Dari pada bengong yuk kita lanjutakan bicara tentang paradigma baru yang harus dipunyai seorang guru di abad 21 ini. Pada bagian pertama, di PARADIGMA GURU PADA PEMBELAJARAN ABAD 21 (21st CENTURY LEARNING) (bagian 1), kita sudah bicarakan empat paradigma baru guru, nah sekarang kita lanjutkan pada pradigma ke;
5. Isolated works harus dirubah menjadi collaboration works
Pada proses pembelajarn yang umum
terjadi di masa kini dan masa lalu, guru selalu menempatkan siswa sebagi
pribadi pribadi yang tersendiri dan tidak saling terhubung. Mereka dibiarkan
menjalani sendiri sendiri nasib mereka sebagi pembelajar. Yang pintar akan
pintar sendirian, yang kurag beruntung akan nampak bodoh juga sendirian. Hal
ini tentu terkait dengan cara evaluasi yang dilakukan guru. Pada ujung evaluasi
siswa akan menerima raport secara personal oleh karena itu guru akan selalu
menempatkan siswa sebagi individu yang saling terpisah, pun begitu tugas tugas
sekolah yang mereka berikan. Tugas yang biasanya berbentuk PR pun akan berupa
pekerjaan rumah yang dikerjakan sendiri sendiri. Memang benar ada sesekali guru memberi tugas
kelompok, namun tugas kelompok ini tidak disertakan aturan main yang jelas,
sehingga tugas kelompok yang harusnya dikerjakan berkelompok cukup dikerjakan
salah satu dari anggota kelompok dan dinamai ramai ramai. Setelah dikerjakan
guru pun tidak terlalu peduli apakah itu hasil kerja kelomok atau bukan.
Ke depan guru harus membentuk
atmosfir yang bisa menyuburkan kerja kelompok di dalam kelas. Kerja kelompok
bukan saja akan membuat siswa belajar bersama dan saling tukar menukar
informasi, namun tugas kelompok akan membuat siswa belajar berorganisasi,
belajar managemen, mempertajam kemampuan intra dan extra personalnya, memupuk
kemampuan komunikasi, kemampuan bekerjasama dan tidak kalah pentingnya mereka
belajr bertanggungjawab dan kemandirian. Banyak hal bisa dipelajari siswa
dengan membuat mereka diberikan pekerjaan kelompok. Dan boleh sedikit saya sampaikan di dunia ini
sekarng ini sedaang gandrung dengan apa yang mereka sebut sebagi Project based
learning, artinya itu adalh mengajarkan siswa untuk belajar bekerja sama.
6. Knowledge based harus dirubah menjadi information based decision making
Karena yang diajarkan guru adalah
teori teori maka biasanya guru memberikan instruksi instruksi untuk berlatih
membuat keputusan keputusan penting berdasarkan logika tau setidaknya
memberikan saran pada siswanya untuk menggunakan logika dan kepantasan umum
untuk setiap langah yang diambil. Paradigma ini harus segera dirubah, bukan
karena penggunaan logika dan pengetahuan umum itu salah, namun logika dan pengetahuan umum
tidak pernah menjamin ketepatan langkah yang diambil dengan kondisi riil
lapangan. Oleh karena itu informasi yang real time sanagt diperlukan siswa pada
masanya nanti untuk ambil keputusan. Nah sebelum waktunya siswa harus ambil
keputusan tersebut ada baiknya guru sudah membiasakan siswanya untuk mempunyai
informasi yang terkini atau yg real time
dari setiap kondisi yang dihadapi.
7. Passive learning harus dirubah menjadi active/ inquiry based learning
Ini terkait dengan pendekatan
pengajaran yang dilakukan guru di dalam kelas. Sejauh guru tetap menjadikan dirinya
satu satunya sumber referensi pengetahuan, seperti yang pernah kita bicarakan,
maka yang akan sibuk dikelas adalah gurunya, karena posisi ini akan cenderung membuat guru
sebagai orator. Siswa cukup sebagi pendengar yang setia. Cara pembeljaran yang
seperti ini bukan saja akan membuat siswa jadi pasif namun juga membuat siswa
menjadi bodoh karena informasi yang mereka terima akan sangat terbatas
jumlahnya dan yang lebih menyedihkan lagi siswa hanya akan menerima kira kira
10-15% saja dari informasi yang terbatas itu.
Oleh karena itu Cara belajar
siswa aktif haruslah yang dijadikan paradigma pengajaran yang terbaru. Dengan membuat
siswa aktif belajar dengan strategi yang tepat, mereka bukan saja akan menjadi
pintar, tapi mereka akan menjadi super cerdas karena mereka akan mendapatkan
informasi yang tanpa batas. Keaktifan merekalah yang akan mendekatkan para
siswa itu pada banyak sumber informasi dan mereka bisa menyerap semua infomasi
yang tanpa batas tersebut.
8. Reactive response harus dirubah menjadi proactive response
Sudah menjadi tabiat guru guru
dimanapun berada, mereka meraasa bahwa tugas mereka hanyalah mengajar seperti
kemarin dia mengajar. Tidaklah terlalu diperlukan untuk berfikir dan bertindak
lebih jauh dibanding apa yang mereka kerjakan kemarin. Mereka kebanyakan tidak punya visi yang agak
jauh ke depan sehingga tidak juga mempunyai langkah langkah preventif proaktif.
Mereka akan bergerak dan melangkah kalau sudah ada suatu kejadian. Semua tindakannya
bersifat responsif reaktif. Adaa muridnya badung dia panggil untuk dinasihati,
ada yang terluka dia bawa ke UKS atau ke rumah sakit, siswa bodoh baru dia
panggil dia suruh untuk rajin belajar.
