Kalau kita
mengharap keteraturan haruslah ada standard atau aturan yang dijalankan. Logika
ini sudah lama berlaku dan masih berlaku sampai sekarang. Logika keteraturan
memelukan aturan juga diyakini oleh sekolah sekolah kita, makanya tidak ada
satu sekolahpun dimuka bumi ini yang tidak punya peratura ataupun tata tertib
sekolah. Bahkan banyak sekolah yang menuliskan besar besar peraturannya didepan
sekolah agar semua orang bisa membaca dan mengerti, walau tujuan yang
sesungguhnya adalah agar team assesor akreditasi sekolah melihatnya. Iya nggak?
Walau membuat
tata tertib sekolah adalah hal yang biasa dilakukan oleh guru dan sekoah
manapun, akan tetapi sangat jarang guru atau sekolah yang berfikir apakah
aturan main yang mereka gariskan itu akan bisa efektif dijalankan atau akan berakhir
seperti banyak aturan yang lainnya; aturan tinggal aturan kapan dilaksanakannya
kapan, itu tidak terlalu penting. Bahkan ada adagium kalau peraturan itu dibuat
untuk dilanggar. Mengenaskan bukan?
Nah bapak dan
ibu guru yang saya hormati, kalau bapak dan ibu ingin seluruh usaha pendidikan
yang bapak dan ibu guru lakukan bermakna, tentu baapak dan ibu guru harus membuat
segala sesuatu yang dilakuan harus
bermakna pula. Termasuk tata tertib yang bapak ibu buat. Kalau peraturan yang
bapak dan ibu guru tetapkan tidak dilakukan secara efektif bapak daan ibu guru
sudah membuka peluang untuk membuat semua yang bapak ibu lakukan disekolah
kurang bermakna bagi siswa. Kalau tidak ada hal yang berarti dan bermakna bagi
siswa, mereka akan meremehkan semua hal yang ada, termasuk diantaranya mereka
akan meremehkan pelajaran yang ada, meremehkan gurunya dan bahkan tidak
menganggap penting sekolah. Bagaimana juga
kita mengharapkan mampu mencetak manusia manusia yg berdisiplin tinggi,
berkarakter baik, dan berprofil hebat, kalau tidak ada tuntunan kedisiplinan
dari gurunya?
Kelemahan kita
untuk secara disiplin menerapkan tata tertip atau aturan sekolah adalah karena
peraturan sekolah terlalu rumit dan panjang lebar sehingga sulit untuk diingat,
bahkan untuk membacanya pun ga ada yang sempat; termasuk guru gurunya. Kondisi begini
akan mendorong pada pembiaran setiap pelanggaran karena gurupun akan malas
mencari pasal yang dilanggar siswa. Paling mentok guru paling akan bilang ‘eitt
ga boleh begitu’ sambil berlalu. Efeknya siswa merasa bahwa apa yang dilakukan
masih OK maka besok pelanggarannya akan ditingkatkan kadarnya. Kekacauan yang
dibiarkan dalam jangka waktu yang lama akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan akan
jd karakter. Dan karakter tidak disiplin inilah yang sekarang mendominasi watak
siswa siswi kita diseluruh pelosok negri. Itu artinya tidak banyak sekolah yanh
konsisten memegang teguh peraturannya. Bolos,
tidak mengerjakan PR, berani sama gurunya, tidak ada sopan santunnya, pelcehan
sexsual, sex bebas dikalangan pelajar, tawuran adalah buah dari ketidakpedulian
guru atas peraturan sekolah.
Nah akibat
pembiaran ketidak disiplinan ini tentu tidak akan kita biarkan terus terjadi
bukan? Bagaimana caranya? Ya kita mulai dari bikin aturan yang mudah
dijalankan. Dalam tulisan yang ga
beraturan ini saya akan jelaskan beberapa syarat membuat peraturan sekolah yang
bisa dijalankan dengan efektif.
•
bisa dimengerti
membuat peraturan sekolah haruslah menggunakan kata kata yang lugas dan
tidak bersayap, agar bisa dimengerti. Dengan
mudahnya aturan dipahami siswa, bukan saja siswa akan mudah menjalankan aturan
tersebut, tapi juga siswa tidak akan mampu membantah kalau mereka melanggar
peraturan tersebut, karena semuanya sudah jelas. Dan artinya gurupun akan
dengan mudah menunjukkan kesalahan yang dilakukan siswa.
•
bisa dilaksanakan
Syarat kedua
peraturan adalh bahwa peraturan itu haruslah mudah dilaksanakan. Peraturan seperti
“siswa harus menciptakan suasana yang kondusif untuk memperlancar kegiatan
belajar mengajar” atau “Siswa dilarang mengenakan riasan yang berlebihan, tidak
wajar, dan tidak sesuai dengan umurnya” adalah peraturan yang tidak jelas dan
oleh karena itu akan sangat sulit dilaksanakan. Jadi buatlah peraturan yang
lebih sederhana bahasanya dan bisa dilaksanakan.
