tapi bukan candaan. Bikin candaan untuk menyegarkan suasana kelas sesakali boleh dilakukan memang, tapi jangan pernah becanda mengenai suku, ras ataupun agama. Candaan seperti itu akan membuat suasan kelas jadi tidak kondusif untuk belajar. Jangan pula bercanda dengan kata kata kotor terlebih yang porno, karena candaan macam ini menhancurkan kehormatan guru dalam sekejab.
Sikap yang elegan dan tepat, komunikasi yang tertata, proses pembelajaran yang sudah terencana semua akan membuat siswa terpancing perhatiannya pada apa yang akan disampaikan guru pada mereka. Kalau perhatian siswa sudah bisa dikuasai guru, guru tinggal mengatakan “mari kita mulai belajar” dan semua siswa merasa diundang merasa diajak untuk belajar. Kondisi siswa yangmerasa diundang dan diajak untuk bersama sama belajar inilah yang memicu siswa untuk konsentrasi belajar dan mengerti apa yang diajarkan guru. Kondisi inilah yang akan menjadi awal langkah sukses seorang guru. Guru yang seram, berpenampilan sangar, suaranya ketus, sebentar sebentar marah membuat siswa tak ada yang merasa diundang untuk belajar bersama. Sebaliknya guru yang banyak canda, melucu, banyak banyolan akan membuat siswa tidak diundang untuk belajar oleh gurunya tapi diundang untuk melihat kekonyolan guru dan kalau sempat melecehkannya. Untuk menjaga agar siswa merasa diundang belajar, tetaplah pada kondisi di tengah, tidak menampakkan muka tidak sebentar sebentar membentak dan marah, tapi tetap menjaga kehormatan dan senyum yang ramah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saya sangat berterimakasih kalau anda tinggalkan komentar disini / Would you please leave a comment or a critique for the sake of my future writing improvements?