Sudah beberapa bulan ternyata saya tak menambah
tulisan baru pada blog ini, sidang pembaca setiap hari cuma saya sugguhi
tulisan lama saja, untuk itu saya selaku penulis blog ini mohon dimaafkan sebesar
besarnya.
Saat ini saya berniat untuk menulis lagi untuk siding pembaca
yg sudi bertamu diblog sederhana ini. Untuk memulai menulis saya tidak
bermaksud untuk menulis hal hal yg spektakuler atau hal hal yang besar, rumit
dan perlu pemikiran berat, topic ringan saya kira cukup baik untuk memulai
budaya menulis lagi. Saat ini tepatnya saya hanya ingin curhat ketimbang ingin
menulis artikel. Dengan harapan walaupun ini cuma sekedar curhatan tapi saya
berharap semoga jadi pemikiran kita bersama, orang orang yg memeprhatikan dan
terlibat dalam proses pendidikan di tanah air kita.
Pada beberapa waktu yang lalu saya sudah sampaikan
bahwa sekolah sekolah di Indonesia masih sering menempatkan orang
yang salah sebagai
guru Bahasa Inggris. Kesalahan memilih guru ini menjadikan jarang ada sekolah
yang memiliki guru bahasa Inggris yang kompetensinya cukup sebagai seorang pendidik. Hal ini bisa kita ketahui dari
penelitian Chodidjah (2000),pelatih dari British Council yang melaporkan bahwa dari
hasil penelitiannya di dapati bahwa di daerah DKI hanya 20% guru Bahasa Inggris
yang benar-benar layak sebagai guru. Hal
ini sudah saya sampaikan di tulisan saya diblog ini dengan judul Menyoal Ketidaktepatan Manajemen Pengajaran Bahasa
Inggris di Sekolah Kita. Di artikel
ini sudah saya sampaikan bahwa kesalahn penulisan guru yg berkualifikasi rendah
akan berakibat pada tidak tuntasnya tujuan pendidikan dan itu artinya akan
memperbesar prosentasi kegagalan pendidikan dan pengajaran kita.
Terkait dengan hal ini, saya jadi teringat ucapan Pak Jaitun HS, pemilik
dan pendiri Universitas Budi luhur, Jakarta. Pada sat itu beliau bertanya
apakah mungkin orang yang tidak bisa renang mengajar renang. Pertanyaan ini
ditujukan pada para dosennya dilingkungan Universitas Budi Luhur agar mau
meningkatkan qualitas diri. Pertanyaan itu sederhana memang, tapi mak jleb
nusuk ke hati bagi yg tidak berkualitas tapi jadi pengajar. Dan bagi kita
pengguna hasil pendidikan, orangtua siswa tentu juga akan tersadar bahwa sangat
penting untuk mencari guru yang berkualitas bagi anak anaknya untuk mendapatkan
keyakinan bahwa si ank akan mendapatkan pendidikan yg tepat.
Nah hari ini saya mendapatkan bukti dari apa yang dikatakan kedua tokoh di atas.
Saya sebagai orangtua sangat terperanjat mendapati ada soal ujian bahasa
inggris yang dikeluarkan sebuah UPTD penuh dengan kesalahan. Dari sekitar 35
soal ujian ada puluhan kesalahan yang dibuat. Saya sangat yakin kalau soal soal
ujian bahasa inggris ini bukan saja dibuat oleh satu orang guru bahasa inggris,
tapi sudah pasti dibuat oleh sekumpulan guru bahasa inggris satu kecamatan. Setelah
soal jadipun pasti sudah direvisi oleh coordinator pembuatan soal UPTD atau
orang yg sederjat dengan itu, namun kenapa kesalahan masih sangat banyak kita
temui di soal ujian tersebut. Bukan bermaksud sok tahu, sok hebat, pamer
kebisaan. Namun kesalhan soal bisa membawa keslahan pada pengisian soal. Siswa yang
seharusnya pintar bisa malah jadi salah mengerjakan. Atau ada beda persepsi
antar siswa dan guru yang mengkoreksi sehingga yang seharsunya jawabnasiswa
juga benar jadi disalahkan. Kesalhan kesalhan seperti ini akan membawa dapak
tidak baik bagi siswa. Selain dampak psikologis juga berdampak makin tidak
pahamnya siswa terhadap pelajarn bahasa inggris itu sendiri. Persis seperti
kata Pak Jaitun bagaimana orang tidak bisa berenang diharapakan jadi guru
renang, bukannya muridnya jadi juara renang tapi malah keblebeg dan mati.
Biar saya tidak dibilang mengada ada saya coba berikan contoh beberapa
keslahan yang ada seperti di foto foto dibawah ini;
coba kita perhatikan dari bacaan dalam bahasa inggris di atas. kesalahan yang paling mudah ditunjuk adalah kalimat ke empat dari paragrap ke dua. kalimat itu seharusnya she is explaining about... karna kalimat itu dalam bentuk present continuous tense, tapi faktanya di bacaan itu kaliamat itu ditulis she explaining... belum kesalhan diksi atau pemilihan kata dalam kalimat seperti kata "studies" di kalimat kedua, paragrap pertama, yang akan lebih baik kalau kita katakan 'she goes to an elementary school". juga kata 'learning" pada kalimat pertama paragrap kedua yang sepertinya akan lebih enak kalau diganti dengan 'studying". lihat juga pertanyaan pertama 'what is dina?" sejak kapan ada manusia ditanyakan dengan kata "what"? bagaimana dengan pertanyaan ke 4? ada dua "is" dalam pertanyaan tersebut. sedang bentuk present continuous yang seharusnya digambarkan dengan menambah akhiran -ing pada kata kerjanya tidak dilakukan. pertanyaan itu seharusnya "what is she explaining about?' dan tentu bukan "what is she explain is about?" seperti soal diatas bukan?
lihat pertanyaan nomer delapan untuk gambar kedua ini. soal ini sama sekali tidak ada jawabannya. kalimat itu membutuhkan kata kerja untuk melengkapinya, tapi pilihannya semua kata benda. baru sampai soal nomer 8 saja keslahan sudah segitu banyak. bisa dibayangkan berapa banyak kesalahan kalau kita lihat sampai soal no.35? dan memang kesalahan betebaran dalam soal yang dikeluarkan sebuah UPTD di Kota dekat Jakarta ini, cuma akan terlalu banyak kalau saya foto satu persatu bukan?
Kenyataan ini menurut saya sangat tragis; bagaimana orang orang yang tidak
paham bahasa inggris harus mengajar bahasa inggris dan membuat soal ujian untuk
menentukan kemampuan siswa dalam berbahasa inggris? Pendidikan yang model
seperti apakah yang sebetulnya kita rancang dan kita berikan pada anak anak
kita ini? Semoga hal ini cepat jadi perhatian pemerintah agar siswa mendapat
pendidikan bahasa inggris yang baik serta ke adilan dalam penilaian kemampuan
mereka berbahasa inggris. Jangan sampai ada anak yg pintar ternilai buruk gara
gara soalnya yg salah dan guru yang mengkoreksi hasil ujiannya tidak punya
kemampuan di bidang ajarnya.