•
tidak melanggar kehormatan dan
pribadi seseorang
Peraturan juga tidak boleh melanggar kehormatan pribadi seseorang atau
golongan. Siswa siswi kita berkarakter beda dengan siswa siswi yang sekolah
tahun 70-80an. Pada tahun tahun 70an mayoritas sekolah mempunyai siswa yang homogen; dari suku yang sama,
oakai bahasa yang sama, adat istiadatnya sama, kebudayaannya sama, agamanya
sama, bahkan makanannya dan tingkat kelas sosialnyapun sama. Sehingga peraturan
akan lebih gampang dibuat. Sekarang siswa siswi kita lebih beragam baik asal
usul, kebudayaan, agama, kebiasaan, kelas sosialnya juga berlainan, oleh karena
itu buatlah peraturan yang tidak menyinggung salah satu dari mereka.
•
Jangan menggunakan kata “jangan” ataupun “tidak”.
Kalau saya katakan bikin peraturan jangan memakai kata “jangan” ataupun “tidak”,
biasanya para guru selalu merespon dengan kalimat ‘ iya, betul karena kita
harus selalu berfikir positif, positive thinking”. Dan biasanya saya merespon balik dengan
tersenyum sambil berkata, “benar sekali, kita harus selalu berfikir positif,
berfikir positif akan membuat semangat kita tak pernah padam, tidak ada kata ‘putus
asa”. Namun sebetulnya latar belakang dari peraturan yang tidak memakai kata “jangan”
ataupun “tidak”, bukanlah masalah positive thinking. Karena kedua hal itu berbeda dan tidak berada
di kapal yang sama. Kata “jangan” ataupun “tidak” dalam peraturan itu pada
galibya akan membingungkan siswa maka kita tidak boleh memakainya. Dengan berteriak
“jangan berisik!” bapak dan ibu guru memang bisa mencegah siswa membuat gaduh
kelas, namun siswa masih belum mengerti apa yang gurunya inginkan mereka
lakukan. Coba kalau gurunya berkata ; “ semuanya duduk yang rapi dan dengarkan
saya!” siswa langsung tahu apa yang harus dilakukan dan ngerti apa yang harus
ditinggalkan.
•
Tegas
Peraturan yang tegas adalah peraturan yang dilakukan secra efektif,
artinya siapa yang melanggar akan mendapat konsekwensi dari pelanggran yang
dilakukan. Oleh karena itu peraturan yang diberlakukan harus disertai
konsekwensinya.
•
Adil
Peraturan akan terasa adil kalau dilakukan tanpa pandang bulu, siapapun,
kapanpun dimanapun peraturan dilakukan maka konsekwensi itu harus dijalankan.
Padang bulu juga berarti bulunya pak guru dan bu guru, artinya pelanggran itu
diketahui guru yang mana saja maka konsekwensi itu akan tetap berlaku. Sebab kalau
hanya satu dua guru saja yang menjalankan peraturan dengan benar maka siswa
akan membuat penilaian tersendiri pada masing masing guru. Dan ini akan tidak
bagus bagi pengembangan disipilin, watak, dan tabiat siswa. Selain peraturan
harus dipatuhi oleh siswa seluruh komponen sekolah juga harus seia sekata
menegaka aturan tersebut.
•
Konsisten
Konsisten itu bermakna konstan, tetap atau sama. Peraturan yang
diberlakukan disekolah haruslah selalu konsisten, semua orang diperlakukan
sama. Jangan sampai hari ini si A tidak mengerjakan PR, dia diminta mengerjakan
Prnya diruang guru saat istirahat sehingga dia tidak sempat istirahat dan makan
siang, besoknya si B tidak mengumpulkan PR cum diomel omelin saja atu bahkan
dibiarkan saja. Ketidak konsistenan ini akan mebuat siswa tidak akan
menghormati peraturan, guru dan sekolahnya. Kalau sudah begitu harapan untuk
mendidik siswa kita jadi pribadi yang
matang dewasa tidak akan pernah terwujud. Dan kita akan kembali mendapati siswa
kita hamil diluar nikah, atau tawuran dijalan.
boleh tau buku yang digunakan sabagai rujukannya ???
BalasHapussaya kebetulan tak punya referensi mas kikii...kalau saya mau nilis ya nulis saja baik buruk ya saya serahkan ke sidang pembaca....toh ini bukan tulisan ilmiah yg perlu saya pertanggungjawabkan di depan team pengujikan mas? jd saya ga pakai referensi. salam....
HapusTulisannya bermanfaat sekali pak....
BalasHapusalhamdulillah kalau bgt..terimakasih kunjungannya...maaf tulisan lama semua belum tergerak nulis lagi...:D
BalasHapus