Apakah tindakan reaktif begitu
salah? Kalau dibilang salah juga tidak tepat, namun yang jelas tindakan
tindakan reaktif itu sangat terlambat. Menunggu
rumah kebaakar dulu baru sibuk memadamkan adalh tindakan yang sangat terlambat
bukan? Menunggu kebanjiran dulu baru membersihkan saluran air dan got got juga
perbuatan yang nampak bodoh bukan? Sama dan sebangun dengan itu, semua permasalahan kenakalan dan kebodohan
siswa hendaknya dibuatkan langkah langkah antisipasinya jangan hanya menunggu
kejadian baru bereaksi. Untuk sekedar diketahui saja siswa badung tidak akan
tiba tiba menjadi baik hanyadengan dinasihatidan dihukum siswa bodoh tidak akan
mendadak pintar dengan di nasihati dan disuruh iku les. Strategi yang menyeluruh ketat dan konsisten yang dijadikan kebijakan sekolah adalah solusi
dari semua itu
9. Single media harus dirubah menjadi multi media
Kalau saya bicara multi-media
pasti saja ada yang salah tafsir dengan perangkat kompoter dan alat aat digital
lainnya. Tapi baiklah kita terangkan dulu yang saya maksud dengan single media
terlebih dahulu. Media disini yang saya maksud adalh media atau sumber atau
alat belajar. Single media disini maksudnya media belajar siswa Cuma satu. Ini kembali
berbicara pada peran guru lagi. Sistem pengajaran jaman dulu guru adalah satu
satunya sumber pengetahuan dan papan tulis jadi satu satunya media belajar untuk menstransfer ilmu. Jaman sudah
sedemikian majunya sumber pengetahuan harus sudah bervariasi pun begitu media
pembelajaran. Koran majalah tabloid, jurnal ilmiah sangat banyak beredar, semua
itu bisa jadi sumber belajar dan media belajar seklaigus. Kenapa guru tidak
mencoba untuk memnafaatkan? Internet bukan barang langka lagi itu bisa jadi
sumber belajar dan media pembelajaran sekliagus. Penggunaan laboratorium, tape
recorder, in focus, televisi, film, komputer, vcd player , tugas kelompok,
pembuatan project dan yang lainnya sangat dianjurkan untuk media pembelajaran. Jangan hanya ceramah melulu, siswa nya
ngantuk.
10. Single sense stimulation harus dirubah menjadi multi-sensory
stimulations
Pada abad yang lalu pendidikan
disekolah masih terfokus pada metode ceramah bahkan samapi hari ini juga masih
banyak guru yang tiap hari kerjanya ceramah di depan siswanya. Ini artinya guru
masih beranggapan bahwa untuk membuat siswa pintar siswa haruslah mendengar
informasi dan pengetahuan, kemudian mencerna di dalam otak untuk memhami dan
menghafalkan. Setelah hafal maka siswa akan pintar. Apakah kenyataan begitu
yang terjadi? Ohhh...my..yang terjadi jauh panggang dari api. Siswa terbukti
hanya sedikit yang bisa pintar; dari 40
siswa di dalam kelas tidak akan lebih dari lima yang bisa dibilang pintar
bukan?
Oleh karena itu guru sekarang
haruslah berfikir bahwa tidak semua siswa bisa paham dengan mendengar ada
sekian abnayk siswa yang bisanya pintar karena melihat, ada yang bisanya pintar
karena meraba, ada yang bisanya pintar karena saat belajar diperbolehkan sambil
jalan jalan, ada siswa yang bisa pintar karena melakukan atau
mengalaamilangsung apa yang sedang mereka pelajari. Yang saya tulis ini adalah
apa yang oleh orang pintar sebagi gaya belajar. Setiap siswa punya gaya
belajarnya sendiri. Dan tentu saja tidak semua siswa bergaya belajar auditori
atau mendengar, oleh karena itu guru jangan ceramah melulu. Belajarlah tentang
gaya belajar. Atau tunggulah saya sampai ada waktu untuk menulis tentang gaya
belajar.
11. Single-path progression harus dirubah menjadi multi-path
progression
Hal yang terakhir ini terkait
dengan evaluasi siswa. Sejauh ini sekolah sekolah di indonesia hanya
memfokuskan pada penilaian kemampuan akademis siswa. Oleh karena itu semua
sekolah akan keluarkan buku rapor yng berisi nilai matematika, Ipa , bahas
inggris dst. Sekali lagi kemampuan intelegensia akademislah fokus penilaian dan
ukuran kemajuan siswa. Padahal kalau kita mau sadari ada banyak orang sukses
yang tidak genius. Penyanyi, bintang film, pelawak, pengusaha, seniman,
pedagang, pesulap rata rata hidup makmu, kecukupan bahkan kaya raya, mereka
tidak bermodalkan “pintar”. Merka punya bakat, mereka punya ketrampilan, mereka
punya watak dan sifat pribadi yang kuat. Kenapa sekolah yang katanya ingin
membuat masa depan siswanya cerah Cuma terpaku pada membuat siswanya “pintar”,
cobalah pantau kemajuan bakatnya, kemajuan, karakternya, pengembangan
pribadinya, perkembangan ketrampilan hidupnya. Itu akan lebih bermanfaat bagi
mereka ketimbang anda sebagi guru hanya sibuk membuat siswa anda pintar.
Semoga bermanfaat.....